Senin, 11 April 2011

7 Kecerdasan Majemuk

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pembelajaran online interaktif untuk pelajar.


dikutip oleh: Siti Nurdiana 




Jangan Marahi anak anda hanya karena tak masuk peringkat 10 besar di kelasnya…..

Kebanyakan di antara orang tua yang mempunyai anak di usia sekolah selalu menanyakan kepada anak yang dijumpainaya….. sekolah dimana, dapat rangking berapa? pertanyaan yang sering keluar ketiga bertemu dengan kawan atau saudara. Orang tua pasti bangga jika anaknya selalu dapat rangking , juara kelas atau jadi bintang di kelasnya, gengsi inilah yang membuat sebagian orang tua siswa menempuh segala macam cara agar anaknya jadi juara mulai dari les privat,  iku bimbel dan lain sebagainya hanya terkadang hal ini terlihat kebablasan. Kebablasan yang bagaimana? Anak dipaksa selalu mengikuti keinginan orang tua tanpa diberikan kebebasan untuk memilih.

Ketika sesuatu muncul dan jadi trend di masyarakat orang tua sibuk  berbondong-bondong mendaftarkan anaknya taruhlah contoh Sepak Bola misalnya,  ketika Sepak Bola jadi sebuah trend baru atau idola baru,   tanpa melihat bakat dan minat anak  ramailah sekolah sepak bola dibanjiri ortu yang ingin menyekolahkan anaknya di tempat tersebut.

Atau yang sering saya temui di antara anak didik saya adalah anak belajar dengan beban yang sangat berat dikarenakan oleh tuntutan orangtua yang mengharuskan anaknya pandai dan selalu dapat nilai bagus ,  akhirnya anak jadi takut salah dalam mengerjakan soal dan kurang konsentrasi dalam menerima dan memahapi pelajaran. Selalu terbayang jika pulang bukunya dibuka mama atau papa kalau nilai tak diatas 8 habislah aku………. nyanyian atau ocehan papa/mama akan keluar bagaikan senapan mesin….

Kecerdasan dan kesuksesan karir anak tak hanya diukur melalui intelektualitas saja , ada 7 kecerdasan yang bisa dimaksimalkan dalam diri anak anda untuk meraih masa depan gemilang….




APA SAJA TUJUH KECERDASAN ITU ?

Apa yang tersirat dalam pikiran anda jika mendengar kata cerdas? Profesor linglung? Kutu buku? Juara Kelas? atau mungkin anak yang selalu berkacamata yang dapat membelah atom, tetapi sulit mendapat teman kencan? atau seorang kutu buku yang membosankan, yang mengajak tamu-tamu pesta ke sudut ruangan untuk diajak berbincang tentang perkembangan terbaru dunia Cyber? Apakah kecerdasan hanya berarti cerdas di sekolah? Tentu saja tidak….

Disekitar kita banyak orang yang sukses padahal selama kuliah mereka sama sekali tidak masuk hitungan, bahkan mungkin kebanyakan orang -orang ini gagal di sekolah, tetapi saat ini mereka sukses dalam bidang  pekerjaan mereka. Contohnya seorang montir yang dapat mendiagnosis kerusakan mobil dalam waktu singkat, Seorang terapis yang berhasil menyelamatkan keluarga dari satu kehancuran dan seorang penyanyi tenor yang mampu membuat anda menitikkan air mata. Orang-orang tersebut termasuk orang-orang  cemerlang, apa pun prestasi mereka di sekolah.

Sejarah dipenuhi oleh nama-nama terkenalyang tidak pernah berprestasi disekolah. Ilmuwan dan matematikawan Isaac Newton, pengarang Leo tolstoy, dan perdana Menteri Inggris, Winston Churchill, pernah gagal disekolah mereka. Thomas Edison bahkan pernah dikeluarkan dari kelas oleh gurunya karena dianggap terlalu bodoh untuk menerima dan mempelajari pelajaran apapun. Albert Enstein baru bisa membaca saat umur tujuh tahun……..saya yakin anda akan mnemukan mereka dikelompok anak berprestasi rendah di sekolah. Tapi nyatanya orang-orang tersebut mampu memberikan kontribusi yang amat penting di dunia ilmu pengetahuan, politik, sastra, walaupun prestasi mereka di kelas buruk.

