Selasa, 28 Desember 2010

Membangun Konsistensi Anak

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pembelajaran online interaktif untuk pelajar.







Ditulis oleh: Sumardiono

Salah satu tantangan dalam memfasilitasi proses belajar anak-anak adalah membangun motivasi internal dan konsistensi dalam belajar.Pada dasarnya anak-anak memang masih dalam proses pertumbuhan minatnya. Hal itu menyebabkan mereka cenderung memiliki rentang minat dan konsentrasi yang pendek. Bersemangat pada sebuah hal sehingga  seolah-olah hanya hal yang diminatinya itu yang menjadi satu-satunya hal penting di dalam dunianya. Kemudian, tiba-tiba beberapa hari kemudian dia meninggalkannya begitu saja dan beralih pada yang lain.
Minat dan motif pribadi adalah sebuah dorongan yang sangat luar biasa untuk proses belajar yang menyenangkan dan efektif. Ketika anak-anak  tumbuh semakin besar, minat dan ekspresi ini perlu ditambahkan dengan konsistensi.

Tujuan utama mendidik konsistensi adalah melatih anak untuk bertanggung jawab pada proses yang dilakukannya. Dan dalam konteks belajar, konsistensi adalah bagian dari proses pendalaman, sehingga anak tak hanya belajar hal-hal yang ada di permukaan, tapi merasa sudah bisa/menguasai.






Berikut ini beberapa tips untuk membangun konsistensi pada anak:

a. Kesepakatan Bersama
Pendidikan konsistensi dan tanggung jawab bisa diawali dengan dialog yang membentuk kesepakatan- kesepakatan antara orangtua-anak. Kesepakatan itu juga meliputi konsekuensi (positif dan negatif). Karena anak terlibat, maka kesepakatan dapat menjadi pintu masuk bagi anak untuk belajar tentang konsistensi dengan menepati kesepakatan yang sudah dibuat.

b. Ketuntasan Proyek
Proses belajar konsistensi bisa dimulai dari hal-hal sederhana, dengan mengajarkan kepada anak untuk menyelesaikan segala sesuatu hingga tuntas. Anak belajar untuk tak berhenti di tengah jalan, tetapi bertahan hingga akhir.

c. Paket Kecil tapi Berulang
Belajar dalam waktu yang pendek, tetapi berulang adalah salah satu kunci menjaga konsistensi. Membaca satu buku kecil atau satu bab setiap hari, tetapi dilakukan setiap hari akan memberikan panduan kepada anak untuk belajar konsistensi. Demikian pun, belajar sebuah hal selama 1/2
jam yang dilakukan secara kontinu lebih baik daripada menyelesaikan banyak hal dalam satu waktu, tetapi kemudian sama sekali tak menyentuhnya dalam jangka waktu yang lama.

d. Membuat Jadwal
Jadwal yang disepakati bersama anak juga dapat digunakan melatih anak untuk konsisten. Jadwal ditetapkan secara periodik, misalnya harian atau mingguan; dan anak belajar untuk menaati jadwal yang sudah dibuat. Perubahan tak boleh dilakukan di tengah jadwal, tetapi baru bisa dilakukan setelah selesai sebuah periode tertentu.

e. Pembimbingan
Tak bisa dilepaskan adalah peran orangtua untuk membimbing anak sampai anak dapat membangun motif internalnya. Pendampingan itu sangat bertahap dan perlu dilakukan secara kontinu. Orangtua tak boleh puas melihat anak
yang bersemangat belajar dalam satu minggu pertama dan kemudian melepaskannya begitu saja. Proses itu masih perlu terus dibangun dengan semangat, pembimbingan, dialog, dan interaksi yang terus-menerus bersama anak.

Semoga bermanfaat.

Sumber: 
http://rumahinspirasi.com/homeschooling/membangun-konsistensi-anak



Tiga Skenario Rekrutmen Guru Baru Kemendiknas

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pembelajaran online interaktif untuk pelajar.




REPUBLIKA.CO. ID, JAKARTA--Kementeria n Pendidikan Nasional mulai 2011 menyiapkan tiga skenario rekrutmen guru baru masing-masing untuk jangka pendek, menengah, dan panjang yang ditujukan memenuhi kebutuhan guru yang pensiun, guru bidang studi baru, dan kebutuhan daerah baru. "Untuk mengatasi kebutuhan guru jangka pendek dengan merekrut lulusan S1/D4 yang berminat menjadi guru," kata Mendiknas Mohammad Nuh usai membuka Seminar Guru Nasional 2010 di Kemdiknas, Jakarta, Selasa.

Hadir pada seminar Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal, Direktur Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kemdiknas Baedhowi, Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemdiknas Djoko Santoso, Direktur Jenderal Pendidikan Nonformal dan Informal Kemdiknas Hamid Muhammad, dan Ketua Umum Pengurus Besar PGRI Sulistiyo.

Sebelum mengajar, kata Mendiknas, mereka terlebih dahulu mengikuti pendidikan profesi selama dua semester atau satu tahun. "Kebutuhan guru selalu ada tiap tahun. Oleh karena itu, tidak mungkin mengandalkan dari awal, sehingga kita siapkan yang baru lulus," katanya.

Guu-guru yang baru ini, kata Mendiknas, kalau tidak disiapkan pendidikan profesinya akan menjadi beban. "Oleh karena itu, mulai tahun 2011 Kemdiknas akan merintis pendidikan profesi bekerja sama dengan Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan (LPTK)," katanya.



Adapun untuk mengatasi kebutuhan guru pada jangka menengah, pemerintah akan memberikan kesempatan kepada mahasiswa yang duduk di semester 5 atau 6. Mereka yang berminat menjadi guru ditawarkan untuk pindah jalur, sehingga begitu lulus sudah tidak perlu lagi mengikuti pendidikan profesi satu tahun. "Jadi pendidikan profesi embedded, sudah melekat di situ," katanya.

Sementara, lanjut Mendiknas, untuk mengatasi kebutuhan guru pada jangka panjang melalui pendidikan sarjana. Pendidikan ini disiapkan bagi lulusan sekolah menengah atas, sekolah menengah kejuruan, atau madrasah aliyah selama empat atau lima tahun.

Layaknya seperti pendidikan kedokteran, kata Mendiknas, mereka yang masuk di fakultas kedokteran, 99 persen ingin menjadi dokter. "Guru nanti juga begitu. Masuk di LPTK (Lembaga Pendidik dan Tenaga Kependidikan) atau jurusan lain memang mau menjadi guru," katanya.

Mendiknas menyampaikan mulai 2011 akan merintis delapan LPTK di perguruan tinggi untuk menyiapkan pendidikan bagi calon guru. Pada tahap awal, direncanakan merekrut 1.000 lulusan SMA/SMK/MA untuk dididik selama 4-5 tahun. Selama mengikuti pendidikan, mereka akan diasramakan. "Sekarang kita lengkapi asramanya khusus bagi calon guru," ujarnya.

Angklung Dalam Kurikulum Sekolah

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pembelajaran online interaktif untuk pelajar.




Oleh: Dindin Samsudin

Setelah penantian yang cukup panjang, akhirnya 18 November 2010, Kota Nairobi Kenya di Afrika Timur menjadi saksi dalam peresmian dan penetapan angklung sebagai warisan budaya dunia asal Indonesia oleh PBB. Sebagai urang Sunda dan orang Indonesia kita bersyukur dan berbangga diri karena alat musik asli Jawa Barat ini telah mendapat tempat terhormat dan mendapat pengakuan di jagat raya. Kita sudah sepantasnya bersyukur karena untuk menempatkan angklung menjadi warisan budaya dunia bukanlah suatu pekerjaan mudah. Pasalnya, untuk memperoleh pengakuan dan pengukuhan itu harus melalui proses penelitian, penelusuran dokumen, dan penilaian dari seluruh anggota UNESCO yang jumlahnya 147 negara.

Sungguh butuh perjuangan dan perjalanan yang panjang agar angklung ini dapat diakui sebagai warisan budaya dunia asli Indonesia. Perjuangan panjang yang dimaksud di antaranya Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata melalui Dirjen Seni dan Nilai Tradisional harus mengumpulkan dokumen-dokumen sejarah yang membuktikan bahwa angklung memang berasal dari Indonesia. Beruntung Dirjen Seni dan Nilai Tradisional berhasil menemukan dan membuktikan dokumen penting tersebut. Salah satu dokumen penting adalah terdapatnya prasasti yang menunjukkan bahwa angklung pertama kali ada dan ditemukan di Sukabumi Jawa Barat pada 1903 dan pernah dipersembahkan sebagai cendera mata kepada Raja Thailand.



Pengukuhan angklung oleh badan PBB sebagai warisan budaya dunia asli Indonesia ini sekaligus menambah daftar mata budaya Indonesia yang masuk warisan budaya dunia. Angklung merupakan daftar mata budaya keempat Indonesia yang sudah diakui sebagai warisan budaya dunia setelah sebelumnya pengakuan terhadap wayang, keris, dan batik. Setelah berhasil memperjuangkan pengakuan angklung oleh dunia, apakah sudah selesai perjuangan? Tentu saja belum! Perjalanan ke depan setelah angklung resmi dikukuhkan sebagai warisan budaya dunia asli Indonesia tentu bangsa Indonesia masih memiliki satu tantangan dan kewajiban untuk terus berjuang agar angklung ini lestari. Suatu perjuangan yang masih terasa cukup berat ketika bangsa ini harus mewariskan alat musik goyang berbahan dasar bambu ini kepada generasi muda penerus bangsa.

