Rabu, 12 Januari 2011

Guru, Berbenahlah!

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pembelajaran online interaktif untuk pelajar.




Oleh: Tabrani Yunis

DALAM sebuah seri diskusi bulanan yang diselenggarakan oleh Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh di SD Negeri Neuheun, Aceh Besar, seorang guru peserta diskusi menyatakan kekesalannya terhadap kritik-kritik yang dialamatkan kepada guru. Perasaan kesal semakin memuncak, ketika pemandu diskusi mengatakan bahwa penyebab utama dari kehancuran dan kemerosotan kualitas pendidikan di negeri ini adalah karena guru.

Pertanyaan dan pernyataan guru di atas, adalah sebuah sikap reaktif terhadap banyaknya kritikan masyarakat terhadap dunia pendidikan yang berujung pada tindakan menyalahkan guru. Setiap kali tulisan yang mengulas tentang pendidikan dari berbagai perspektif itu akan tidak pernah lepas membahas soal guru. Guru kemudian menjadi penyebab terhadap rendahnya kualitas pendidikan di tanah air.

Rasa kesal, rasa sakit hati, atau bahkan sikap menolak terhadap kritik yang disampaikan banyak masyarakat terhadap eksistensi guru dalam membangun pendidikan yang berkualitas, bisa kita fahami, karena faktor penyebab rendahnya kualitas pendidikan di negeri tercinta ini bukanlah bersumber dari faktor tunggal (single factor), tetapi banyak faktor lain yang ikut berperan. Pendidikan sebagai sebuah sistem, mengikuti mata rantai sistem pada semua level. Kita akui, walau sudah 65 tahun kita merdeka, sistem pendidikan kita masih belum ideal dan memiliki standard yang cukup baik, dibandingkan dengan sistem pendidikan di negara-negara yang sudah maju.

Disorientasi dalam visi dan misi pendidikan yang kerap menjadi komoditas politik, dan politik pendidikan kita, serta buruknya wajah manajemen pendidikan di negeri ini adalah beberapa penyebab buruknya potret kualitas pendidikn di negeri ini. Jadi, karut-marut dunia pendidikan kita di Indonesia, sekali lagi memang benar, bukan disebabkan oleh satu faktor saja.

Namun, bagi guru yang selama ini dijadikan sebagai ujung tombak bagi pembangunan pendidikan, di lembaga pendidikan formal yang bernama sekolah itu, tidak selayaknya juga guru merasa kesal dan sakit hati ketika sederetan kritik dialamatkan kepada guru. Posisi guru sebagai juru kunci dalam dunia pendidikan memberikan harapan yang sangat besar kepada orang tua, agar anak-anak mereka bisa mendapatkan pendidikan seperti yang mereka harapkan agar sekolah yang dikemudikan oleh para guru, bisa mengantarkan anak-anak mereka menjadi sosok anak yang berilmu, berketerampilan, dan berakhlak mulia.

Kini ketika arus globalisasi semakin deras memasuki ruang kehidupan kita, menyebabkan perubahan moralitas dan polakehidupan semakin global dan menghancurkan moralitas yang sudah dibangun. Ketika dunia semakin global dan budaya konsumtif semakin mengkristal, maka tantangan guru dalam mendidik di sekolah pun semakin pelik dan sulit. Guru dituntut untuk mampu mengantisipasi perubahan perilaku anak didik yang sangat pesat. Bisa jadi di satu sisi, anak semakin cepat perkembangannya dibandingkan dengan guru. Guru pun, ditutut harus mampu membangun masa depan anak yang sukses.

Di samping itu, ada realitas bahwa banyak orang tua yang secara serta-merta menyerahkan bulat-bulat anak mereka kepada guru. Namun di pihak lain, tidak sedikit orang tua dari peserta didik tentu tidak pernah mau rugi dan disalahkan ketika mereka sudah mendelegasikan tugas dan fungsi mengajar, dan mendidik anak mereka kepada guru di sekolah.