Howard gardner dalam teori Kecerdasan Majemuk mengatakan, Kecerdasan tidak hanya berupa angka IQ yang kita kenal selam ini. Kecerdasan merupakan kumpulan kepingan kemampuan yang ada di beragam bagian otak. Semua kepingan ini saling berhubungan, tetapi juga bekerja sendiri - sendiri. Dan yang terpenting mereka tidak statis atau ditentukan saat lahir. Seperti otot, kecerdasan dapat berkembang sepanjang hidup asal terus dibina dan ditingkatkan. Artinya dalam lingkungan yang tepat orang bisa menjadi semakin cerdas.

Gardner percaya bahwa dalam diri manusia, sedikitnya ada tujuh potensi kecerdasan utama atau tujuh cara manusia mengetahui sesuatu. Tujuh jenis kecerdasan ini adalah :




KECERDASAN  VISUAL / SPASIAL

Orang yang memiliki tingkat kecerdasan visual/spasial tinggi memiliki mata “super”.  Mereka biasanya memiliki daya pengamatan yang tinggi dan kemampuan berpikir dalam bentuk gambar. Mereka mampu menciptakan mahakarya atau memecahkan permasalahan rumit dibidang fisika, kadang-kadang tanpa perlu susah payah.

Anak-anak yang masuk dalam kategori ini biasanya senang bermain dengan balok kayu, membuat bangunan dari lego atau mainan konstruksi yang lain, membuat benteng dari ranting pohon atau kardus, menciptakan bentuk dengan menggunakan cat, tanah liat, atau program komputer. Mereka suka merancang poster, merangkai bunga dan menata perabot rumah tangga. Anak dengan kecerdasan visual akan dengan mudah menemukan wajah seseorang ditengah kerumunan orang banyak, mereka ahli membuat teka-teki silang dan senang mengantung gambar pada dinding.

Apabila dewasa, mereka akan senang jika menjadi arsitek, seniman, dsigner, insinyur, ahli dsign grafis, kartunis, dsign interior, kurator musium, atau ahli tofografi , dll.




KECERDASAN VERBAL/LINGUISTIK

Di dalam budaya kita, kecerdasan di bidang bahasa atau linguistik sangat umum dijumpai dan sangat dibutuhkan. Kita semua suka bicara, Akan tetapi hanya sedikit dari kita yang mampu memanfaatkan kata dan bahasa layaknya tongkat ajaib, atau apabila perlu seperti pedang. Kecerdasan bahasa bekerja bagaikan generator kata dan bahasa, ini termasuk kepekaaan dalam memahami struktur, arti, dan penggunaan bahasa, baik tertulis maupun lisan.

Anak yang memiliki kecerdasan di bidang bahasa biasanya bicara lebih cepat dan lebih sering.Mereka suka mengumpulkan kata-kata baru dan suka memamerkan perbendaharaan kata mereka pada orang lain. Mereka menyukai lelucon dan kalimat plesetan, Anak-anak dalam kelompok ini suka memutar kaset cerita berulang-ulang, sampai mereka hafal diluar kepala kalimat-kalimat panjang dari penulis favorit mereka.

Anak-anak yang punya kecerdasan di bidang bahasa bisa menjadi pengarang buku, guru, presenter, penyiar, penulis buku, pengacara, pemandu wisata, penyusun kamus, ahli hubungan masyarakat, editor, penerjemah pelawah dan yang jelas JAGO NULIS DI BLOG.



KECERDASAN MUSIK

Kecerdasan musik merupakan gabungan dari kemampuan mengenali pola nada, tinggi rendahnya nada, melodi dan irama, ditambah dengan kepekaan dalam menangkap aspek-aspek bunyi dan musik secara mendalam atau penuh perasaan. Mega bintang dalam kelompok ini termasuk komposer Beethoven,  Group musik The Beatles, pemain biola YO Yo Ma, dll. Anak-anak yang pandai dibidang musik senang menyanyi, mereka suka bersenandung mengubah lirik lagu yang mereka kenal atau mengubah kata-kata mengikuti pola musik yang teratur. mngetuk-ngetuk atau menjentik-jentikkan jari tangan, mengangguk-anggukkan kepala, merupakan tanda-tanda awal kecerdasa dibidang musik. Kecerdasan dibidang musik sudah bisa tampak ketika anak-anak masih sangat kecil sekalipun, anda mungkin pernah melihat seorang anak yang masih pakai popok berdansa dalam acara keluarga, seolah-olah hanya dia yang bisa mendengar irama.