Tak dapat dimungkiri, keberadaan dan kelestarian angklung di masa depan berada di tangan anak-anak sekarang sebagai generasi penerus bangsa di masa depan. Pengenalan dan pembelajaran angklung sejak dini menjadi prioritas utama yang harus dilakukan agar anak-anak menguasai dan mahir dalam
memainkan angklung. Jika sudah mengenal dan menikmati seni angklung, tentu anak-anak akan memiliki rasa mencintai dan memiliki terhadap angklung.

Terdapat satu hal yang cukup menggembirakan dalam hal pelestarian angklung, yaitu Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan cukup antusias dan memiliki kepedulian dalam upaya terus melestarikan angklung. Menurut dia, Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan memasukkan angklung ke kurikulum sekolah sebagai mata pelajaran muatan lokal. Selain itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat juga akan mendukung pelestarian angklung dengan membangun gedung pertunjukan khusus.

Pernyataan gubernur layak diberi apresiasi. Rencana pemerintah untuk memasukkan kesenian angklung ke kurikulum sekolah patut segera ditindaklanjuti secara serius. Untuk mendukung rencana baik ini tentu saja diperlukan komitmen bersama dari semua pihak. Kebijakan untuk menjadikan kesenian angklung sebagai salah satu mata pelajaran yang dipelajari di sekolah-sekolah merupakan salah satu upaya yang efektif dalam rangka pengenalan dan pembelajaran angklung sejak dini. Dengan cara memasukkan kesenian angklung ke kurikulum sekolah atau menjadikan bagian dari pelajaran ekstra di sekolah, diharapkan kesenian angklung akan menjadi bagian seni budaya yang hadir di setiap sekolah sehingga angklung menjadi dekat dengan siswa. Sekolah tentu saja menjadi tempat yang dapat diandalkan karena keberadaannya tersebar di seluruh pelosok. Dengan demikian, sekolah sangat memungkinkan untuk dijadikan sebagai tempat pengenalan dan pembelajaran kesenian angklung sejak dini kepada anak-anak dibandingkan dengan tempat lainnya.



Perlu diketahui, masuknya kesenian angklung sebagai kurikulum di sekolah sebenarnya sudah dilakukan sejak era pemerintahan Orde Baru. Hal itu tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 1968 yang mewajibkan angklung sebagai pendidikan kesenian di sekolah seluruh
Indonesia. Akan tetapi, alunan merdu angklung sebagai pendidikan kesenian wajib di sekolah mulai terhenti sejak berakhirnya zaman Orde Baru. Sekarang merupakan saat yang tepat untuk mengaplikasikan kembali peraturan tersebut karena sampai detik ini pun peraturan menteri tersebut belum pernah dicabut.

Ironisnya, belakangan ini pendidikan kesenian angklung di sekolah yang dulu pernah dicanangkan di seluruh Indonesia sudah tergantikan dengan alat music modern. Kini, pendidikan kesenian di sekolah lebih banyak menggunakan alat musik modern dengan alasan kemudahan mendapatkan sarana tersebut. Pendidikan kesenian angklung di sekolah pun sudah lama vakum sehingga berdampak kepada menurunnya jumlah tenaga pengajar, menjauhnya seni angklung dengan siswa, dan terhambatnya peredaran alat musik angklung di sekolah.

Namun, akan lebih ironis lagi jika rencana memasukkan angklung ke kurikulum sekolah yang dilontarkan oleh orang nomor satu di Jawa Barat tadi sekadar wacana yang tak teraplikasikan. Di negeri ginseng Korea Selatan saja yang notabene tidak punya budaya angklung justru memiliki kurikulum angklung yang resmi dipelajari di sekolahnya. Menurut kabar, ada sekitar 8.000 sekolah di Korea Selatan yang mempelajari angklung sebagai mata pelajaran. Bangsa lain sudah peduli terhadap angklung, kini saatnya bangsa kita memedulikannya! ***

Penulis, pencinta seni dan staf Balai Bahasa Bandung, tinggal di Cibeunying Kolot.

Sumber: http://newspaper.pikiran-rakyat.com/prprint.php?mib=beritadetail&id=164899

Pengayaan Kesenian Masuk Kurikulum

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pembelajaran online interaktif untuk pelajar.






JAKARTA - Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) Dodi Nandika menegaskan, pengayaan kesenian tidak perlu dijadikan sebagai mata pelajaran baru, tetapi materi tersebut cukup dimasukkan ke dalam kurikulum. Yakni, sebagai salah satu materi yang akan dipelajari di dalam kurikulum pendidikan.

Pernyataan tersebut menanggapi komentar dari Menteri Kebudayaan dan Pariwisata (Menbudpar) Jero Wacik agar kesenian Indonesia yang sudah diakui dunia agar dimasukkan sebagai pengayaan di sekolah. "Kita mendukung kesenian Indonesia sebagai warisan budaya dunia. Batik, angklung, dan keris. Pendidikan itu tidak hanya untuk nalar,” ujar Dodi di sela-sela Seminar Nasional Otonomi Daerah dan Implementasinya dalam Pendidikan di Bogor, Jawa Barat, Sabtu (20/11).

Menurutnya, saat mata pelajaran tertentu, misalnya sejarah bisa dijelaskan soal batik maupun pembuatan angklung. Angklung itu mengandung nilai-nilai tidak sekedar sebagai alat musik. Beragam budaya dan musikologi. "Jadi, angklung itu mengalir di sekolah yang sudah siap. Juga oleh guru kesenian, di ekstrakulikuler juga belajar soal angklung. Cara memainkannya dan cara membuat,” urai Dodi.



Di Bandung, kata Dodi, sudah banyak sekolah yang mempunyai ekstrakulikuler angklung. Tinggal penyataan dari menteri dimantapkan. Sebelumnya mungkinhanya kencintaan pribadi dari guru atau kedekataan daerah. Sekarang ini, kemendiknas akan mengadakaan pelatihan terhadap guru. Nilai-nilai angklung apa saja yang diisi.

Pelatihan diberikan kepada semua lapisan pendidikan dari SD hingga ke perguruan tinggi. Kemendiknas menginginkan ada kebijakan di semua sekolah. Kebijakan itu harus diawasi sehingga berjalan. (cha/jpnn)

Sumber: http://www.jpnn.com/read/2010/11/20/77569/Pengayaan-Kesenian-Masuk-Kurikulum-

Formula Baru untuk Standar Kelulusan Siswa

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pembelajaran online interaktif untuk pelajar.




Sumber: Jawa Pos, 14 Desember 2010

JAKARTA, Kemendiknas dan Komisi X DPR belum mencapai titik temu untuk merumuskan standar kelulusan siswa sekolah. Namun, pemerintah telah menentukan formula baru penentu kelulusan.

Mendiknas M. Nuh menegaskan bahwa ujian nasional (unas) bukan satu-satunya penentu kelulusan siswa. Salah satu unsur kelulusan didapat dari nilai gabungan. “Nilai sekolah ditambah nilai unas akan menjadi nilai gabungan”, ujarnya selesai rapat dengar pendapat (RDP) di DPR kemarin (13/12). Penentuan nilai sekolah siswa, kata dia, didapatkan dari nilai rapor semester satu hingga semester empat plus nilai ujian akhir sekolah (UAS). “Hasil rata-rata nilai gabungan nanti tidak boleh kurang dari 5,5. Itu standarnya,” terang Nuh.



Sayang, bobot penentu kelulusan belum ditentukan pemerintah. Nuh menyatakan, pihaknya belum bisa memastikan besaran bobot untuk menghitung nilai gabungan. “Bobotnya berapa, itu yang belum kami tentukan. Termasuk standar minimal kelulusan juga belum kami tentukan”, ucap mantan rektor ITS itu. Dia menjelaskan, nilai gabungan yang didapatkan siswa menjadi salah satu unsur penentu kelulusan. Jika sebelumnya kelulusan ditentukan dengan angka minimal unas 5,5, nanti angka tersebut belum bisa dianggap sebagai hasil akhir siswa. “Nilai gabungan akan dihitung lagi dengan nilai mata pelajaran non-unas”, tambah Nuh. Jika tahun depan formulasi baru itu direalisasikan, ungkap dia, sangat mungkin unas ulangan ditiadakan. Sebab, syarat kelulusan yang diberikan sudah cukup longgar.

Ketua Panitia Kerja (Panja) Unas Rully Chairul Azwar menegaskan, panja berharap Kemendiknas bijaksana dalam menentukan bobot sebagai salah satu perhitungan angka kelulusan. “Yang penting dalam formulasi baru itu, angka kelulusan mengakomodasi nilai rapor dan ujian sekolah”, ungkapnya. (nuq/c5/dwi)

Mungkinkah Menciptakan Kejeniusan?

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pembelajaran online interaktif untuk pelajar.




Posted by: "Julia Maria van Tiel"
Email: segaintil@yahoo.com


Apa yang dimaksud dengan jenius? Begitu banyak kriteria yang diberikan, tidak cukup hanya memiliki tingkat IQ yang tinggi saja. Bisakah jenius itu dapat diciptakan? Bukankah itu anugrah sejak lahir?

Kursus menciptakan anak-anak jenius berkembang seperti jamur di Indonesia. Mereka dilatih selama beberapa hari dengan menggunakan metoda-metoda tertentu. Namun apakah kursus tersebut memang bisa menciptakan anak-anak seperti yang diinginkan?

Genius Mind Consultacy atau GMC Indonesia salah satunya. Badan itu memberikan kursus yang tersebar di kota-kota di Indonesia. Percaya atau tidak, kursus ini banyak pengikutnya dan katanya dapat menjadikan anak jenius. Biayanya tiga juta lima ratus rupiah dan peserta dapat mengikuti dua kali sesi serta empat kali pelatihan. Hagi salah seorang pelatih di GMC mengatakan seorang anak dapat "disulap" menjadi jenius.