Pendek kata, di pundak guru ada beban tanggung jawab yang sangat besar dan berat. Maka selalu saja guru dituntut agar profesional dan berkualitas. Beban itu semakin berat dengan besarnya tantangan global yang menantang dan memberikan ancaman terhadap eksistensi guru. Kemajuan teknologi yang begitu pesat dan merubah gaya hidup peserta didik dan masyarakat kita, telah membuat para guru banyak yang kelimpungan. Banyak guru yang tidak mampu dan tertinggal dalam mengimbangi dan mengatasi dampak dari pemilikan alat-alat teknologi oleh peserta didiknya, karena accessibility faktor guru yang rendah terhadap produk teknologi ini. Kemudian, kecepatan peserta didik menguasai teknologi dibandingkan kebanyakan guru juga membuat perubahan moralitas yang semakin complicated, mengubah paradigma kehidupan dan pola hubungan antara peserta didik dengan guru. Kondisi ini membuat guru menjadi kurang berdaya untuk memberikan pelayanan maksimal terhadap peserta didik mereka.



Berbenahlah
Tidak ada kata lain bagi guru, selain harus berbenah menyiapkan diri menghadapi semua kemungkinan yang terjadi sejalan dengan semakin beratnya tantangan guru di masa kini dan masa depan. Para guru harus berani merefleksi, introspeksi serta melakukan koreksi terhadap segala kelemahan dan kekurangan guru selama ini dalam menjalankan tugas profesinya sebagai guru. Diakui atau tidak, persoalan kompetensi guru yang rendah adalah sebuah realitas yang terjadi saat ini dalam dunia pendidikan kita. Sangat banyak guru yang tidak layak mengajar. Persoalannya bukan saja pada syarat administratif, tetapi juga para persoalan kualitas kompetensi.

Antaranews, tanggal 8 Maret 2010 mensinyalir, sekitar 1,3 juta atau 50 persen dari 2,7 juta guru di tanah air belum layak mengajar karena kurang memenuhi standard kualifikasi maupun sertifikasi yang telah ditentukan pemerintah. Memilukan bukan? Padahal, dalam banyak janji pemerintah setiap kali pergantian pucuk pimpinan di negeri ini selalu saja berikar untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kualitas guru. Namun kenyataannya, kualitas guru masih jalan di tempat, bahkan semakin buruk. Betapa memalukan kalau hingga saat ini banyak yang menilai kompetensi guru, berupa pengetahuan, ketrampilan dan sikap profesionalnya tidak jauh berubah. Padahal, usaha pemerintah untuk meningkatkan kualitas dan kesejahteraan guru, dinilai oleh banyak orang sudah cukup signifikan membaik. Oleh sebab itu, selayaknya para guru juga bertanya pada diri sendiri. Mengapa ketika program sertifikasi, program penyetaraan dan juga berbagai penataran guru. 

Namun mengapa program-program itu tidak mampu mengatasi buruknya rupa guru dalam konstalasi kualitas?
Idealnya ketika program penyetaraan guru yang memberikan kesempatan kepada guru untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan lewat tambahan belajar secara gratis itu bisa meningkatkan kualitas guru. Nyatanya hanya beramai-ramai berburu strata satu agar bisa naik pangkat dan naik gaji.

Ketika pemerintah bermaksud meningkatkan kualitas guru lewat program sertifikasi, yang terjadi adalah para guru sibuk mencari dan mengumpulkan sertifikat, sementara pengetahuan dan ketrampilan mengajar tidak ikut meningkat? Celakanya, semua program itu menjadi program pembodohan dan pembohongan secara sistemik. Karena guru tetap tidak berubah dalam hal peningkatan kulaitas. Yang terjadi adalah dekadensi moral guru, karena menjadi pembohong demi kenaikan pangkat dan penghasilan.

Dikatakan demikian, karena banyaknya tindakan manipulasi kala mengurus kenaikan pangkat. Agar guru tidak menjadi pihak yang nanti menjadi destruktif dalam upaya perbaikan kualitas pendidikan, maka guru harus berbenah dan berubah, kembali ke khitah yang hakiki, bahwa kunci perbaikan kualitas pendikan yang utama ada pada diri guru. Maka, berbenahlah dan berkontemplasi serta berbuatlah.