Apabila anda memupuk kecerdasan musik pada anak anda sejak dini kelak mereka dapat membina karir sebagai penyanyi, penggubah lagu, pemusik dan segala sesuatu yang berhubungan dengan seni musik dan budaya yang lain.




KECERDASAN KINESTETIS

Keahlian dalam mengolah tubuh, kecerdasan olah tubuh merangsang kemampuan seseorang untuk mengolah tubuh secara ahli, atau untuk mengekspresikan gagasan dan emosi melalui gerakan. Ini termasuk kemampuan menangani suatu benda dengan cekatan dan membuat sesuatu. Pebasket Michael Jordan, penari dan penyanyi Josephine Baker, Ahli Kungfu Jet lee , bintang-bintang papan atas olahraga dan lain-lain.

Anak-anak yang pandai mengolah tubuh biasanya banyak bergerak  dan menyentuh segala sesuatu, anak-anak ini mengenal dunia melalui otot-otot mereka. Mereka suka membuat model, menjahit dengan jari tangan, atau belajar bahasa isyarat, anak-nak dalam kelompok ini ahli dalam olah tubuh/koreografer atau olahragawan andal.

Anak-anak dengan kecerdasan di bidang olah tubuh mungkin memilih karier sebagai penari, atlrt, pencipta tari, pematung/pemahat, ahli tenun, tukang las, montir, guru olahraga, aktor, ahli terapi dll.




KECERDASAN LOGIS/MATEMATIS

Kecerdasan matematis biasa dikaitkan dengan “otak” kecerdasan ini mengatur pola pikir deduktif dan induktif, bekerja dengan angka dan pola abstrak, serta mampu berpikir logis. Ilmuwan Albert Enstein, ahli tumbuh-tumbuhan dan ahli kimia tanaman George Washington Carver, Ahli matematika dan ahli astronomi Benyamin Bannaker, adalah orang yang memiliki kecerdasan logis dan matematis yang tinggi.

Anak-anak dalam kelompok ini biasanya menukai teka-teki, bagi mereka bilangan layaknya benda hidup, atau seperti tokoh dalam buku cerita. Mereka suka berfikir secara otomatis, mengira-ngira mengukur, dan menghitung, mereka fasih bicara masalah komputer serta menyukai segala jenis alat pertukangan. Setelah dewasa anak-anak dengan kecerdasan logis /matematis bisa menjadi ahli matematika, ahli astronomi, pencipta, ahli pikir, ahli forensik, ilmuwan, ahli filsafat, ahli tata kota, akuntan, analis komputer, dan masih banyak lagi.




KECERDASAN INTERPERSONAL

Kecerdasan interpesonal terkait dengan kepandaian untuk melihat sesuatu dari sudut pandang orang lain. Kecerdasa ini menuntun orang lain untuk memahami, bekerjasama dan berkomunikasi, serta memelihara hubungna baik dengan orang lain. anak dengan kecerdasan in biasanya pandai bergaul dan memiliki banyak teman. Di tempat bermain mereka dikenal sebagai anak-anak yang cinta damai, suatu acar aakan tidak lengkap tanpa kehadiran mereka. Anak-anak ini tidak selalu menjadi pusat perhatian. Mereka pengamat yang baik, berdiri tenang dan menepi, sementaran  tak satu hal pun luput dari perhatiannya. Mereka suka membaca buku riwayat hidup dan selalu ingin tahu apa yang memotivasi orang lain dalam bersikap dan berperilaku.

Anak-anak dengan emosi tenang ini bisa menjadi ulama, pendeta, guru, pedagang, ahli terapi, pekerja sosial, pengelola panti asuhan, ahli melobi, juru runding, psikiater, dll.




KECERDASAN INTRAPERSONAL

Anak dengan kecerdasan intrapersonal biasanya tidak cepat puas dengan hasil pekerjaan mereka. Mereka memiliki pengethua tentang dirinya, terutama kepekaan terhadap nilai, tujuan dan perasaan mereka. Sifat tersebut membuat mereka mandiri, penuh percaya diri, punya tujuan dan disiplin. Penyair emily Dickinson adalah contoh orang yang yandai mengenal dirinya sendiri. Pada saat benar-bear menyendiri Emily pernah hampir menulis 500 sajak, salah satunya berbunyi Surat ini ditujukan kepada Dunia/Yang tak pernah menyurati saya. Jane goodall seorang perintis pengamat perilaku  Simpanse, mampu menciptakan sutu kehidupan di suatu daerah Afrika yang liar, yang kemudian membagi pengalamannya kepada dunia dan masih banyak lagi.

