Jumat, 29 Juli 2011

Alasan Si Kecil Tak Mendengarkan Anda

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.





Oleh Amelia Ayu Kinanti | Yahoo News

Merasa frustrasi karena perkataan Anda sering kali diacuhkan oleh si kecil? Berikut ini beberapa alasan anak tak mau mendengarkan perkataan orangtuanya. Helium memberikan beberapa alasan mengapa anak suka mengabaikan perkataan orangtuanya. Ini dia!

1. Menguji batasan kesabaran

Anak-anak ingin menilai sejauh mana orangtuanya bisa bersabar menghadapinya. Tujuannya untuk mengetahui sejauh mana batasannya dalam bertindak. Anak-anak sering kali membuat batasan sendiri tanpa harus mendapat instruksi dari Anda. Terkadang, caranya adalah dengan “membantah” orangtua.

2. Menilai siapa yang mengontrol

Tak jarang banyak anak-anak yang mencoba menjadi “si pengontrol” termasuk terhadap orangtua. Sekali saja mereka berhasil mengontrol Anda, maka mereka akan menggunakan cara yang sama untuk melakukannya lagi. Untuk itu Anda harus bersikap tegas. Jangan sampai anak Anda tumbuh di luar batasan nilai-nilai yang berlaku.



3. Fase pertumbuhan
Anak-anak, terutama ketika masa remaja, mengalami fase yang membuat mereka suka memberontak. Mereka seolah hidup di dunia sendiri dan seolah tak ada orang yang mengerti. Jangan biarkan fase ini membuat anak Anda makin tidak terkontrol. Anda harus banyak bicara dan mendekatkan diri padanya, dan menunjukkan bahwa Anda benar-benar peduli dan sayang.

4. Kecerdasan
Terkadang bukan maksud anak membantah atau tidak menuruti kata Anda. Namun seringkali kecerdasan mereka menuntut Anda untuk memberi alasan yang logis dan bisa diterima. Untuk itu selalu berlaku jujur pada anak Anda. Jangan memberinya alasan-alasan yang kurang logis, karena hanya akan mendatangkan beragam pertanyaan lain yang membuat Anda kewalahan menjawabnya.

Misalnya, saat anak tak mau tidur, bujuklah dia. Katakan padanya jika tidurnya kurang, maka ia tak punya energi cukup untuk bermain esok hari. Memberi alasan yang menakut-nakuti anak, seperti diculik monster atau makhluk fiktif lainnya hanya akan membuatnya bingung dan bertanya-tanya.


Sumber: Yahoo News

Kirim Surat Aduan ke Bupati, Dua Bocah SD Dikeluarkan Sekolah

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.




Oleh: Muhammad Aminudin : detikSurabaya

detikcom - Malang, Seorang wali murid SDN IV Sitirejo Malang, Lilis Setyowati (39) harus menghadapi masalah besar setelah dirinya menulis surat keluhan atas kebijakan sekolah yang dianggap memberatkan wali murid.

Surat pengaduan itu berujung dua putranya Yoga Prakoso dan Yogi Prakoso telah naik ke kelas II tidak bisa bersekolah di tempat itu lagi.

Setelah pihak sekolah mengeluarkan surat meminta kedua dipindahkan, surat pemberhentian ditandan tangani Kepala Sekolah SDN IV Sitirejo Imam Sodiqin, Komite Sekolah, Purwadi dan Koordinator Paguyuban, Netty Erianti ini diberikan kepada putra kembar Lilis saat pertama kali masuk sekolah usai libur panjang tadi siang.

Lilis menceritakan kala itu para wali murid mengeluhkan tingginya biaya pendidikan di lembaga sekolah itu serta pengembangan mutu pendidikan. Meski mereka telah membayar dana untuk menunjang prestasi anak didik.

Seperti biaya les privat. Setiap siswa harus mengeluarkan uang sebesar Rp 20 ribu. Termasuk segala bentuk kegiatan di sekolah yang dinilai kurang baik.