* Tabrani Yunis adalah Guru dan Direktur Center for Community Development and Education (CCDE) Banda Aceh.

--
============ ========= =======
Center for Community Development and Education (CCDE)
Jl. T.P. Nyak Makam, Pango Raya
PO. Box 141 Banda Aceh 23001
Indonesia
Telp. +62 651 7428446
Email. ccde.aceh@gmail. com, potret.ccde@ gmail.com
Web : www.ccde.or.id

Cara "Gila" Membangun Indonesia...

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pembelajaran online interaktif untuk pelajar.






Cara "Gila" Membangun Indonesia: Pengalaman dari Tolikara



Salam dari Jayapura! Kami bertiga baru saja keluar
 dari pedalaman Tolikara menyaksikan Olimpiade Astronomi se Asia-Pacific. Hasilnya? Pelajar2 Indonesia menduduki urutan ke-2 dari 9 negara, dengan 
perolehan 1 medali emas, 2 perak dan 4 perunggu. Korea Selatan di urutan
 pertama dengan 2 emas. Indonesia berada diatas China, Rusia, Kazakshtan, Kyrgistan, Nepal, Cambodia, dan Bangladesh. Lebih mengejutkan lagi, 3 medali perunggu Indonesia di raih oleh pelajar asal Tolikara, kabupaten terpencil di 
Tolikara, yang selama ini mengalami keterbelakangan pendidikan dan SDM. Dari
 Tolikara, Indonesia belajar! 



Kisahnya dimulai dengan seorang "gila"
 bernama Yohanes Surya, pendiri Surya Institute dan salah satu aktivis olimpiade science dunia, yang telah sukses mempromosikan banyak anak Indonesia ke ajang 
olimpiade science dunia, memprakarsai dilaksanakannya Olimpiade Astronomi Asia
 Pacific (APAO) di Indonesia. Program ini ditawarkan ke berbagai pemda di Indonesia, namun tidak ada yang tertarik. Hingga suatu hari ... 



Yohanes Surya ketemu dengan seorang
 "gila" lainnya bernama John Tabo, orang Papua, Bupati Tolikara, 
pegunungan tengah Papua, kabupaten baru yang terisolir dan hanya bisa dicapai
 dengan naik pesawat kecil dari Jayapura ke Wamena disambung berkendaraan off-road selama 4 jam, daerah dimana laki-laki tanpa celana dan perempuan tanpa penutup dada, ditemukan dimana-mana. John Tabo, tanpa diduga, bersedia menjadi sponsor pelaksanaan APAO di Indonesia, selain menjadi tuan rumah, dia juga 
mendanai seluruh biaya persiapan tim olimpiade Indonesia yang datang dari
 berbagai daerah di Indonesia termasuk dari Papua, selama 1 tahun. John Tabo membangun tempat khusus (hotel) untuk menjadi venue olimpiade ini. Orang yang berfikir normal pasti bilang, untuk apa John gila ini urusin Olimpiade astronomi seperti ini? bukankah masih banyak persoalan internal kabupaten yang 
harus dia selesaikan? mulai dari pendidikan, kesehatan, ekonomi dan berbagai
 infrastruktur dasar? Cari kerjaan dan masalah saja! 



John Tabo melakukan terobosan "gila".
 Dana diambil dari APBD, mau dari mana lagi? Dia tidak takut BPK atau BPKP yang akan menilainya salah prosedur. Untuk John Tabo, membangun adalah untuk rakyat, jangan dibatasi oleh hal-hal administratif. Yang penting misi dia untuk membangun SDM Tolikara yang mendunia dapat tercapai, dan itu "breakthrough" untuk mengatasi kemiskinan Tolikara, tidak perlu 
menunggu sampai infrastruktur jalan akses terbuka.
 