Anak yang panda pada diri sendiri senang bekerja sendiri tetapi juga tidak ragu-ragu untuk berpartisipasi dalam kelompok, anak dengan kemampuan khusus ini senang mengingat dan mencatat mimpi mereka, dan selalu ingin tahu tentang leluhur mereka. Mereka bisa duduk berjam-jam mengamati album keluarga. Sebagai anak yang suka membaca mereka tertarik pada buku biografi, filsafat dan buku yang memiliki kualitas spiritual.

Kecerdasan ini mungkin menuntun mereka ke arah karier sebagai filosof, peneliti, ahli kearsipan, ahli agama, pengamat, ahli kebudayaan, purbakala dll.

Kenali anak kita arahkan bakat dan minatnya dan jangan sampai anak dipaksa mengikuti semua keinginan kita atau disuruh menggapai cita-cita kita yang mungkin dulu tak pernah tercapai oleh ayah atau ibunya ….kasihan kan……..

Sumber dikutip dari Buku Perpustakaan koleksi YPKM Mentari  ….Jalan Pintas Menjadi 7 kali lebih Cerdas  LAUREL SCHMIDT  Th 2002

Selasa, 05 April 2011

Mengapa Ilmuwan Banyak Berasal dari Eropa?

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pembelajaran online interaktif untuk pelajar.




Pada edisi 26 Maret 2010, salah satu jurnal sains paling bergengsi di dunia, Science, memuat sebuah artikel singkat berjudul "Asian Test-Score Culture Thwarts Creativity", yang ditulis oleh William K. Lim dari Universiti Malaysia Sarawak. Dituturkannya bahwa meskipun sejak bertahun-tahun lalu Asia didaulat akan menjadi penghela dunia sains berkat sangat besarnya investasi di bidang sains dan teknologi, kenyataannya Asia masih tetap saja tertinggal di banding negeri-negeri barat (Eropa Barat dan Amerika Utara). Menurutnya, akar permasalahannya adalah budaya pendidikan Asia yang berorientasi pada skor-tes, yang alhasil tidak mampu mengasah keterampilan berpikir dan kreativitas pelajar. Padahal kedua kemampuan itulah yang menjadi dasar untuk bisa menjadi ilmuwan yang berhasil.

Di Asia, para pelajar dan sekolah berorientasi mengejar skor-tes setinggi-tingginya. Para pelajar yang memiliki skor-tes lebih tinggi akan lebih baik karir masa depannya karena persyaratan masuk ke berbagai institusi pendidikan yang lebih tinggi dan lebih baik ditentukan oleh skor-tes. Semakin tinggi skornya tentu semakin baik pula peluangnya. Beragam pekerjaan bergengsi juga hanya bisa dimasuki oleh mereka-mereka yang memiliki skor tinggi. Sekolah yang para siswanya meraih skor-tes tinggi akan naik reputasinya, dan dengan demikian menjamin pendanaan lebih banyak. Guru pun ditekan untuk mengajar dengan orientasi agar siswa bisa memperoleh skor-tes yang tinggi. Tidak heran jika kemudian latihan-latihan tes mengambil porsi besar dalam pendidikan di sekolah-sekolah di Asia karena keberhasilan sebuah sekolah semata-mata dinilai dari catatan skor-tes yang diperoleh sekolah itu.



Akibat iklim pendidikan berorientasi skor-tes, para orangtua di Asia lazim memasukkan anak-anaknya ke suatu les pelajaran tambahan di luar sekolah sejak usia dini. Di Singapura, pada tahun 2008, sejumlah 97 dari 100 pelajar mengikuti les tambahan pelajaran di berbagai institusi persiapan tes (baca: Lembaga Bimbingan Belajar). Pada tahun 2009, industri persiapan tes di Korea Selatan bernilai 16,3 Miliar US$ atau setara dengan 146,7 triliun rupiah. Jumlah itu kira-kira senilai 36% dari anggaran pemerintah untuk dunia pendidikan di negeri ginseng.