Para wali murid kemudian sepakat menulis sebuah pengaduan yang ditujukan kepada Bupati Malang Rendra Kresna. Waktu mengadu, Lilis tak seorang diri melainkan bersama 39 wali murid lainnya. Namun sial Lilis kemudian menjadi sasaran oleh pihak sekolah terkait surat aduan tersebut.

"Semua yang sebelumnya tanda tangan malah memaki saya, karena dianggap menjadi provokator hingga terbit surat pengaduan itu," kata Lilis saat mendatangi Pendopo Kabupaten Malang Jalan KH Agus Salim, Senin (11/7/2011).

Bukan hanya itu pihak sekolah juga mengancam akan membawa kasus ini ke jalur hukum. "Saya diancam kepala sekolah akan dilaporkan dan didenda Rp 500 juta karena membuat surat pengaduan itu," beber istri dari Taufan Efendi

Bahasa Indonesia akan Diajarkan di China

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.






Sumber: REPUBLIKA.CO.ID

DENPASAR - Bahasa Indonesia sebentar lagi akan masuk ke kurikulum pendidikan di Negeri Tirai Bambu China. Menteri Pendidikan Nasional, Mohammad Nuh, baru-baru ini menandatangani nota kerjasama bilateral dengan Menteri Pendidikan China terkait perguruan tinggi bidang bahasa.
Seperti dilansir laman resmi Kementerian Pendidikan Nasional, kerjasama tersebut dijembatani oleh East Asia Summit (EAS). " Jika sebelumnya sudah ada kerja sama yang dilakukan Indonesia dengan China untuk mengajarkan bahasa Mandarin di beberapa universitas di Indonesia, maka hari ini yang saya teken, bahasa Indonesia akan diajarkan di beberapa universitas pendidikan di China," kata Nuh usai menggelar konferensi pers EAS di Hotel Intercontinental, Bali.
Kerja sama bahasa ini salah satu bentuk promosi bahasa Indonesia di negara berpenduduk terbesar di dunia tersebut. Karena EAS sendiri, kata Menteri Nuh, merupakan gabungan dari negara-negara yang memberi kontribusi sebanyak 47 persen dari perekonomian dunia.Negara yang tergabung dalam EAS adalah anggota negara ASEAN ditambah Korea Selatan, Jepang, China, Selandia Baru, Australia, dan India. Selain itu, segera bergabung Amerika dan Rusia.
Didasari oleh fakta bahwa negara-negara EAS adalah negara dengan sumber daya alam yang besar namun belum terkelola dengan baik, maka banyak kerja sama yang bisa diupayakan untuk mengoptimalkan sumber daya tersebut. "Diharapkan EAS ini bisa menjadi kontributor kesejahteraan dunia, baik di bidang ekonomi, sosial, dan nilai kemanusiaan sebagai motor peningkatan kualitas hidup," ujarnya.

Tidak Usah Memuji Masakan Mama...!

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.





Oleh: Yacinta Senduk SE, SH, MBA, LLM

Ketika di kelas, kami memberi tugas kecil kepada murid untuk memujiorangtua mereka, memuji hasil pekerjaan ayah dan ibu di rumah, yang menurut mereka bagus, tugas ini dirasakan ganjil oleh kebanyakan murid. Namun seorang murid kami, sebut saja Andri, laki-laki berusia 14 tahun, bersikap sangat marah terhadap tugas ini. Suaranya kencang berkata, “Saya tidak mau memuji orangtua  saya! Apalagi mama saya! Itu hal yang sangat tolol! Dan saya rasa tidak ada  gunanya memuji siapapun juga!