Dikumpulkanlah 15 anak Indonesia sejak februari
 2010 di Karawaci untuk, kesemuanya "gila". 8 dari 15 anak tersebut direkrut dari SMP/SMU Tolikara, yang semuanya memiliki kemampuan matematika 
yang rendah, menyelesaikan soal matematika tingkat kelas 4 SD saja tidak mampu.
 Bahkan ada yang namanya Eko, ketika ditanya 1/5 + 1/2, langsung dijawab 1/7! Seorang anak dari Kalimantan Tengah, malah tidak diijinkan kepala sekolah dan gurunya untuk mengikuti persiapan olimpiade ini. Guru-gurunya mengatakan bahwa apa yang akan dia ikuti itu sia-sia saja. Dia melawan ini dan lari dari 
sekolah!
 



Ke-15 anak ini dilatih oleh pelatih2
 "gila", yang tidak bosan dan kesal melatih anak-anak ini. Dalam 10 
bulan ke-8 anak Tolikara ini mampu mengerjakan problem matematika paling sulit yang diajarkan pada tingkat terakhir SMA atau tingkat awal universitas.
 



Pendekatan mengajarnya juga
 "gila".  Astronomi adalah  kumpulan dari berbagai ilmu science: matematika, fisika, kimia dan biologi menjadi satu mempelajari fenomena jagad raya.  



Ini juga ilmu gila. Bayangkan seorang anak seperti
 Eko dari pedalaman Tolikara dapat menjadi salah seorang anak terpandai dibidang astronomi di dunia hanya dalam waktu 10 bulan??!! 



Urusan ijin ternyata juga "gila-gilaan" .
 Ternyata even APAO ini tidak diakui oleh Kemdiknas. Akibatnya, untuk mendatangkan peserta luar negeri, tidaklah mungkin mendapatkan fasilitas visa dari negara. Pake prosedur normal ijin dari Pemerintah cq Mendiknas tidak keluar. Entah gimana ceritanya ... 



Surya Institute akhirnya bertemu dengan seorang
 "gila" dari UKP4. Orang inilah yang mengetok Menteri Diknas, sehingga kemdiknas mau mengeluarkan ijin. Lalu orang ini memfasilitasi ijin visa disaat-saat terakhir, ketika semua sudah pasrah, bahkan orang ini mempertemukan anak-anak Indonesia dengan wakil presiden RI. Orang normal mungkin akan berfikir, apa urusannya astronomi dengan wapres??!! 



Lalu siorang gila dari UKP4 ini menugaskan 3 orang
 anggotanya yang kebetulan juga "agak gila" untuk datang menghadiri kegiatan olimpiade di Tolikara. jadilah 3 orang itu sebagai satu2nya unsur 
pemerintah pusat dalam even Olimpiade di Tolikara. Lalu 3 orang ini
 membawa-bawa nama Wakil Presiden RI dan Kepala UKP4 untuk memotivasi anak2. Dalam percakapan hati ke hati dengan 15 orang anak, semalam sebelum pengumuman, tidak kurang 7 orang anak terharu menangis, melihat begitu besarnya perhatian pemerintah RI kepada mereka, sesuatu yang tidak pernah mereka rasakan dari 
pemerintah di Jakarta selama 10 bulan mereka di godok di Karawaci. Datang dan
 duduk bersama dengan mereka, ternyata lebih dari segalanya bagi anak-anak ini. Anak-anak Tolikara begitu terharu, menangis terisak, melihat ada orang Jakarta mau datang melihat mereka di Tolikara. 




Apa hasil dari semua kegilaan ini? Selain
 perolehan medali-medali diatas: 



1. Indonesia dikenal lewat Tolikara! Tolikara,
 meskipun tidak dikenal Indonesia, namun telah membuktikan kepada dunia bahwa dari tempat yang sedikit sekali dijamah pembangunan, bisa lahir juara-juara olimpiade science, yang akan mengharumkan nama Indonesia ditingkat dunia, 



2. Tolikara mulai membenahi sumber daya manusianya
 menuju SDM berkualitas dunia. Hasil olimpiade ini telah memotivasi semua anak Tolikara bahwa keterbatasan fisik dan fasilitas bukanlah halangan bagi anak Tolikara untuk menjadi SDM terbaik dunia. 8 anak Tolikara yang bersaing di tingkat dunia menjadi saksi hidup bahwa SDM Tolikara dapat bersaing ditingkat dunia. 