Akibat waktu sekolah yang panjang dan beban PR yang berat, para pelajar Asia hanya terasah kemampuan intelektualnya dalam hal mengingat fakta-fakta untuk kemudian ditumpahkan kembali saat ujian. Hasil dari budaya pendidikan semacam itu adalah kurangnya keterampilan menelaah, menginvestigasi dan bernalar, yang sangat dibutuhkan dalam penemuan-penemuan ilmiah. Dalam artikelnya, William K. Lim menyatakan bahwa para mahasiswa yang ditemuinya lemah dalam melihat hubungan-hubungan dalam berbagai literatur, membuat kemungkinan- kemungkinan ide-ide, dan menyusun berbagai hipotesis. Padahal, mereka adalah para peraih skor-tes tertinggi. Hal itu membuktikan kalau sistem pendidikan Asia tidak melahirkan talenta saintifik.

Benar bahwa dalam berbagai ujian, para pelajar Asia "selalu" memiliki skor-tes lebih baik dari para pelajar Eropa Barat dan Amerika Utara berkat pendidikannya yang berorientasi skor-tes. Akan tetapi ketika bicara soal kreativitas dan kualitas hasil penelitian, para pelajar Asia jauh tertinggal. Sebagai akibatnya, sangat sedikit ilmuwan berkelas yang dihasilkan Asia. Mayoritas ilmuwan kelas dunia dari negara-negara Asia pun biasanya dididik dalam pendidikan Eropa/Amerika, bukan dalam iklim pendidikan Asia.



Tidak bisa dipungkiri bahwa para pemenang olimpiade sains dunia (fisika, sains, biologi, dan lainnya) mayoritas berasal dari Asia. Indonesia sendiri telah berkali-kali memiliki para juara. Akan tetapi mereka merupakan hasil penggodokan khusus oleh tim khusus olimpiade sains. Mereka bukan hasil alami iklim pendidikan seperti biasa. Jadi, fenomena itu sama sekali tak mengindikasikan keberhasilan sistem pendidikan di Asia. Faktanya, meskipun mendominasi kejuaraan, Asia tak kunjung melahirkan ilmuwan-ilmuwan kelas dunia. Jumlah ilmuwan yang terlahir dari Eropa/Amerika sangat timpang jauhnya dibandingkan dari Asia.

Bukti kegagalan sistem pendidikan Asia dalam menelurkan talenta saintifik berlimpah ruah. Benar bahwa Asia, terutama Asia Timur, digambarkan kuat dalam menyerap pengetahuan yang ada dan dalam mengadaptasi teknologi yang sudah ada (maklum, mereka canggih dalam mengingat). Akan tetapi Asia gagal membuat kontribusi orisinil terhadap ilmu-ilmu dasar. Hingga kini tidak ada temuan-temuan ilmiah berarti dari Asia. Kemajuan besar dalam sains dan teknologi yang digapai negeri-negeri Asia tidak ada yang merupakan karya orisinil Asia: nyaris semuanya merupakan adaptasi teknologi dari negeri-negeri barat. Padahal, negeri-negeri barat sempat cemas dengan besarnya investasi negara-negara Asia terhadap dunia pendidikan yang jumlahnya jauh melebihi investasi mereka. Dikuatirkan mereka bakal terkejar dan lantas tertinggal dari Asia dalam satu atau dua dekade saja. Akan tetapi, ternyata mereka tak perlu risau lagi. Investasi pendidikan besar-besaran negara-negara Asia telah gagal karena kesalahan Negara-negara itu dalam membangun budaya pendidikannya. Kini, Asia tetap tertinggal di belakang.

Indonesia agaknya tidak belajar dari kegagalan investasi pendidikan di negara-negara Asia lain. Pendidikan Indonesia saat ini ikut-ikutan berorientasi pada skor-tes. Konkretnya, skor-tes saat ujian nasional menjadi syarat mutlak kelulusan. Lantas, di mana-mana di berbagai sekolah di seluruh penjuru negeri, orientasi pengajarannya hanya agar para peserta didiknya berhasil melewati ujian nasional. Bulan-bulan menjelang ujian, berbagai mata pelajaran yang tidak diujiankan akan dihapus dari jadwal. Latihan tes ditekankan. Berbagai les diselenggarakan. Maklum, sekolah akan dianggap gagal jika tidak berhasil meluluskan siswa-siswanya dalam ujian nasional. Para politisi pun beramai-ramai memanasi suasana dengan `memaksa' para sekolah di daerahnya untuk bisa meluluskan siswa-siswanya, apapun caranya. Sebab, skor-tes ujian nasional di suatu daerah juga menjadi citra daerah itu. Lantas tak mengherankan jika muncul berbagai macam kecurangan untuk mengatrol nilai para siswa agar bisa lulus ujian.