Belum sempat pelatih bertanya mengapa, Andri melanjutkan, Coach tahu, kalau saya memuji masakan mama saya, mama akan berkata, Nggak usah dibahas! makan aja!... Tapi, kalau saya tidak berkomentar tentang masakannya, mama saya akan menanyakan bagaimana masakannya. Pernah, saya menjawab, keasinan. Mama saya marah, mama bilang, Eh! Suka nggak suka, makan aja! Mama sudah capek-capek  masak, kamu cuma tinggal makan, masih ngedumel!’” Papar murid kami...

Tuh kan, coach, kalau ngomong sama mama saya, semuanya salah! Ngomong baik, salah. Ngomong jujur, salah. Memang mama saya itu dan semua orangtua, tidak masuk akal! Saya nggak ngerti! Kata Andri menyamaratakan semua orangtua.

Akhirnya, kami meminta Andri untuk mencoba memuji ayahnya dan melaporkan reaksi sang ayah. Syukurlah, sang ayah bereaksi lebih positif terhadap pujiannya sehingga murid kami tersebut mengerti bahwa tidak semua orangtua akan menyepelekan pujian yang tulus.

Suatu hari, kami berkesempatan berbicara dengan mama Andri. Di ujung  pembicaraan ia berkata, Belakangan saya melihat anak saya itu akrab dengan papanya. Dulu tidak begitu, tetapi jika saya mendengarkan percakapan mereka, sebenarnya bagi saya sangat asing, mereka berbicara tentang hal-hal yang jujur, seperti ketika warna dasi papanya tidak bagus, Andri bilang bahwa dasi itu tidak bagus dan papanya segera mengganti dasinya tanpa ngedumel. Tapi ketika papanya mengajak makan ke sebuah restoran, Andri berkata, wah! Makanannya enak, Pa.. Memang papa hebat deh kalau memilih restoran, seru! Jelas ibu itu sambil mengernyitkan dahinya.

Lalu kenapa ibu bingung? Tanya saya.

Di dalam hidup saya, saya melihat bahwa pujian-pujian yang dilontarkan itu kebanyakan palsu. Ayah-ibu saya pedagang, mereka banyak berkata-kata manis hanya supaya dagangannya laku. Itulah sebabnya, saya tidak pernah percaya pada pujian.  Semua pujian itu palsu. Ujarnya.

Semua pujian, bu? Kembali saya bertanya.

Melihat Andri dan papanya sekarang, saya jadi belajar bahwa tidak semua  pujian adalah bohong dan tidak semua kritikan berasal dari hati yang jahat.Katanya datar.

Yacinta Senduk SE, SH, MBA, LLM adalah Principal of Yemayo Advance Education Center
Sumber: http://www.facebook.com/notes/yemayo-advance-education-center/tidak-usah-memuji-masakan-mama/10150248389491704

Film Semesta Mendukung (Mestakung)

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.




 JAKARTA- Film seMESTA menduKUNG (Mestakung) tak hanya diramaikan artis dan aktor terkenal saja. Tapi juga ikut diramaikan oleh Prof. Yohanes Surya, Ph.D, yang selama ini lebih dikenal sebagai seorang ahli fisika.

Prof. Yohanes Surya, Ph.D, tampil sebagai bintang tamu dalam salah satu adegan film besutan sutradara John de Rantau itu. Di sela-sela kesibukannya, Yohanes bersedia meluangkan waktu untuk tampil di film seMESTA menduKUNG, film terbaru produksi oleh Mizan Productions dan Falcon Picture yang direncanakan akan tayang serentak di bioskop pada Agustus 2011.

Film Mestakung merupakan film yang terinspirasi dari kisah nyata semangat tim olimpiade sains Indonesia sebagai juara umum olimpiade fisika di Singapura, namun karakter, detail cerita serta peristiwanya merupakan rekaan.

Film ini menceritakan tentang Arif, seorang anak yang sangat mencintai Fisika dan berasal dusun di Pamekasan, Madura. Jauh dari gemerlap kota dan fasilitas yang memadai sekaligus kesulitan ekonomi yang dialaminya, tidak memadamkan kecintaannya pada dunia sains khususnya Fisika.