Pertama kami membuat kelas segembira mungkin, terus kami melakukan aktivasi dengan suara-suara audio yang dari Jepang itu seperti aktivasi yoga. Seperti lagu rileks. Manfaatnya meningkatkan konsentrasi, daya ingat, kreativas, daya paham dan meningkatkan talenta, hormon dan karakter anak tersebut.



Singkatnya metoda yang diberikan itu adalah untuk mengaktifkan otak tengah dan memotivasi seorang anak. Namun apakah otak tengah tersebut memang dapat diaktivasi untuk menciptakan kejeniusan seseorang? Ya kata Hagi sang pelatih. Kebanyakan konsentrasi pesertanya meningkat sementara daya ingat dan karakternya bisa berubah

Namun pendapat tersebut disangkal oleh Julia Maria van Tiel, pakar anak-anak berbakat khusus yang tinggal di Belanda. Menurutnya kejeniusan seorang anak tidak bisa diciptakan begitu saja.

Ada yang percaya otak bisa diaktivasi sedemikian rupa sampai mencapai tingkat intelegensi yang luar biasa. Itu namanya pseudo science. Jadi mereka menggunakan yang disebut neurofeedback. Terapi itu seperti di Eropa atau Amerika memang ada. Tapi masih dalam bentuk riset. Hasilnya belum ada kesimpulan bahwa otak bisa diaktivasi sedemikian rupa dengan menggunakan alat yang disebut neurofeedback.



Digunakan di klinik
Julia Maria melanjutkan, di Belanda sendiri alat tersebut memang digunakan di klinik-klinik tapi masih dalam bentuk terapi alternatif. Hanya untuk mengajak anak untuk bisa memajukan konsentrasi sementara saja pada waktu dia melakukan sesi-sesi terapi tersebut.

Dalam promosinya lembaga pelatihan itu mengatakan bahwa hal tersebut berdasarkan penelitian ilmiah. Diakui juga oleh lembaga kursus itu sudah diakui di luar negeri. Dan itu menggiurkan sebagian besar orang tua yang memang ingin meningkatkan prestasi anaknya.

Kejeniusan seseorang itu diciptakan sejak lahir dan tidak bisa diciptakan begitu saja. Itu tidak betul dan tidak ilmiah. "Pertama, tidak ada dalam dunia ilmiah melakukan aktivasi otak tengah. Kedua jenius itu tidak bisa didorong. Jenius itu didapatkan dari lahir."

Mengapa kursus-kursus itu bertumbuhan bak jamur di musim hujan. Tidak adakah aturan yang melarang agar kursus itu tersebut dapat dihentikan? Di Indonesia, aku Julia Maria tidak ada lembaga satupun yang bisa digunakan untuk menjadi acuan. Di Belanda sendiri ada dua, yaitu Skepsis dan Kwakzalverij. Lembaga inilah yang mengatakan itu bukanlah scientific. Ini adalah alternatif. Jadi masyarakat akan bisa menentukan saya bisa pergi kemana?



Petisi
Akhirnyalah Julia Maria van Tiel bersama dengan praktisi lainnya mengeluarkan sebuah petisi yang menyatakan bahwa anak jenius tidak dapat diciptakan begitu saja.

Kita mengeluarkan petisi ini sebagai rasa tanggungjawab sebagai kelompok orang tua yang mengetahui sekali apa itu masalah anak jenius. Jadi dengan demikian kita memiliki rasa tanggungjawab sosial kepada sesama orang tua agar orang tua juga jangan sampai terkelabui.

Kendati demikian Hagi, sang trainer tidak menyerah begitu saja. Meskipun sudah diserang tampaknya ia yakin pihaknya berada di jalan yang benar.

sumber: http://www.rnw.nl/bahasa-indonesia/article/mungkinkah-menciptakan-kejeniusan

Guru Swasta Perlu Payung Hukum Khusus

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pembelajaran online interaktif untuk pelajar.





JAKARTA, KOMPAS.com - Dari segi kewajiban mendidik, guru swasta dan guru berstatus pegawai negeri sipil (PNS) di sekolah-sekolah negeri tidak berbeda. Perbedaan yang menonjol adalah sikap diskriminatif terhadap guru-guru swasta yang kerap dipandang sebelah mata.

"Di swasta, jika UN tidak lulus maka guru yang disalahkan, dari segi kewajiban kami dengan guru negeri sama yaitu memberikan pengajaran terbaik kepada anak didik, namun dari segi hak kami tidak sama. Dari segi kesejahteraan antara guru swasta dan negeri tidak imbang," ungkap Fatah Yasin, Koordinator Presidium Guru Swasta, Rabu (24/11/2010) , di Gedung MPR/DPR RI Senayan, Jakarta.

Untuk itu, lanjut Fatah, pihaknya meminta Komisi X DPR RI membuat peraturan pemerintah (PP) khusus untuk guru swasta Indonesia. Guru swasta saat ini membutuhkan payung berkenaan nasibnya dan profesinya. "Kami hanya mengharapkan agar kesejahteraan dan status guru swasta dan negeri bisa disamakan," tandas Fatah.

Fatah menambahkan, seharusnya tidak ada lagi pelabelan guru swasta, guru negeri, atau guru honorer. Ia berharap, semua guru sama, yaitu guru Indonesia. Fatah mengatakan, saat ini jumlah guru honorer swasta di Indonesia mencapai 1.100.000 orang. Dari jumlah tersebut, guru yang memiliki Nomor Unik Pendidik dan Tenaga Kependidikan (NUPTK) baru 600.000 orang.



Ifa, Koordinator Serikat Guru Jakarta (SGJ) mengatakan, guru honorer perlu diakomodir, khususnya yang terhitung sejak 2006 ke atas. Ia mengatakan, kesejahteraan guru honorer perlu juga diperhatikan, minimal kesejahteraannya disamakan. E Baskoro Poedjinoegroho, Pembina Kolese Kanisius, menimpali, bahwa saat ini pihaknya dan guru-guru swasta sedang melaporkan kasus diskriminasi terhadap guru swasta kepada Mahkamah Konstitusi (MK). "Kami sudah menggugat ke MK dan saat ini sudah memasuki sidang ketiga," ucap Baskoro. "Kami berharap, Komisi X ikut mendukung upaya ini," tambahnya.

Sementara itu, Anggota Komisi X- DPR RI, Raihan Iskandar mengatakan, untuk menangani kasus guru swasta telah dibentuk Panita Kerja (Panja) gabungan. Komisi X berjanji akan memperjuangkan masukan para guru tersebut. "Kami juga sudah meminta Mendiknas agar memberikan pos atau anggaran yang sudah terencana untuk guru-guru swasta ini," lanjut Raihan.

http://edukasi.kompas.com/read/2010/11/24/21001241/Guru.Swasta.Perlu.Payung.Hukum.Khusus-14

Menggugat Pencapaian MDGs

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pembelajaran online interaktif untuk pelajar.




sumber: http://www.suarapembaruan.com/tajukrencana/menggugat-pencapaian-mdgs/76

Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa di hadapan Sidang Majelis UmumPerserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengenai tujuan pembangunan millennium (millennium development goals/MDGs), di New York, awal pekan ini, mengungkapkan klaim pemerintah bisa lebih cepat mencapai delapan sasaran yang disepakati dalam MDGs. Sejumlah langkah penting yang dilakukan pemerintah, diuraikan oleh Menlu, mencakup dua hal pokok, yakni pendidikan dan kesehatan.

Ada delapan sasaran yang dituangkan dalam MDGs. Delapan sasaran itu meliputi pengentasan kemiskinan, pemerataan pendidikan dasar, pemberdayaan perempuan, mengurangi tingkat kematian anak, meningkatkan taraf kesehatan ibu, mengatasi ancaman HIV/AIDS dan penyakit mematikan lainnya, menjamin daya dukung lingkungan hidup, serta mengembangkan kemitraan global. Masing-masing tujuan, dilengkapi dengan parameter kuantitatif, untuk dapat dicapai pada 2015.

Terkait klaim Pemerintah Indonesia di hadapan forum internasional, kita perlu mengingatkan bahwa kenyataan di lapangan tidaklah demikian. Sebaliknya, menyimak pencapaian sementara selama sepuluh tahun, muncul keraguan Pemerintah Indonesia untuk merealisasikan semua target kuantitatif tersebut. Pasalnya, perkembangan pencapaian masing-masing tujuan terasa lambat, bahkan ada yang justru menurun pencapaiannya. Misalnya, pada indikator angka kematian ibu saat melahirkan. Jika saat pencanangan MDGs sepuluh tahun silam, rasio kematian ibu di Indonesia mencapai 225 kematian pada setiap 100.000 kelahiran hidup, pada 2010 rasio untuk justru memburuk menjadi 228 kematian. Padahal, pada 2015 ditargetkan menjadi 110 kematian per 100.000 kelahiran hidup.



Sedangkan, pada indikator pemerataan pendidikan dasar, perkembangannya terasa lamban.* Pada 2000 masih tercatat 1.091.739 anak putus sekolah, kemajuan yang dicapai pada 2010 masih sangat sedikit, yakni 1.085.138 anak. Pemerintah menargetkan pada 2015 tidak ada lagi anak putus sekolah. Demikian halnya jumlah penduduk miskin, pada 2000 sebanyak 18,8 persen dan sepuluh tahun berselang penurunannya belum signifikan, yakni menjadi 13 persen. Padahal, lima tahun lagi harus menjadi 7,5 persen sebagaimana ditargetkan program MDGs. Melihat statistik pencapaian MDGs selama 10 tahun tersebut, wajar jika banyak kalangan meragukan kemampuan pemerintah merealisasikan delapan MDGs. Kelemahan utama, tampaknya masih belum beringsut dari lemahnya implementasi.