Pendidikan yang berorientasi skor-tes menjadi berkah tersendiri bagi industri persiapan tes. Industri itu akan menjadi industri pendidikan yang paling menjanjikan. Potensinya luar biasa besar. Dengan jumlah pelajar yang hanya kurang dari 20% dari jumlah pelajar di Indonesia, industri persiapan tes di Korea Selatan telah menuai kapitalisasi senilai 146,7 triliun rupiah. Bayangkan besarnya potensi pasar industri persiapan tes di Indonesia, potensinya bisa diduga ratusan triliun rupiah. Anda tertarik?



Buah yang akan dituai dari budaya pendidikan berorientasi skor-tes sangat jelas, seperti ditunjukkan negara-negara Asia lain yang telah gagal: ketidakmampuan menghasilkan ilmuwan. Maka, selamanya, selama budaya pendidikan itu tak diubah, Indonesia tak akan pernah mampu menjadi pelopor di bidang sains dan teknologi. Indonesia hanya akan menjadi pengekor karya ilmiah negeri-negeri lain, seperti selama ini. Masih mending negara-negara Asia lain, seperti Korea, Taiwan, China, Singapura dan Jepang yang mampu membuat adaptasi teknologi sehingga memakmurkan negerinya. Sedangkan kita, mengadaptasi saja tak mampu, apalagi mencipta.

Agaknya pemerintah Indonesia tetap `kekeuh' mempertahankan kebijakan pendidikan skor-tes itu dengan berbagai alasannya. Tapi, pertimbangkanlah ini: jika negeri-negeri semaju seperti Korea, Jepang, Taiwan, Singapura saja telah dianggap gagal menelurkan para ilmuwan (dan dengan demikian gagal menjadi tuan di bidang sains dan teknologi) gara-gara budaya pendidikannya yang berorientasi skor-tes, masa sih kita harus meniru mereka?

Mengutip William K. Lim: "A radical trasformation of the educational culture must happen before homegrown Asian science can challenge Western technological dominance." Benar kata Tuan Lim, kita memerlukan transformasi radikal dalam pendidikan kita, atau kita akan terus menjadi negeri tak dianggap siapa-siapa.

Repost from http://psikologi- online.com/ kegagalan- sistem-pendidika n-asia

Manfaat Bermain Musik untuk Kecerdasan Anak

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pembelajaran online interaktif untuk pelajar.





Membiasakan bermain musik pada anak tidak hanya memberikan kesenangan namun juga memiliki berbagai manfaat. Adapun manfaat tersebut, berdasarkan bukti-bukut penelitian, antara lain:

Musik dan Kemampuan Spasial Anak.
Kemampuan spasial berguna untuk memahami dunia visual secara akurat, membayangkan gambar obyek, mengenali variasi obyek. Bermain puzzle, memanipulasi lego ataupun balok memerlukan kemampuan spasial. 
Kemampuan spasial sangat berguna bagi fungsi luhur otak seperti musik, catur, dan matematika kompleks. Seperti kita ketahui, banyak hal yang sulit diterangkan lewat kata-kata oleh para insinyur, tapi bisa diterangkan dengan jelas melalui gambar.
Pelajaran musik meningkatkan prestasi anak di sekolah. Setelah mengikuti 8 bulan pelajaran keyboard, anak-anak prasekolah menunjukkan 46% peningkatan kemampuan spasial. (penelitian Dr. Rauscher di University of California)



Musik dan Belajar
Bermain musik juga meningkatkan kecepatan belajar kosa kata baru. Bahkan lebih dari itu, musik meningkatkan kecepatan belajar secara permanen. Kalau dilihat dari cara kerja otak, hal ini sangat masuk akal.  
Untuk bisa memainkan musik, anak harus membaca not balok dan mengartikannya agar bisa digunakan oleh jari-jari yang menyentuh tuts piano. Beberapa bagian otak bekerja aktif sekaligus untuk mengerjakan prose input dan output tersebut. Proses yang sama diulang berkali-kali sampai akhirnya terjadilah perubahan di otak yang sifatnya permanen. 
Bermain instrumen membantu anak belajar disiplin, sebuah karakter yang sangat berguna bagi kehidupan anak di sekolah maupun dalam bermasyarakat.