Beruntung, dia mempunyai guru seperti Ibu Tari, seorang perempuan Minang yang karena dedikasinya terhadap dunia pendidikan rela terdampar di Madura untuk menemukan intan-intan pecinta ilmu sains. Di luar kecerdasannya, Arif tetaplah seorang anak yang merindukan sang ibu yang lama pergi. Sang ibu yang akhirnya harus dicarinya hingga ke Singapura. (rik)

Sekolah untuk Apa?

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.






Oleh: Rhenald Kasali

Beberapa hari ini kita membaca berita betapa sulitnya anak-anak kita mencari sekolah. Masuk  universitas pilihan, susahnya setengah mati. Kalaupun diterima, bak lolos dari lubang jarum. Sudah masuk, ternyata banyak yang "salah kamar". Sudah sering saya mengajak dialog mahasiswa yang bermasalah dalam perkuliahan yang begitu digali selalu mengatakan mereka masuk jurusan yang salah. Demikianlah, diterima di PTN masalah, tidak diterima juga masalah. Kalau ada uang bisa kuliah di mana  saja.

Bagaimana kalau uang tak ada? Hampir semua orang ingin menjadi sarjana, bahkan masuk program S2. Jadi birokrat atau jendral pun, sekarang banyak yang ingin punya gelar S3. Persoalan seperti itu saya hadapi waktu lulus SMA tiga puluh tahun yang lalu, dan ternyata masih menjadi masalah hari ini.  Bahkan sekarang, memilih SMP dan SMA pun sama sulitnya.Mengapa hanya soal memindahkan anak karena pindah rumah ke sekolah negeri lain saja biayanya begitu besar?  Padahal bangku sekolah masih banyak yang kosong.  Masuk sekolah susah, pindah juga sulit, diterima di perguruan tinggi untung-untungan, cari kerja susahnya minta ampun.  Lengkap sudah masalah kita.

Kalau kita sepakat sekolah adalah jembatan untuk mengangkat kesejahteraan dan daya saing bangsa, mengapa dibuat sulit?  Lantas apa yang harus dilakukan orang tua?  Jadi sekolah untuk apa di negeri yang serba sulit ini?  Kesadaran Membangun SDM Lebih dari 25 tahun yang lalu, saat berkuasa, PM Malaysia Mahathir Mohammad sadar betul pentingnya pembangunan SDM. Ia pun mengirim puluhan ribu sarjana mengambil gelar S2 dan S3 ke berbagai negara maju. hal serupa juga dilakukan China.  Tidak sampai sepuluh tahun, lulusan terbaik itu  sudah siap mengisi perekonomian negara. Hasilnya anda bisa lihat sekarang. BUMN di negara itu dipimpin orang-orang hebat, demikian pula perusahaan swasta dan birokrasinya.



Perubahan bukan hanya sampai di situ. Orang-orang muda yang kembali ke negerinya secara masif me-reform sistem pendidikan. Tradisi lama yang terlalu kognitif dibongkar. Old ways teaching yang terlalu berpusat pada guru dan papan tulis, serta peran brain memory (hafalan dan rumus)  yang dominan mulai ditinggalkan. Mereka membongkar kurikulum, memperbaiki metode pengajaran, dan seterusnya. Tak mengherankan kalau sekolah-sekolah di berbagai belahan dunia pun mulai berubah.

Di negeri Belanda saya sempat terbengong-bengong menyaksikan bagaimana universitas seterkenal Erasmus begitu mudah menerima mahasiswa.  "Semua warga negara punya hak untuk mendapat pendidikan yang layak, jadi mereka yang mendaftar harus kami terima," ujar seorang dekan di Erasmus.  Beda benar dengan universitas negeri kita yang diberi privilege untuk mencari dan mendapatkan lulusan SLTA yang terbaik. Seleksinya sangat ketat. Lantas bagaimana membangun bangsa dari lulusan yang asal masuk ini?  "Mudah saja," ujar dekan itu.  "Kita potong di tahun kedua.  Masuk tahun kedua, angka drop out tinggi sekali. 