Sebab, secara konseptual, Indonesia sangat siap menyambut era pembangunan milenium. Kebijakan pemerintah, khususnya politik anggaran, boleh dikata on the right track menuju pencapaian MDGs. Anggaran untuk pendidikan, misalnya, konstitusi memandatkan harus 20 persen dari belanja APBN. Anggaran kesehatan juga cukup besar, termasuk di dalamnya program Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas). Pemerintah pun meluncurkan sejumlah program seperti Bantuan Langsung Tunai (BLT), Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri, dan Kredit Usaha Rakyat (KUR), yang kesemuanya diarahkan untuk mengangkat rakyat dari kemiskinan.

Namun, kebijakan yang sejatinya sangat mendukung pencapaian MDGs tersebut, banyak karut marut dalam pelaksanaannya. Kebijakan anggaran pendidikan, misalnya, besaran 20 persen sebagaimana amanat konstitusi, ternyata tidak sepenuhnya dikelola Kemendiknas, yang sangat diperlukan untuk mendukung peningkatan akses pendidikan dasar bagi masyarakat, tetapi justru disebar ke banyak kementerian dan lembaga, dan digunakan sebagai sumber dana pendidikan kedinasan. Akibatnya, akses pendidikan dasar belum dirasakan oleh semua anak bangsa. Demikian pula pelaksanaan program Jamkesmas dan BLT, banyak yang tidak tepat sasaran. Banyak penduduk miskin yang luput dari program tersebut, akibat ketidakmampuan aparat menjangkaunya, dan lebih ironis lagi karena penyimpangan di lapangan.



Kenyataan tersebut pada akhirnya memunculkan kekhawatiran yang lebih dalam, yakni menyangkut aspek kualitas dari segala perbaikan yang dicapai negeri ini. Harus disadari, pencapaian target kuantitatif tidaklah menjamin perbaikan kehidupan manusia secara hakiki. Terkait hal itu, MDGs harus dipahami sebagai parameter statistik. Dengan demikian, pertanyaan terbesar adalah sejauh mana kualitas dari pencapaian MDGs tersebut untuk mewujudkan taraf kehidupan yang lebih baik seturut hakikat kemanusiaan.

Inilah tugas berat yang dihadapi pemerintah dan kita semua saat ini dan ke depan. Sebab, tak bisa dimungkiri, data statistik kita banyak kontradiktif dengan kenyataan di lapangan. Kini, masih tersisa lima tahun bagi pemerintah untuk mencapai target yang ditetapkan. Bagaimana caranya? Salah satu yang bisa dilakukan adalah mendorong APBN dan APBD sebagai lokomotif peningkatan taraf kehidupan masyarakat. Pemerintah perlu mengalokasikan dana yang besar pada program-program yang seturut dengan delapan sasaran MDGs, bahkan jika mungkin diperluas. Dengan alokasi dana yang mencukupi, langkah selanjutnya adalah mempertajam dan mengakselerasi implementasi program MDGs, dengan melibatkan secara intensif semua pihak, terutama pemerintah di daerah.

Senin, 27 Desember 2010

Angklung Disahkan UNESCO Sebagai Warisan Budaya Dunia

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pembelajaran online interaktif untuk pelajar.




BANDUNG, (PRLM).- Gubernur Jawa Barat menyambut gembira ketika mengetahui alat musik angklung sudah ditetapkan sebagai warisan budaya dunia oleh United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO). Alat musik angklung diakui sebagai "The Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity" pada sidang ke-5 Inter-Governmental Committee UNESCO di Nairobi, Kenya, Selasa (16/11) waktu setempat.

“Alhamdulillah, senang sekaligus bangga. Angklung yang merupakan kebudayaan asli kita bisa dilestarikan oleh dunia. Tentunya ini akan menjadi perhatian agar angklung terus berkembang,” kata Gubernur, di Kota Bandung, Kamis (18/11). Dia mengatakan, kewajiban kita setelah ditetapkannya angklung sebagai budaya dunia adalah memelihara dan melestarikannya. “Misalnya kita lestarikan dengan regenerasi tranformasi budaya, dan menghidupkan angklung di mana-mana seperti di sekolah, pertemuan, pokoknya di mana pun harus ada angklung,” tuturnya.



Untuk lebih mengembangkan lagi alat musik angklung, menurut Gubernur, pihaknya akan menampilkan angklung di Washington DC, Amerika Serikat, pada Mei Tahun 2011. “Kita diundang Duta Besar Amerika Serikat untuk melakukan perhelatan angklung terbesar di sana. Rencananya dalam performa tersebut selain menampilkan angklung, seluruh peserta yang hadir juga akan diajarkan bermain angklung,” tuturnya.
Heryawan menambahkan, pihaknya juga akan turut memperjuangkan agar segera dibentuk persatuan angklung baik di tingkat nasional maupun internasional. ”Kita akan segera bentuk persatuan angklung tingkat internasional agar angklung bisa tersosialisasikan kepada dunia, dengan tema 'how to play angklung'. Langkah ini merupakan bentuk transformasi budaya dari Jawa Barat untuk dunia,” katanya.

Ketika ditanya mengenai dukungan dana pemerintah untuk mengembangkan angklung, menurut dia, secara otomatis masalah ini merupakan bagian dari pengembangan Dinas Pariwisata Jabar. “Mengenai angklung dijadikan pelajaran di sekolah, bisa saja dilakukan. Masalah ini sudah masuk tataran teknis, ada mekanisme yang harus dilalui," tuturnya.

Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Jabar Herdiwan Iing Suranta mengatakan, alat musik bambu yang menjadi ikon Jawa Barat itu diputuskan menjadi warisan budaya dunia setelah lolos pada sesi evaluasi nominasi untuk Inskripsi 2010 tentang Representative List of the Intangible Cultural Heritage of Humanity yang sidangnya dilangsungkan di Nairobi, Kenya, Selasa (16/11).Keputusan itu lahir tepatnya pada sidang kelima Inter-Governmental Committee.



”Saya mendapat kabar dari Kedutaan besar RI untuk UNESCO pada hari Selasa (16/11) lalu pukul 16.20 waktu Kenya (pukul 20.20 WIB), bahwa dalam sidang itu angklung resmi diputuskan sebagai warisan budaya dunia. Tentu saya yang paling bangga mendengar hal tersebut,” katanya. Herdiwan mengajak kepada seluruh warga masyarakat Jabar untuk mensyukuri momen itu. ”Kita ucapkan syukur bahwa kebudayaan kita memang kelas dunia. Sehingga jangan sia-siakan hal itu dan kita tarik makna tersebut yang mengindikasikan bahwa bukan hanya angklung yang hebat, tetapi seni budaya Jabar semua hebat,” katanya. (A-194/das)* **

sumber: http://www.pikiran-rakyat.com/node/127565

Jenius Bukan Jaminan Sukses

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pembelajaran online interaktif untuk pelajar.




Ada kabar dari Geoff Colvin, editor senior di majalah Fortune. Penulis sekaligus dosen yang dikenal dengan tulisan-tulisan kritisnya ini menyuguhkan data mengejutkan dalam bukunya bertajuk Talent Is Overrated (2008). Sebagaimana tercermin dalam judulnya, buku ini menunjukkan betapa kita terlalu berlebihan memuja-muja bakat dan kejeniusan. Padahal semua itu nyaris tak memberi manfaat apa-apa bagi masa depan anak, baik untuk meraih sukses maupun kebahagiaan.

Bakat dan kejeniusan bukanlah kunci utama meraih sukses, apa pun bidang yang ia tekuni. Baik dalam dunia olah-raga, seni, bisnis maupun intelektual, kunci paling pokok untuk meraih sukses bukan bakat besar maupun kejeniusan. Bukan pula keterampilan melakukan hal-hal yang dianggap luar biasa oleh orang pada umumnya. Banyak pebisnis sukses maupun intelektual yang IQ-nya rata-rata. Bukan superior, apalagi jenius. Bahkan ada yang IQ-nya sedikit di bawah rata-rata, tetapi ia memiliki ketahanan mental yang luar biasa untuk belajar dan menghadapi berbagai kesulitan, termasuk hambatan fisik. Sebagian kesulitan bisa terasa lebih ringan karena berubahnya persepsi, tetapi hambatan fisik memerlukan ketahanan untuk menanggung rasa sakit.

Sebagian orang sukses memang memiliki tingkat kecerdasan di atas rata-rata. Ia benar-benar memiliki kemampuan intelektual yang bagus, bukan sekedar mampu mempertunjukkan kebolehan yang bersifat langka. Tetapi harus dicatat bahwa mereka meraih sukses itu melalui kerja keras yang luar biasa hebat dalam belajar. Mereka gigih belajar dan berlatih tatkala orang lain sudah terlelap. Kisah sukses Imam Syafi’i rahimahullah misalnya, bukan terutama soal kecerdasan, tetapi berkait erat dengan kemauan belajar yang luar biasa sekaligus kesanggupan untuk menghadapi kesulitan. Ini menjadikan seorang Imam Syafi’i yang ketika itu masih kanak-kanak, mampu bertahan untuk menyimak pelajaran dari luar kelas disebabkan ia tidak memiliki kemampuan ekonomi untuk belajar di kelas sebagaimana anak-anak lain. Kisah Imam Bukhari mencari sebuah hadis adalah contoh lain tentang betapa berharganya kesediaan untuk menderita demi meraih apa yang diyakininya berharga. Ia rela menempuh perjalanan panjang yang sulit hanya untuk memperoleh sebuah hadis, meskipun hadis itu akhirnya tidak ia perhitungkan karena ternyata lemah.