Otak Pemusik Lebih Besar.
Setelah diteliti, ternyata korteks (otak bagian berpikir) pianis profesional  30% lebih besar dibanding orang yang cerdas namun tidak punya pengalaman bermain musik. Para insinyur dan desainer teknik di Silicon Valley yang terkenal cerdas ternyata, hampir tanpa perkecualian, adalah pemusik.
Jadi, apakah musik sudah menjadi bagian dari hidup anak anda, di sekolah atau di rumah?

Sumber: http://resourceful- parenting. blogspot. com/

Ciri-Ciri Anak Cerdas Bahasa

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pembelajaran online interaktif untuk pelajar.




Bakat berbahasa adalah salah satu kecerdasan yang mudah dikenali. Anak-anak dengan kecerdasan berbahasa tinggi biasanya mampu menggunakan struktur bahasa yang kompleks sebelum berumur dua (2)  tahun. Hal-hal lain yang bisa menjadi tanda kecerdasan adalah:

Pada anak usia <4 tahun:
·         Walaupun masih bayi, tapi sudah mampu mengeluarkan bunyi sebagai respons terhadap percakapan dengan orang dewasa.
·         Mampu mengucapkan kata pertama pada usia dini.
·         Menggunakan kata-kata yang sering digunakan orang dewasa.
·         Berbicara seperti orang dewasa, seolah-olah setara dengan orang dewasa.
·         Mampu mengucapkan kata-kata sederhana dengan satu atau dua suku kata
·         Menguasai jumlah kata yang banyak.
·         Mampu membuat bunyi yang bermacam-macam walaupun tak ada artinya
·         Menirukan bunyi (ambulans, klakson mobil, mobil, dsb.
·         Mengenali (tidak harus membaca) huruf dan kata-kata, seperti misalnya simbol McDonald, KFC
·         Tertarik pada buku, membuka halaman dan tertarik pada isinya.



 Pada anak usia 5-7 tahun:
·         bicara dalam kalimat
·         mengerti dan mengikuti perintah dan permintaan
·         menirukan tindakan kita tanpa menggunakan kata-kata
·         merangkai kata-kata untuk berkomunikasi
·         berusa ha menulis huruf
·         mulai membaca kata-kata
·         mengenali huruf dengan baik
·         senang membaca buku (walaupun dibacakan)


Mempelajari pengalaman saya pribadi, anak saya Jeremy yang masih berusia 2 tahun, selain fasih berbicara 2 bahasa (Ingris dan Indonesia), juga memiliki kemampuan bicara seperti anak-anak yang sudah besar. Pernyataan maupun pertanyaan yang dilontarkannya terkadang mengejutkan orang di sekitarnya, misalnya:
“Do you have energy mom? To sing a lot of songs for me?” Jeremy juga senang sekali mencoba dan berhasil mengucapkan kata-kata sulit seperti jenis-jenis spesies Dinosaurus yang sangat disukainya, seperti:
“Euoplochephalus, Quetzalcoatlus, Dromiceiomymus, Tyrannosaurus Rex, Comsognathus, Brachiosaurus, dsb” Dia juga peka terhadap perasaan orang lain dan sering menanyakan hal-hal seperti: “Are you happy mom? Are you sad?”

Sumber: http://resourceful- parenting. blogspot. com/

Bangsa Jepang, Bangsa Pembelajar

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pembelajaran online interaktif untuk pelajar.






Tokyo, Kompas - Sekalipun dalam kondisi krisis akibat gempa bumi dan tsunami, disusul radiasi nuklir akibat bocornya PLTN Fukushima Daiichi, masyarakat Jepang menunjukkan kebersamaan dan kekuatan karakter untuk bangkit kembali. Sikap itu berangkat dari kemauan melakukan otokritik atas apa yang sudah dipersiapkan dan apa yang seharusnya dilakukan pada masa depan.

Berbeda dengan Jepang, saat bencana mendera Indonesia, seperti gempa, tsunami, dan letusan gunung berapi yang susul-menyusul dalam enam tahun terakhir, terlihat betul kelemahan bangsa ini, dari ketidaksiapan infrastruktur, kacaunya manajemen bencana, hingga penjarahan oleh masyarakat. Kekeliruan itu terus berulang hingga gempa dan tsunami terakhir melanda Mentawai serta Gunung Merapi meletus, akhir tahun 2010 lalu. Bahkan, negara maju lain, seperti Amerika Serikat, terbukti tidak sekuat Jepang saat menangani badai Katrina. Penjarahan terjadi di wilayah Louisiana setelah badai terjadi.