Di sinilah kita baru bicara kualitas, sebab walaupun semua orang bicara hak, soal kemampuan dan minat bisa membuat masa depan berbeda,"ujarnya. Hal senada juga saya saksikan hari-hari ini di New Zealand.  Meski murid-murid yang kuliah sudah dipersiapkan sejak di tingkat SLTA, angka drop out mahasiswa tahun pertama cukup tinggi. Mereka pindah ke politeknik yang hanya butuh satu tahun kuliah. Yang lebih mengejutkan saya adalah saat memindahkan anak bersekolah di tingkat SLTA di New Zealand.  Sekolah yang kami tuju tentu saja sekolah yang terbaik, masuk dalam sepuluh besar nasional dengan fasilitas dan guru yang baik. Saya menghabiskan waktu beberapa hari untuk mewancarai lulusan sekolah itu masing-masing, ikut tour keliling sekolah, menanyakan kurikulum dan mengintip bagaimana pelajaran diajarkan.  Di luar dugaan saya, pindah sekolah ke sini pun ternyata begitu mudah.



Sudah lama saya gelisah dengan metode pembelajaran di sekolah-sekolah kita yang terlalu kognitif, dengan guru-guru yang merasa hebat kalau muridnya bisa dapat nilai rata-rata di atas 80 (betapapun stressnya mereka)  dan sebaliknya memandang rendah terhadap murid aktif namun tak menguasai semua subjek. Potensi anak hanya dilihat dari nilai, yang merupakan cerminan kemampuan mengkopi isi buku dan cacatan. Entah dimana keguruan itu muncul kalau sekolah tak mengajarkan critical thinking. Kita mengkritik lulusan yang biasa membebek, tapi tak berhenti menciptakan bebek-bebek dogmatik. Kalau lulusannya mudah diterima di sekolah yang baik di luar negri, mungkin guru-guru kita akan menganggap sekolahnya begitu bagus.

Mohon maaf, ternyata tidak demikian. Jangankan dibaca, diminta transkrip nilainya pun tidak. Maka jangan heran, anak dari daerah terpencil pun di Indonesia, bisa dengan mudah diterima di sekolah yang baik di luar negeri. Bahkan tanpa tes. Apa yang membuat demikian? "undang-undang menjamin semua orang punya hak yang sama untuk belajar," ujar seorang guru di New Zealand. Lantas, bukankah kualitas lulusan ditentukan inputnya?   "itu ada benarnya, tapi bukan segala-galanya, "ujar putera sulung saya yang kuliah di Auckland University tahun ketiga.  Maksudnya, test masuk tetap  ada, tetapi hanya dipakai untuk penempatan dan kualifikasi.



Di tingkat SLTA, mereka hanya diwajibkan mengambil dua mata pelajaran wajib (compulsory) yaitu matematika dan bahasa Inggris.  Pada dua mata pelajaran ini pun mereka punya tiga kategori: akselerasi, rata-rata, dan yang masih butuh bimbingan. Sekolah dilarang hanya menerima anak-anak bernilai akademik tinggi karena dapat menimbulkan guncangan karakter pada masa depan anak,  khususnya sifat-sifat superioritas, arogansi, dan kurang empati. Mereka hanya super di kedua kelas itu, di kelas lain mereka berbaur. Dan belum tentu superior di kelas lain karena pengajaran tidak hanya diberikan secara kognitif semata. Selebihnya, hanya ada empat mata pelajaran pilihan lain yang disesuaikan dengan tujuan masa depan masing-masing. Bagi mereka yang bercita-cita menjadi dokter maka biologi dan ilmu kimia wajib dikuasai. Bagi yang akan menjadi insinyur wajib menguasai fisika dan kimia. Sedangkan bagi yang ingin menjadi ekonom wajib mendalami accounting, statistik dan ekonomi. Anak-anak yang ingin menjadi ekonom tak perlu belajar biologi dan fisika. 