Kisah Imam Bukhari tentu saja tidak terdapat di buku Talent Is Overrated. Saya hadirkan kisah ini karena lebih akrab dengan kita. Selebihnya banyak kisah sejenis yang bisa kita temukan. Tetapi apa pun kisahnya, inti pesannya adalah kejeniusan bukan segala-galanya. Jenius bukan jaminan sukses, Apalagi bahagia.

Anda tentu masih ingat kisah Billy Sidis yang saya sampaikan di majalah ini. Nama lengkapnya William James Sidis, anak dari Prof. Dr. Boris Sidis, orang Yahudi yang sangat mengagumi William James –seorang ahli psikologi. Secara intelektual, Billy luar biasa cerdas. IQ-nya 200, jauh di atas Albert Einstein. Usia 5 tahun sudah mampu menulis karya ilmiah –bukan cerita anak-anak—tentang anatomi. Usia 11 tahun kuliah di Harvard University –universitas terkemuka dunia yang terkenal dengan orang-orang cerdasnya—dan pada usia 14 tahun telah memberi kuliah di universitas yang sama. Semua catatan ini mengukuhkan kehebatannya sebagai anak jenius! Benar-benar jenius dan memang memiliki kemampuan intelektual luar biasa. Bukan sekedar mampu mempertontonkan kemampuan yang dapat dengan mudah dilatihkan kepada setiap anak dalam waktu satu dua hari.

Pertanyaannya, apakah yang dapat diperoleh dari kejeniusannya? Sekali lagi, Billy sangat jenius. Benar-benar anak jenius yang sempurna. Tetapi kejeniusan itu tidak memberi manfaat apa-apa baginya. Perkembangan sosial, emosional dan komunikasinya tidak sejalan dengan kemampuan kognitifnya. Ia mampu berpikir rumit dan memecahkan masalah-masalah akademis, jauh melampaui anak-anak seusianya dan bahkan lebih unggul dibanding orang-orang dewasa. Tetapi ia tidak mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan sosialnya. Ia juga mengalami hambatan emosional. Kemampuan intelektualnya yang luar biasa tidak mampu menolongnya untuk bisa berperilaku secara lebih dewasa sesuai usianya. Keasyikan Billy dengan dunianya membuat ia mengalami keterlambatan dalam perkembangan emosi dan perilaku. Inilah yang kemudian menjadi masalah besar dalam hidupnya sehingga ia memilih untuk menarik diri dari dunia intelektual, lalu bekerja sebagai tukang cuci piring di rumah makan sampai akhir hayatnya.

Kasus Billy hanya salah satu saja. Anak-anak yang memiliki kecerdasan luar biasa, atau mereka hanya disibukkan dengan belajar secara akademik, cenderung menjadi pribadi yang tidak matang dan rentan masalah jika mereka kurang memperoleh kesempatan berkembang secara alamiah. Kerentanan ini akan meningkat manakala anak-anak dipacu untuk menunjukkan prestasi yang bisa membanggakan orangtua atau melakukan sesuatu yang bisa membangkitkan kebanggaan orang terhadapnya. Ia membuat anak sibuk melakukan hal-hal yang tampak luar biasa, meskipun sesungguhnya tidak penting bagi kehidupannya di masa kini maupun masa mendatang. Meskipun ia mampu menunjukkan kemampuan-kemampuan yang jarang dimiliki orang, tetapi ini bukanlah prestasi yang sesungguhnya (true achievement) . Mungkin ia memang mampu menunjukkan prestasi tersebut (real achievement) . Hanya saja yang diperlukan oleh seorang anak agar ia memiliki motivasi yang benar-benar kuat adalah prestasi yang sesungguhnya (true achievement) . Begitu Janine Walker Caffrey, Ed.D., menulis dalam bukunya yang berjudul Drive: 9 Ways to Motivate Your Kids to Achieve (2008).

Jadi, sekedar jenius saja tidak cukup. Apalagi jika yang terjadi sesungguhnya bukan kejeniusan, melainkan perilaku yang mengesankan sebagai jenius (play acting as genius). Permainan kesan ini bisa muncul dari orang-orang yang memiliki kemampuan di atas rata-rata, bisa juga pada mereka yang biasa-biasa saja. Tidak sedikit perilaku yang dibentuk oleh orangtua atau orang dewasa lainnya pada anak, sehingga orang lain menganggap hebat. Sementara anak itu sendiri boleh jadi merasa dirinya hebat, boleh jadi mempunyai waham kebesaran (grandeur delusion) dan bisa juga anak sepenuhnya mengetahui bahwa ia tidak sehebat yang dilihat orang.

Banyak peristiwa dalam sejarah yang menunjukkan upaya untuk mengesankan diri atau anak sebagai jenius. Wolfgang Amadeus Mozart pernah menyatakan bahwa ia menggubah konserto sekali jadi. Tetapi kemudian diketahui bahwa ia bisa menyusun sebuah konserto bahkan dalam waktu bertahun-tahun. Bukan cuma setahun. Apalagi sekali jadi. Hanya saja ia berlatih keras dan pada waktu yang tepat ia seperti memperoleh ilham, lalu mempertunjukkan karya “sekali jadi” yang sudah ia susun bertahun-tahun itu. 

Delapan Sekolah Jadi Rintisan Berkarakter Bangsa

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pembelajaran online interaktif untuk pelajar.




BANDUNG(SINDO) – Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) menetapkan delapan sekolah di Kota Bandung untuk menjadi rintisan sekolah berkarakter bangsa dan budaya. Kedelapan sekolah ini akan dikembangkan untuk memperkuat pendidikan karakter bangsa. Anggota Tim Pengembang Kurikulum Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kemendiknas Feisal Ghozali mengungkapkan, kedelapan sekolah tersebut adalah SMAN 8, SMKN 3, SMPN 36, SMPLB Cicendo, SDN Sabang, SDN Pajagalan, TK Negeri Centeh, serta Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM) Citra Sarana Bahasa dan Informatika (CSBI).

Kemendiknas telah menunjuk 16 provinsi untuk mengembangkan rintisan sekolah berkarakter bangsa dan budaya. Dalam satu provinsi, terdapat satu kabupaten/kota yang dipilih untuk mengembangkan sekolah rintisan tersebut. Dan, pada satu kabupaten/ kota ada tujuh hingga delapan sekolah yang mengimplementasikan nya. ”Di Jabar ada Kota Bandung,” ucap Feisal. Sekolah-sekolah yang telah ditetapkan akan mengintegrasikan nilai-nilai karakter bangsa dengan setiap mata pelajaran yang diajarkan.

Nilai-nilai tersebut seperti halnya nilai kebangsaan dan kewirausahaan. Indikator standar nilai kebangsaan antara lain kedisiplinan siswa dan guru, kebersihan, kesopanan, dan kenyamanan sekolah. ”Misalnya kedisiplinan, bagaimana si guru dan siswa menerapkan disiplin sekolah, seperti kedatangannya terlambat atau tidak dan lain-lain. Hal-hal seperti ini nantinya akan diterapkan secara khusus dan memiliki kelebihan dibandingkan sekolah lain,”papar Feisal.

Sementara nilai kewirausahaan adalah penerapan life skill di sekolah-sekolah.Siswa harus terlibat dalam proses enterpreneursip tersebut. ”Keterlibatan dalam proses awal hingga akhir,misalnya, dalam penjualan produk handicrafts, dalam pembuatan hingga memasarkannya siswa terlibat,”ucapnya. Sekolah juga harus memiliki terobosan dalam proses belajarmengajar di kelas; dan pendidikan karakter yang telah disusun dengan parameternya ini sudah harus diimplementasikan di sekolahsekolah tersebut.



”Jangan hanya pada tataran konsep,”ungkapnya. Pemerintah menargetkan, pada 2014 mendatang seluruh sekolah di Indonesia sudah menerapkan konsep kebangsaan dan berbudaya. Sementara pada 2010, program yang diterbitkan sejak empat bulan lalu ini masih dalam tahap sosialisasi, tahun depan implementasi dengan pendampingan pemerintah. ”Dan pada 2013,setiap sekolah rintisan sudah mandiri dalam implementasinya.
Pada 2014,seluruh sekolah sudah mampu menjalakan pendidikan karakter bangsa dan budaya,”pungkas Feisal. Wakil Wali Kota Bandung Ayi Vivananda mengatakan,Kota Bandung telah memasukkan pendidikan budi pekerti dalam muatan lokal. Hal itu sebagai salah satu mengimplementasikan pendidikan karakter di sekolah-sekolah.

”Pendidikan karakter itu penting untuk menghasilkan lulusan dengan kompetensi keilmuan dan daya emosinya, sehingga nantinya lulusan yang dihasilkan akan menjadi lulusan yang memiliki kompetensi lengkap,”ujar Ayi. (krisiandi sacawisastra)

sumber : http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/363484/

Mengembangkan Ide dengan Teknik “Clustering” Berbasis "Free Writing"

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pembelajaran online interaktif untuk pelajar.



Oleh: Hernowo



November 2010 lalu, saya berkeliling ke beberapa instansi pemerintah dan lembaga pendidikan untuk memberikan pelatihan menulis. Materi yang saya bawakan, salah satunya, adalah bagaimana memilih dan kemudian mengembangkan  ide.