3. Tolikara membuktikan bahwa mereka dapat
 membangun "lebih cepat" jika cara berfikir "gila" ini 
diterapkan. Hanya dengan cara gila seperti ini pembangunan Papua dapat
 dipercepat. 



4. Kita perlu "A Tolikara Approach"
 untuk sebuah percepatan pembangunan Papua!   



Pesan moral dari kisah ini: jadilah orang gila
 untuk membangun Indonesia lebih baik! Never underestimate things! Kesempatan ke Tolikara telah memberikan pelajaran berharga bagi saya. Belajar tidak harus selalu dari tokoh dunia. Dari seorang anak SMP yang tidak pernah diperhitungkan 
dipelosok Tolikara, kita dapat belajar untuk berbuat yang terbaik bagi
 Indonesia dan dunia. 

Kreativitas Kami Telah Lama Tertidur...

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pembelajaran online interaktif untuk pelajar.






oleh: Joko Wahyono

“Kreativitas kami telah lama tertidur, dan kegiatan ini mampu membangunkan
tidur kami”, kata Tatik Sulistyaningsih Guru SD Negeri 019 Desa Purwajaya
Kecamatan Loa Janan Kabupeten Kutai Kertanegara Kaltim. Hal senada juga
disampaikan Bambang Susilo,S.Pd, Guru SD Negeri 002 Loa Janan. Bambang
mengatakan, “Semua yang disampaikan sebenarnya sudah ada di benak semua
guru, namun saat ini banyak guru yang masih tertidur, dengan adanya kuliah
umum ini akan menggugah teman-teman untuk bangkit kembali”. Demikian dua
buah *feedback *dari sekitar 102 peserta yang mengikuti kuliah umum ; “Kiat
Menjadi Guru Kreatif, Inovatif dan Sejahtera” dimana saya (Joko Wahyono,
Ketua Umum IGI Kota Samarinda) menjadi nara sumbernya.

Kuliah umum ini diselenggarakan atas inisiatif dari Ibu Dra. Insyiah M.Psi
dari Lembaga Psikologi Terapan Kaltim yang kebetulan juga sebagai
penilik/pengawas sekolah Kantor Kementrian Pendidikan Kaltim yang
bertanggung jawab terhadap pembinaan 86 sekolah di Kaltim. Beliau merasa
perlunya memberi motivasi kepada para guru, niat ini semakin kuat setelah
beliau membaca buku “Sekolah Kaya Sekolah Miskin,Guru Kaya Guru Miskin”
karangan saya. Untuk langkah pertama kegiatan ini dimulai dengan 100 orang
guru SD perwakilan 25 sekolah @ 4 orang, bertempat di Balai Desa Purwajaya
Loa Janan Kutai Kertanegara pada tanggal 22 Desember 2010 yang baru lalu.
Program berikutnya dijadwalkan tanggal 29 Desember 2010 di Pesantren
Syaichona Cholil di Jalan Batu Besaung Samarinda Utara.

Dalam kuliah umum tersebut, Saya menyampaikan bahwa sebelum kita semua
menjadi kreatif, inovatif dan sejahtera, kita harus memiliki KOMITMEN
terlebih dahulu. Komitmen adalah adalah kesepakatan/ janji untuk melakukan
suatu kegiatan atau pekerjaan disertai dengan loyalitas berdasarkan kesamaan
nilai/visi pribadi dan visi organisasi. Para guru Indonesia harus memiliki
kekuatan yang berasal dari keyakinan, nilai-nilai, dan kepercayaan diri.
Sikap yang lahir dari keyakinan kuat, optimis dan totalitas akan membentuk
pribadi dengan sikap komitmen tinggi. Sikap ini memiliki kedekatan emosional
yang erat terhadap organisasi, yang berarti bahwa individu tersebut akan
memiliki motivasi dan keinginan untuk berkontribusi secara berarti terhadap
organisasi sekolah tempat di mana guru tersebut mengabdikan dirinya.