Pakar bencana dan gempa Jepang yang ditemui wartawan KompasAhmad Arif setelah gempa dan tsunami mengakui, bencana kali ini melampaui perkiraan dan antisipasi yang telah dilakukan. Namun, mereka yakin mampu belajar dari bencana ini untuk bersiap diri lebih baik mengantisipasi bencana berikutnya.

Teruyuki Kato, profesor gempa dari Earthquake Research Institute The University of Tokyo, mengatakan, banyaknya korban yang jatuh dalam gempa bumi dan tsunami terjadi karena pemerintah dan ilmuwan gagal mengantisipasinya. “Kami sudah menerapkan sistem pencegahan tsunami, juga pendidikan kepada masyarakat agar waspada bencana. Ternyata bencananya lebih besar dari perhitungan,” katanya.

Kato mengatakan, para ilmuwan di Jepang sudah memperkirakan terjadi gempa bumi di sekitar Miyagi. “Perkiraannya terjadi dalam 30 tahun ini dengan kemungkinan 99,9 persen. Kekuatan gempanya diperkirakan hanya 7,4 skala Richter dengan tsunami maksimal 6 meter,” ujarnya. Karena itu, Pemerintah Jepang telah membangun tanggul di sepanjang pantai dengan ketinggian 10 meter. Ia menambahkan, “Namun, tsunaminya ternyata lebih besar. Kami harus belajar lebih banyak lagi ke depan.”



Semangat untuk mengoreksi kesalahan dan membangun lebih baik disampaikan Yozo Goto, ahli gempa di universitas yang sama. Gempa Kobe tahun 1981 membuat Pemerintah Jepang menetapkan standar bangunan tahan gempa hingga skala 6 MMI.

Dari pengalaman itu, gempa pekan lalu hampir tidak merusak bangunan dan infrastruktur jembatan, bahkan rel kereta api. “Yang jadi masalah sekarang, tsunami. Sekuat apa pun bangunannya, kalau kena tsunami, akan terlewati dan bisa roboh. Ini tantangan ke depan,” kata Goto.
Yamamoto Nobuto, profesor di Departemen Politik Keio University, Tokyo, mengatakan, Pemerintah Jepang sebenarnya tak siap dan terlambat mengatasi bencana ini. Penyaluran bantuan kurang baik. Sepekan setelah bencana, distribusi bantuan masih tersendat. Namun, warga Jepang di pengungsian sangat kuat dan tidak mengeluh.

“Masyarakat di pedesaan, khususnya di utara, seperti Tohoku, punya rasa memiliki komunitas yang kuat. Saya lihat tayangan di televisi, ada kakek-kakek di pengungsian yang membuat sumpit karena ingin berbuat sesuatu untuk kepentingan bersama. Intinya, masyarakat tidak akan menuntut banyak,” paparnya.
Di beberapa titik pengungsian di Kesennuma, Miyagi, nyaris tak ada keluhan dari para pengungsi sekalipun mereka dalam kondisi sulit, misalnya tak ada pemanas di tengah suhu di bawah nol derajat celsius. Mereka bersikap tenang dan antre dengan tertib.

Nobuto menambahkan, media massa di Jepang memiliki peran penting membangun karakter bangsa. Saat ada bencana besar, seluruh jam tayang iklan di televisi dibeli pemerintah untuk menyiarkan layanan masyarakat perihal bagaimana seharusnya berbagi dan berbuat baik.



Pendidikan karakter
Bambang Rudyanto, profesor di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Wako University, mengungkapkan, karakter masyarakat Jepang terbentuk dari kebiasaan sehari-hari yang dipelajari dari komunitasnya. Untuk pendidikan dasar, mereka lebih mementingkan pembentukan karakter dibandingkan dengan kognisi. Nilai tradisional juga dipegang teguh, misalnya ajaran bushido. Mereka diajari untuk bersifat kesatria. “Ada juga istilah gaman zuyoi, artinya kita harus tabah, yang diungkapkan saat menghadapi masalah,” kata pria yang telah 22 tahun tinggal di Jepang ini.[]

Sumber: KOMPAS edisi Selasa, 22 Maret 2011

Permainan untuk Balita Anda (klik play, pilih lagu di kiri, lalu tekan sembarang tuts)