Saya tidak ingin mendefinisikan ide itu apa. Bagi saya, sebuah tulisan yang tidak mengandung ide adalah tulisan yang "bisu", datar, dan hampa. Tulisan itu tidak berbunyi dan, ada kemungkinan, tidak mampu menggugah para pembacanya.

Untuk membuat agar sebuah tulisan memiliki ide, biasanya seorang penulis sibuk memikirkannya: Ada yang menyepi, ada pula yang mengisi dirinya dengan banyak membaca. Ringkasnya, perlu diadakan banyak kegiatan untuk mendapatkan ide.

Namun, hampir semua orang---bukan hanya penulis---telah menyadari bahwa ide tidak dapat ditunggu. Yang lebih aneh, ide itu hanya akan mendatangi seseorang yang sudah siap untuk menerima ide dan kehadiran ide tanpa pemberitahuan terlebih dahulu---merujuk ke film Mendadak Dangdut, bisa disebut memiliki ide sebagai "Mendadak Ide!"

Dalam sebuah pelatihan menulis, tidak mudah mengajak seseorang untuk memahami soal ide dalam kegiatan menulis ini. Meskipun dalam kegiatan menulis, ide itu sangat penting; namun, mencoba menjelaskan dan merasakan ide bukan persoalan gampang.

Saya beruntung dapat memahami hakikat teknik "free writing" dan "mindmapping" atau "clustering" . Kedua teknik---saya lebih senang menyebutnya sebagai "peralatan" penting---menulis ini dapat membantu saya dalam merekayasa kehadiran sebuah ide.

Saya belajar tentang teknik "free writing" kepada tiga tokoh: Natalie Goldberg, Peter Elbow, dan James W. Pennebaker. Dua tokoh yang pertama memang ahli menulis, namun nama tokoh yang ketiga adalah seorang doktor di bidang psikologi.

Intinya, "free writing" dapat melatih seorang penulis untuk mengeluarkan sesuatu yang "original" dari dalam dirinya. Bagaimana mendeteksi bahwa sesuatu yang "original" telah dapat dikeluarkan? Berikut beberapa tanda yang dapat dirasakan:

Grabiele Rico, Ph.D., penemu tentang tentang "clustering"

Pertama, penulis tersebut memang sudah sering mempraktikkan "free writing"-minimal 10 hingga 15 menit setiap hari. Kedua, dia sudah tidak lagi, secara otomatis, mengoreksi hasil dari "free writing". Dan ketiga, pada saat-saat tertentu, dia merasakan kelegaan luar biasa sehabis mempraktikkan "free writing".

Teknik yang kedua, yang disebut "mindmapping" atau "clustering" , saya manfaatkan untuk memilih dan mengembangkan ide dalam bentuk "peta" (gambar)---lihat contoh-contohnya di dalam tulisan ini. Dalam menggunakan teknik ini, saya tidak merujuk ke Tony Buzan (penemunya), melainkan ke Dr. Gabriele Luser Rico.



Rico mengadopsi "mindmapping" menjadi "clustering" . Salah satu pesan Rico yang sangat penting adalah menulislah sesuatu secara mencicil, sedikit demi sedikit. Menulis memang tidak dapat sekali jadi. Menulis harus dikembangkan perlahan-lahan secara kelompok demi kelompok ide.

Penerapan teknik "clustering" hampir persis dengan penerapan teknik "mindmapping" : Ambil selembar kertas ukuran A4 dan posisikan secara landscape. Di tengah kertas, tuliskanlah topik yang ingin dieksplorasi secara tertulis. Topik tersebut ingin kita kembangkan menjadi sebuah ide yang "sexy" (menggoda).

Misalnya, kita ingin menulis tentang kursi. Topik tentang kursi ini ingin kita kembangkan menjadi tulisan yang tidak biasa-biasa saja dan, nantinya, di dalam pengembangan itu kita dapat menemukan sebuah ide baru. Nah, langkah pertama yang harus kita tempuh adalah dengan meletakkan kata KURSI persis di tengah kertas A4.

Setelah itu, tariklah empat garis yang memancar dari tulisan KURSI menuju empat arah berbeda. Pandangi secara saksama empat garis itu. Kemudian, secara sangat spontan, bubuhkan satu kata tanpa berpikir di atas keempat garis tersebut. Karena tanpa dipikirkan lagi, diharapkan keempat kata itu tidak ada yang berkaitan dengan kata kursi.

Misalnya saja, empat kata yang kita tuliskan adalah ufuk, meja, bau, dan duku. Kata meja jelas masih ada hubungannya dengan kursi. Untuk mendapatkan dan mengembangkan ide yang baru, kata meja ini terpaksa kita coret. Yang tersisa adalah ufuk, bau, dan duku.



Contoh 2 membuat "clustering" berbasis "free writing"

Dari ketiga kata tersisa, kita harus memilih satu kata. Misalnya, yang kita pilih adalah ufuk. Apa hubungannya kursi dan ufuk? Tidak ada. Pada titik ini, kita telah berani menantang pikiran kita. Kita menantang pikiran kita untuk mengubah perspektif dalam memandang kata kursi.

Langkah berikutnya adalah menggunakan jalur kursi-ufuk untuk mengembangkan ide. Buatlah tiga garis cabang dari jalur (garis) kursi-ufuk yang titiknya dari kata ufuk. Lalu bubuhkan tiga kata lagi secara spontan di atas tiga garis cabang tersebut. Misalnya kita membubuhkan kata merah, darah, dan utang.

Pengembangan ide telah mencapai tahap kedua dan menurut Rico, kita harus berhenti dan meng-cluster ide kita itu. Untuk meng-cluster jalur kursi-ufuk, kita harus memilih satu kata dari tiga kata cabang yang ada. Misalnya, kita memilih kata merah.

Nah, sampai di sini, kita telah menemukan jalur kursi-ufuk-merah. Setelah kita menemukan tiga kata ini, cobalah tantang pikiran Anda dengan melakukan kegiatan menulis yang menggunakan tiga kata tersebut-kursi, ufuk, merah-untuk menemukan sebuah ide yang lain daripada yang lain.

Selamat berlatih dan selamat mengalami "Mendadak Ide!". Salam.[]

Sumber teks: www.mizan.com
Sumber gambar: www.gabrielerico. com

Tips Menghentikan Anak Berkelahi

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pembelajaran online interaktif untuk pelajar.





Ditulis oleh: Hikari Hidayati
Sumber: http://rumahparenti ng.com

Bunda, jika kita menganggap perilaku buruk anak kita sebagai suatu yang wajar dan nanti akan hilang sendiri, maka kita sudah terjebak pada mitos yang tidak benar bahkan menjebak. Karena kita harus selalu memahami bahwa, jika kita melihat dan membiarkan anak berperilaku buruk, maka itu artinya membolehkan. Mari kita bantu anak-anak kita menghentikan kebiasaannya berkelahi dengan teknik PARENTING .

P : Kita akan menggunakan teknik pengasuhan yang benar
A : Anak adalah Anugerah
Berkelahi adalah salah satu proses penyelesaian masalah yang memiliki beberapa ciri khas, yaitu adanya amarah yang disertai bentuk fisik berupa suara (teriak) dan gerak (memukul dan menendang). Kita pasti sudah memahami bahwa ketika ada permasalahan dengan teman, saudara, atau siapapun kita harus bisa menyelesaikan dengan cara yang bijak. Kita harus bisa mengendalikan emosi, mengkomunikasikan permasalahan kita serta menghindari kata dan tindakan yang menyakiti. Jika seandainya ada kata dan tindakan yang menyakiti, kita pun harus belajar untuk meminta maaf. Di sisi lain, kita harus belajar mendengarkan, dan memaafkan orang. Keterampilan penyelesaian masalah ini haruslah kita latih kepada anak. Kapankah itu? Saat ada permasalahan yang membuat mereka berkelahi adalah saat yang tepat untuk mengajari mereka tentang manajemen konfik.

R : Redam Amarah
Berkelahi bagi anak adalah pembelajaran. Marilah kita bimbing mereka dengan sabar dan bijak. Supaya kita bijak dalam membimbing mereka menyelesaikan konflik, maka kita harus meredam amarah kita. Mengapa? Adalah suatu yang wajar apabila ketika sedang marah, maka kata-kata yang keluar pun akan bernada emosional dan kurang bijaksana yang justru akan membuat anak melawan atau di sisi lain menjadi sakit hati.



E : Empati Mendengarkan
Ketika anak dalam keadaan tenang, atau sudah reda amarahnya setelah berkelahi, mari kita bangun komunikasi antara kita dan antara kedua anak yang berkelahi. Dengarkanlah pikiran dan perasaan dari setiap anak. Supaya komunikasi menjadi efektif, kita atur pembicaraan. Buatlah agar ketika satu anak berbicara, maka yang lain harus mendengarkan. Setelah mereka mengungkapkan permasalahan yang ada dan bunda bisa benar-benar paham, baru berikan nasihat dengan teknik N di kotak bawah.

N : Notifikasi Pembicaraan dan Tindakan
1. Silakan bahas tentang cara yang benar dalam menyelesaikan konflik. Yang dibahas di sini adalah materi kamunikasi efektif, belajar berbagi, belajar memahamii perasaan orang lain, cara mengungkapkan marah yang tepat, dll. Selalu pilih kata-kata yang dapat dipahami oleh anak sesuai dengan usia dan dasar pengetahuan.

2. Sampaikan perilaku baik tentang keharusan meminta maaf dengan ucapan dan tindakan setelah berkelahi. Jika dua-duanyanya bersalah, misalnya kakak merebut mainan adik berarti kakak harus minta maaf karena merebut mainan adik dan mengembalikan mainan tersebut. Jika adik memukul kakak karena merebut mainan, maka adik harus minta maaf karena memukul kakak.