Setelah Berkomitmen, lakukan TEROBOSAN, Guru Indonesia bisa menjadi guru apa saja sesuai dengan kompetensi pengetahuan dan ketrampilan yang dimilikinya. Termasuk menjadi guru kreatif, inovatif dan guru Indonesia berhak untuk menjadi sejahtera. Membicarakan kreativitas selalu saja apa seperti yang
disebutkan oleh King dan Anderson sebagai orang kreatif *(the creative
person*), proses kreatif (*the creative process*) dan produk kreatif *(the
creative product*). Orang kreatif membiasakan diri untuk bersikap terbuka
terhadap sesuatu yang baru, fokus kepada kekuatan yang dimiliki, menyukai
tantangan dan berani mencoba, mengerjakan sesuatu dengan cara yang berbeda,
imaginatif dan Antusias. Orang kreatif melahirkan proses kreatif dan proses
kreatif lazimnya menghasilkan produk kreatif.

Inovatif adalah kemampuan untuk menemukan nilai komersil dari kreativitas.
Inovasi membuat kreativitas tidak cukup untuk meraih sukses. Kreatif hanya
membuat perbedaan, inovasi membuat perbedaan tersebut memiliki nilai
komersil. Dalam kesempatan tersebut juga disampaikan contoh-contoh produk
kreatif yang diharapkan menjadi inspirasi para guru, misalnya menggambar
tokoh kartun yang digemari anak-anak pada media buah-buahan (pisang), membuat kerangka robot dari bahan sederhana, contoh lainnya mengisi suara (dubber) pada film kartun menggunakan bahasa daerah, dll.

Bila guru memiliki komitmen yang tinggi, ditambah kreativitas dan inovatif,
maka guru tersebut tidak perlu mengejar kesejahteraan. tapi yakinlah bahwa
kesejahteraanlah yang akan mengejarnya. Kesejahteraan guru kreatif akan
berdatangan dari segala arah mata angin. Begitulah saya meyakinkan para
guru. Semoga bermanfaat.

Salam,


sumber: www.jokowahyono.com

Dana Abadi Pendidikan Terhambat Birokrasi

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pembelajaran online interaktif untuk pelajar.






oleh: Sri Lestari:  (Wartawan BBC Indonesia)


Pemerintah memiliki dana abadi beasiswa sebesar Rp 1 triliun yang berasal dari lonjakan penerimaan negara dari kenaikan harga minyak dunia pada awal 2010. Tetapi dana abadi untuk beasiswa itu masih disimpan dalam deposito dan baru dapat dicairkan jika komite pendidikan terbentuk.

Komite pendidikan merupakan lembaga gabungan antar departemen yaitu Kementerian Pendidikan Nasional, Kementerian Agama, Kementerian Keuangan dan Kementerian Perhubungan. Namun hingga kini lembaga itu belum terbentuk sehingga Kementerian Keuangan menyatakan tidak bisa mencairkan dana tersebut.

Kepala Pusat Investasi Pemerintah, PIP, Kementerian Keuangan, Soritaon Siregar mengatakan dana itu akan terus bertambah setiap tahun dan hanya bunganya yang akan dicairkan. "Dengan bunga tujuh persen berarti Rp70 miliar per tahun, nah bunganya ini antara lain untuk beasiswa. Sedangkan kebijakan kemana uang dikirim, siapa yang menerima dan mekanismenya akan ditentukan oleh komite pendidikan nasional," kata Soritaon Siregar.



Sementara itu Ade Irawan dari Koalisi Pendidikan mengatakan sebaiknya dana abadi untuk beasiswa ini disalurkan melalui kementrian yang sudah memilki program pendidikan, seperti Kementrian Pendidikan Nasional dan Kementrian Agama, agar cepat disalurkan. Selain itu harus jelas dulu tujuannya. "Mesti dijelaskan tujuannya apa apakah untuk anak-anak kelompok miskin supaya tidak drop out atau anak-anak orang yang berpendapatan cukup tetapi memiliki intelejensi bagus supaya lebih kreatif lagi akan menerima beasiswa," kata Ade Irawan.