3. Mengendalikan emosi memerlukan latihan. Untuk membantu latihan ini pada anak, maka mereka perlu dikenalkan dengan teknik menenangkan diri (time out). Teknik ini sudah dibahas di forum konsultasi Al Hikmah Edisi 44. Ketika kedua anak berkelahi, maka yang di-time out adalah kedua anak. Pastikan bunda menghindari penjelasan yang panjang dan emosi ketika melaksanakan teknik ini. Pembahasan diadakan dalam kondisi anak benar-benar tenang.

T: Tanamkan Energi Positif
Berikan predikat-predikat positif (anak pintar, anak sholeh, anak baik, anak sabar, dll), ucapkan hal itu sesering mungkin di setiap pertemuan dengan nanda. Hindari predikat negatif : nakal, jahat, suka merebut, tidak adil, dll.

I: Istiqomah
Lakukan latihan mengatasi konflik ini dengan istiqomah. Silakan bekerja sama dengan pasangan dan komponen pengasuhan lain terutama dalam menerapkan teknik time out bila nanda tidak bisa dihentikan maksimal 3 kali teguran/peringatan yang kita sampaikan.

NG : MenNGadakan Time out
Time out dilakukan jika anak berkelahi tapi tidak bisa berhenti walaupun sudah diberi teguran. Berkelahi ini berbeda dengan berebutan mainan. Jika hanya berebutan mainan, kita bisa membuat konsekuensi selain time out, misalnya mainan yang membuat anak berebut kita ambil dengan penjelasan : “Sepertinya ada mainan ini membuat kalian rebut, jadi kita simpan saja. Jika memang mau memainkan bersama, dan tidak berebutan, silakan minta bunda untuk mengambilkan kembali”.. Berkelahi ini perlu time out karena perlu dihentian dengan cepat, karena perkelahian ini bisa membahayakan kedua anak yang berkelahi.

Kamis, 23 Desember 2010

Where Have All The Fathers Gone?

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pembelajaran online interaktif untuk pelajar.




Ditulis oleh: Lyle Jones


Bill Cosby memang berharga. Ketika beberapa tahun silam, anaknya Bill Cosby Jr diterjang peluru, hampir sebagian warga dunia berguncang. Seorang ayah 'ideal' kehilangan anaknya. Puluhan pertanyaan berhamburan dibalik kejadian itu. Orang-orang tidak membayangkan Bill Cosby Jr punya masalah dengan bandit-bandit pengedar obat terlarang. Bukankah Bill Cosby seorang ayah ideal, humoris, sabar, pengertian, enak dan perlu.

Tidaklah berlebihan, kalau Alvin F. Poussaint M.D, seorang Asisten Profesor dari Harvard MedicalSchool, membutuhkan 10 halaman untuk menjelaskan kehebatan sang tokoh. Namun ada satu pertanyaan inti yang tidak mampu dijawab secara transparan oleh Bill.yaitu, "Where has Bill gone?". Kemanakah Bill pergi selama ini. Apakah yang ia lakukan sepanjang hari dengan anaknya. Kenapa, Bill tidak mengetahui sedikitpun tentang sepak terjang anaknya?

Malam, ketika tulisan ini sedang dirampungkan, telpon rumah saya berdering. Interlokal dari kampung saya disebuah dusun pedalaman Sumatra. Suara gagap dan ragu-ragu kakak perempuan saya mengabarkan, dua orang keponakan kami masuk penjara. Satu orang tertangkap sebagai pengedar Narkoba dan satu lagi sebagai pemakai Narkoba kronis. Sama seperti Bill Cosby, tiba-tiba puluhan pertanyaan menyergap dan mengepung ruang dalam otak kanan saya. Semua pertanyaan itu berputar-putar dan akhirnya berpilin pada sebuah
pertanyaan.. . "Where has their father gone ?" Kemanakah ayah mereka pergi selama ini ?

Sehari sebelum saya terima kabar dari kampung, dalam sebuah dialog antara pemerhati pecandu Narkoba, seorang ibu bercerita. Katanya, tak ada kesakitan yang lebih mencekam ketimbang cengkraman Narkoba pada anaknya. Dengan menahan tangis dan sedikit dendam, ia mengatakan anaknya adalah korban dari hilangnya lelaki dewasa (ayah) dalam putaran kehidupan rumah tangganya. "Where has the father gone ?" Dimana sih ayah-ayah mereka?

Anak-anak yang ditakdirkan menjadi pelaku sejarah diatas hanyalah sebagian kecil di antara berjuta anak yang sebenarnya tidak membutuhkan konseling psikologi. Apa yang mereka butuhkan namun seringkali tidak mereka miliki- adalah ayah yang peduli padanya dan punya waktu untuk bersama. Anak-anak itu tidak butuh tenaga psikiater tapi dia butuh seseorang yang bisa dipercaya. Lalu dimanakah ayah-ayah mereka? Ada dua jawaban.

Pertama, ayah yang ada tapi suka membolos. Tipe ini kita temukan dimana-mana. Di lapangan golf, tenis, bulu tangkis, kantor dan tempat lainnya. Ada ayah yang dinas luar (tugas kantor atau dakwah) ke daerah-daerah hampir setiap bulan. Ada ayah yang bekerja, berangkat sesudah subuh dan pulang larut malam. Ada juga ayah yang nongkrong, tidur-tiduran ditempat tertentu hanya untuk melegitimasi bahwa ia sibuk sepanjang hari. Sehingga seolah-olah hanya ada waktu sisa buat anak-anaknya.



Kesimpulannya, ayah-ayah ini ada di mana-mana, tapi mereka sering membolos dari waktu bersama anaknya. Mereka (ayah-ayah ini) sulit ditemukan di rapat-rapat POMG (Persatuan Orang Tua Murid dan Guru), karena ada peninggalan purba yang menyatakan bahwa urusan sekolah adalah hak mutlak sang ibu semata . Kita jarang menemukan ayah di tempat praktek dokter menggendong anaknya yang sakit. Kita juga tidak melihatnya di kantor kepolisian mengurus anaknya yang melakukan tindakan kriminal.
Ayah- ayah ini apabila ditanyakan pada mereka:apakah yang penting dalam hidupmu ? Biasanya mereka menjawab: keluarga dan anak-anak. Naifnya, jawaban ini sering tidak tercermin dalam kehidupan sehari-hari, khususnya bagaimana mereka mengatur waktu dan tenaga mereka sehari-hari antara pekerjaan dan anak. Simaklah dialog berikut ini:

Sang Anak : "Ayah, Yah main bola yuk!"
Sang Ayah : "O, ya. Ayah baca koran dulu!"
"O, ya. Ayah nonton berita dulu !"
"O, ya. Ayah janji main bola hari Sabtu!"
"O, ya. Ayah ada acara nih"
"O, ya. Ayah lagi cape ? "
"O, ya. Ayah lagi banyak kerjaan"
"O, ya. Ayah mau tapi ? "

Mungkin ayah seperti inilah yang dimaksudkan oleh hasil need assesment dari Lembaga Demografi salah satu universitas negeri di Jakarta. Jajak pendapat itu menerangkan empat ciri menonjol ayah tipe Pertama ini. Cepat marah, jarang ada waktu ngobrol dengan anak, ditakuti anak dan selalu menakar seluruh pekerjaan dengan uang.

Kedua, ayah yang ada (fisik) dan rajin tapi tidak tahu harus berbuat apa.Kita menemukan ayah-ayah ini sering berada di rumah. Mereka mengerjakan banyak hal, tapi tidak terlalu mengerti apa yang dikerjakannya. Sebuah gelombang rutinitas menjebak dan membawanya berputar-putar ke dalam pekerjaan yang memiliki kualitas rendah.

Anak-anak menjumpai tokoh ini sepanjang waktu di rumah, namun sayangnya lambat laun sang tokoh menjadi tidak berarti dalam kehidupan mereka. Tidak ada lagi kejutan-kejutan psikologis yang biasa ditunggu-tunggu anak dari seorang ayah yang normal. Ritme komunikasi berjalan tanpa greget dan hambar.

Sebagian besar korban Narkoba dan pelecehan seksual di kalangan remaja memiliki ayah tipe kedua ini. Bukan Superman tapi Superstar. Benar, ayah bukanlah superman, tapi ia adalah
superstar.

Ia bintang di tengah keluarga. Ia pembawa dan penentu model sekaligus agen sosial. Lewat aksi panggungnya yang memikat, ia menggemuruhkan keceriaan keluarga. Tapi, sebagai seorang bintang, ia tidak lahir dengan sendirinya. Ia membutuhkan dukungan, karena bagi lelaki peran ayah bukanlah peran instingtif.

Peran ini lebih membutuhkan bimbingan sosial dari pada wanita dengan perannya sebagai ibu. Sebelum dukungan datang dari luar, maka sang ayah harus mencari dukungan dari dirinya sendiri. Mereka haruslah secara kontinyu merangsang dialog dengan hati nurani secara intens dan apresiatif.

Dialog-dialog ini harus mampu meyakinkan bahwa ia tidaklah satu-satunya ayah yang sedang belajar menjadi superstar. Bahwa anak-anak membutuhkan cinta, dukungan, dorongan dan perlindungannya. Bahwa melalui anak-anak para orang tua diajarkan makna hidup, cinta, kesucian, kesabaran dan sebagainya. Bahwa anak-anak melihat dunia luar dengan perantara jendela sang superstar.