Organisasi pemerhati pendidikan juga menyatakan sangat ironis pemerintah tidak dapat mencairkan dana abadi beasiswa, padahal banyak anak yang membutuhkannya. Hal terlihat ketika wartawan BBC Sri Lestari mengunjungi sebuah tempat di Kelurahan Kebon Kacang, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Seorang warga, Wiwin, ibu tiga anak mengeluhkan biaya ujian anaknya. Sehari-hari Wiwin berjualan kue dan nasi goreng di sekolah. Wiwin berharap pemerintah menggratiskan biaya pendidikan sampai tingkat SLTA.

"Negara katanya hutangnya ngak ada tapi kok sekolahan ngak maju-maju. Kalau sudah maju kok ngak ada sekolahan gratisan. Katanya di televisi dikatakan gratis tapi ngak ada yang gratis," kata Wiwin. Untuk membantu warga seperti Wiwin bisa saja dana pendidikan ini dialokasikan kepada mereka. Namun persoalan birokrasi menjadi salah satu hambatannya karena Komite Pendidikan belum terbentuk.

Dana Abadi untuk beasiswa ini merupaka ide dari Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani untuk menambah anggaran pendidikan sebesar 20 persen yang diamatkan dalam UUD 1945.

sumber: http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2010/12/101230_education_fund.shtml

Untuk Persiapan UN, Sekolah Gandeng Bimbel

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pembelajaran online interaktif untuk pelajar.





JAKARTA, KOMPAS.com- Persiapan menghadapi ujian nasional di sekolah-sekolah semakin gencar memasuki semester genap ini. Selain siswa masih harus menyelesaikan sebagaian materi kelas akhir, mereka juga dilatih untuk terbiasa dengan soal-soal prediksi ujian nasional nanti.

Bahkan, dalam persiapan ujian nasional (UN), sekolah tidak segan-segan bekerjasama dengan bimbingan belajar agar kelulusan di sekolah bisa mencapai 100 persen. Adapun siswa, umumnya merasa lebih percaya diri menghadapi UN jika bergabung di sebuah bimbingan belajar dalam kurun waktu enam bulan hingga setahun.

Maman Suwarman, Kepala SMAN 79 Jakarta, Rabu (5/1/2-11), menjelaskan, sejak Agustus lalu sekolahnya bekerjasama dengan sebuah bimbingan belajar. Semua siswa ikut dengan menambah biaya bimbingan belajar.

"Yang mampu memang membayar. Tetapi, ada 10 persen siswa tidak mampu gratis alias tidak membayar. Sebanyak lima persen lainnya bayar setengahnya saja. Jadi, tidak ada alasan siswa tidak ikut pelajaran tambahan di sekolah yang dibantu sebuah bimbingan belajar," kata Maman.

Menurut Maman, keterlibatan bimbingan belajar dalam persiapan siswa itu tetap dipantau guru. Siswa juga tidak merasa berat karena pelajaran tambahan dengan fokus mata pelajaran UN itu tetap ada di jam-jam pelajaran.

"Keputusan itu sudah dibicarakan dengan orang tua dan siswa. Jadi, siswa tidak perlu waktu ekstra lagi untuk ke bimbel. Mereka juga jadi hemat waktu dan biaya transpor," ujar Maman.

Sementara itu, Hemas, siswa kelas 3 di salah satu SMP negeri di Cikarang, Bekasi, mengatakan sudah mengikuti bimbingan belajar. Di sekolah juga akan diadakan pelajaran tambahan setelah libur sekolah usai.

"Pas pembagian rapor kemarin, sekolah memang sudah bicara dengan orang tua. Bimbingan belajar di sekolah intensif tiga bulan dengan biaya Rp 250.000," ujar Hemas.

Permainan untuk Balita Anda (klik play, pilih lagu di kiri, lalu tekan sembarang tuts)