Dukungan dalam diri tidak akan berarti tanpa tekun dan sabar berlatih. Sampai suatu saat hilangnya kekakuan dalam berhadapan dengan anak-anak. Muncullah ayah yang dengan ikhlas membantu anaknya mengerjakan PR, memandikan anak, mencuci baju dan belanja. Ayah yang membacakan buku cerita untuk anaknya, mengantar anak les komputer.

Ayah-ayah inilah yang akan membuat dunia ini berputar dan menjawab pertanyaan : "Where have all the fathers gone?" dengan "Here I am. Now and forever!"

Dikopas dari: milis sekolah rumah

Apa saja yang perlu disampaikan dalam Pendidikan Seks?

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pembelajaran online interaktif untuk pelajar.





Sumber: www.dailypsychology.net

Pendidikan seks bisa diberikan sejak anak masih usia dini. Para orangtua, jangan panik dulu! Materi apa yang sebaiknya disampaikan kepada anak disesuaikan juga dengan usia dan kebutuhannya kok. Dari keseluruhan perkembangan seorang anak, kesulitan terbesar akan dihadapi para orangtua ketika harus memberikan pendidikan seks kepada anaknya yang remaja? Kenapa?
Karena pada tahap perkembangan tersebut, mereka akan mulai berpikir kritis dan mempertanyakan, atau menantang ajaran Anda. Jangan salah, mereka mempertanyakan atau menantang bukan untuk membantah. Namun, mereka sedang mempraktekkan berpikir kritis, dimana remaja mulai memiliki keinginan dan dorongan untuk memahami dan mengerti dunianya. Oke, berikut saya berikan panduan umumnya tentang pendidikan seks apa yang sebaiknya orangtua berikan pada anak, disesuaikan dengan rentang usia anak.

1. Usia TK
Dalam usia ini, cukup sering kita mendapati anak yang bertanya pada orangtuanya atau guru, “Aku itu datengnya dari mana?” atau “Bayi itu dari mana sih?” Yang bila dijawab oleh orangtua dengan perkataan seperti “Dari perut mama..” anak biasanya akan melanjutkan pertanyaan dengan “Kok bayi bisa ada di perut mama?” Nah, cukup sering saya menemui orangtua yang kemudian hanya menjawab dengan perkataan seperti “Nanti kalau sudah besar, kamu mengerti sendiri.” Saya ingat, dulu waktu kecil jawaban seperti itulah yang saya dapatkan dari orangtua saya. Bahkan sampai sekarang saya masih melihat banyak orang, seperti sepupu-sepupu saya yang sudah berkeluarga menjawab dengan kalimat yang persis sama. Ini adalah kesempatan terbesar dan termudah bagi para orangtua untuk berlatih memberikan pendidikan seks kepada anak. Kenapa termudah? Coba saja bayangkan bagaimana sulitnya Anda menjawab pertanyaan anak usia remaja (akan kita bahas nanti) seperti, “Hubungan seks itu bagaimana sih?"

Oke, jadi materi pertama yang sebaiknya diajarkan kepada anak di usia dini adalah tentang asal muasal bayi. Anda tidak perlu menjelaskan secara teknis bagaimana bayi bisa ada di perut ibu. Anak Anda juga belum mengerti bila Anda menjelaskan secara teknis. Cukup berikan penjelasan seperti “Mama dan papa saling menyayangi dan mencintai, dan ingin ada kamu di tengah-tengah kita untuk bisa berbagi rasa saying itu. Jadi, papa meletakkan kamu di perut mama.” Respon yang sangat mungkin untuk muncul dari anak adalah ia akan mempertanyakan masalah ukuran, seperti “Masak aku segede ini bisa muat di perut mama?” Nah, untuk meresponnya, Anda bisa saja menjawabnya dengan mengatakan “Awalnya kamu tidak sebesar ini sayang. Keciiil sekali. Tapi karena mama dan papa saling menyayangi satu sama lain, kamu yang kecil akhirnya tumbuh dan berkembang sampai sebesar sekarang.” Pilihan kata bisa dimodifikasi sesuka Anda, namun tekankan bahwa anak adalah hasil kasih sayang dan cinta kedua orangtuanya.

Materi berikutnya, adalah tentang perbedaan anak laki-laki dan perempuan. Anda pernah menonton filmnya John Travolta yang Look Who’s Talking? Dalam salah satu adegan dimana John dan istrinya memandikan kedua anaknya, si sulung (laki-laki) melihat badan adiknya (perempuan) dan bertanya “Dimana penis Julie?” Di usia TK ini adalah kesempatan pertama bagi orangtua untuk mulai mengajarkan perbedaan mendasar antara laki-laki dan perempuan. Berikan pemahaman kepada mereka bahwa laki-laki memiliki penis dan perempuan memiliki vagina. Sekali lagi, untuk memudahkan Anda nantinya memberikan pendidikan seks pada anak usia remaja, sebaiknya biasakan sejak dini untuk menggunakan istilah ilmiah, seperti penis, vagina, dan payudara. Kebiasaan dari kecil untuk mengganti istilah tersebut dengan sebutan yang imut, seperti burung untuk pengganti penis, hanya akan membiasakan diri Anda sendiri untuk tidak nyaman berbicara seks dengan anak. Dan juga mengajarkan kepada anak bahwa segala sesuatu yang berhubungan dengan seks tidak boleh disebut.



2. Usia SD
Dalam usia SD ini, pendidikan seks kembali ditekankan pada aspek perbedaan fisik antara laki-laki dan perempuan. Berikan pemahaman kepada mereka bahwa alat kelamin mereka adalah salah satu hal mendasar yang menentukan siapa diri mereka. Terutama sekali, ajarkan mereka bahwa tidak sembarang orang boleh menyentuh alat kelamin tersebut, sehingga mereka pun diminta untuk menghargai orang lain, terutama lawan jenisnya, dengan menjaga diri dan tidak menyentuh area sensitif tersebut. Salah satu pendidikan yang sebaiknya ditekankan sekali oleh para orangtua adalah apa yang seharusnya anak lakukan bila alat kelamin mereka disentuh oleh orang dewasa, atau bila mereka disentuh yang membuat mereka merasa tidak nyaman. Ajarkan kepada mereka tentang sentuhan-sentuhan yang wajar (seperti orangtua menggandeng tangan anak saat menyeberang jalanan atau memeluk anak saat anak sedang menangis) dengan sentuhan yang tidak wajar (seperti orang dewasa yang menyentuh alat kelamin atau meminta anak menyentuh alat kelamin mereka). Hal ini sangat penting untuk diajarkan kepada anak agar anak pun bisa melindungi dirinya dari para paedophilia (salah satu jenis kelainan seksual dimana orang dewasa mencari dan mendapatkan kepuasan seksual dari hubungan seksual dengan anak kecil).

3. SD Akhir – SMP
Dalam kelompok usia ini, berikan pendidikan seks kepada anak seputar pubertas. Berikan mereka informasi tentang perubahan-perubahan apa yang akan terjadi secara fisik saat mereka menjalani proses pubertas. Dan khusus untuk anak laki-laki, berikan penjelasan kepada mereka tentang mimpi basah. Ketika anak mulai mengalami pubertas, banyak orangtua yang memberikan penjelasan kepada anak sebatas pada aqil balik (ajaran agama Islam) dimana hal ini berarti anak sudah harus menanggung dosanya sendiri. Namun, sebaiknya disampaikan pula bahwa ketika laki-laki sudah mengalami mimpi basah dan perempuan sudah menstruasi, hal ini berarti mereka secara seksual sudah matang dan sudah bisa menghamili ataupun dihamili. Oleh karena itu, tekankan sekali lagi kepada mereka tentang pentingnya menjaga alat kelamin agar jangan sampai dipegang oleh orang yang tidak bertanggung jawab.

4. SMA – Kuliah
Dan sampailah kita kepada tahap terberat dalam memberikan pendidikan seks kepada anak. Dalam tahap ini, orangtua sebaiknya sudah mempersiapkan diri (secara mental dan materi) dalam memberikan pendidikan kepada anaknya seputar hubungan pacaran, perilaku seksual (mulai dari berpegangan tangan – berpelukan – berciuman – sampai hubungan seksual), konsep keperawanan, alat kontrasepsi, dampak hubungan seksual seperti kehamilan dan Infeksi Menular Seksual.

Jadi bagaimana para orangtua? Masih membayangkan sulitnya memberikan pendidikan seks kepada anak sejak usia dini? Bila ya, ingat saja kata kuncinya, MEMBAYANGKAN. Untuk tahu pasti tentang sulit/tidaknya, silakan dicoba. After all, experience is the best teacher right?

*Sumber ada pada penulis
Nadya Pramesrani, seorang perempuan berusia 24 tahun yang saat ini sedang menempuh pendidikan Magister Profesi di Fakultas Psikologi UI, berharap bisa lulus dalam waktu sebulan lagi. Sebelumnya, perempuan ini juga lulus sebagai Sarjana Psikologi dari universitas yang sama pada tahun 2007. Dalam psikologi, Nadya ini tertarik dalam bidang seksualitas dan perilaku seksual manusia. Sebelumnya, ia aktif dalam kegiatan Sex Education kepada kelompok remaja yang akan kembali dilanjutkan setelah berhasil lulus pendidikannya.
Di luar psikologi, hobinya ada di bidang kuliner (penyantap, bukan pembuat) dan interior design. Kalau ada kesempatan, Nadya ini ingin meneruskan impiannya sebagai interior designer yang harus tertunda. Bila sedang stres, her personal disneyland is ikea store dan index. 


Permainan untuk Balita Anda (klik play, pilih lagu di kiri, lalu tekan sembarang tuts)