Beda benar dengan anak-anak kita yang harus mengambil 16 mata pelajaran di tingkat SLTA di sini, dan semuanya diwajibkan lulus di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM). Bayangkan, bukankah cita-cita pembuat kurikulum itu orangnya hebat sekali?  Mungkin dia manusia super. Seorang lulusan SLTA, tahun pertama harus menguasai 4 bidang science (biologi, ilmu kimia, fisika dan Matematika), lalu tiga bahasa (Bahasa Indonesia, Inggris dan satu bahasa lain), ditambah PPKN, sejarah, sosiologi, ekonomi, agama, geografi, kesenian, olahraga dan komputer. Hebat sekali bukan?

Tidak mengherankan kalau sekolah menjadi sangat menakutkan, stressful, banyak korban kesurupan, terbiasa mencontek, dan sebagainya. Harus diakui kurikulum SLTA kita sangat berat. Sama seperti kurikulum program S1 dua puluh tahun yang lalu yang sejajar dengan program S1 yang digabung hingga S3 di Amerika. Setelah direformasi, kini anak-anak kita bisa lulus sarjana tiga tahun. Padahal dulu butuh lima tahun. Dulu program doktor menyelesaikan di atas 100 SKS, makanya hampir tak ada yang lulus.  Kini seseorang bisa lulus doktor dalam tiga tahun.

Anda bisa saja mengatakan, dulu kita juga demikian tapi tak ada masalah kok! Di mana masalahnya?  Masalahnya, saat ini banyak hal telah berubah. Teknologi telah merubah banyak hal, anak-anak kita dikepung informasi yang lebih bersifat pendalaman dan banyak pilihan, namun datang dengan lebih menyenangkan. Belajar bukan hanya dari guru, tapi dari segala resources. Ilmu belajar menjari lebih penting dari apa yang dipelajari itu sendiri, karena itu diperlukan lebih dari seorang pengajar, yaitu pendidik. Guru tak bisa lagi memberikan semua isi buku untuk dihafalkan, tetapi guru dituntut memberikan bagaimana hidup tanpa guru, Lifelong learning. 

Saya saksikan metode belajar telah jauh berubah.  Seorang guru di West Lake Boys School di Auckland mengatakan, "Kami sudah meninggalkan old ways teaching sejak sepuluh tahun yang lalu. Makanya sekolah sekarang harus memberikan lebih banyak pilihan daripada paksaan. Percuma memberi banyak pengetahuan kalau tak bisa dikunyah. Guru kami ubah, metode diperbaharui, fasilitas baru dibangun," ujar seorang guru.
Masih banyak yang ingin saya diskusikan, namun sampai di sini ada baiknya kita berefleksi sejenak. Untuk apa kita menciptakan sekolah, dan untuk apa kita bersekolah? Mudah-mudahan kita bisa mendiskusikan lebih dalam minggu depan dan semoga anak-anak kita mendapatkan masa depannya yang lebih baik.

Rhenald Kasali adalah Ketua Program MMUI

Sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/411134/34/

Tujuh Belas Alasan Menggunakan Indismart

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.

Rabu, 27 Juli 2011

Mengajarkan Anak-anak Tentang Uang

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.





Oleh: Dr. Andyda Meliala  


Mengenali mata uang, menghitung dan menggunakan uang adalah konsep dasar mengenai uang yang dapat diajarkan kepada anak sedari dini. Berikut adalah beberapa hal yang dapat anda ajarkan kepada anak-anak.
Mengenali mata uang. Anak-anak perlu mengenali dan dapat membedakan pecahan mata uang (uang ratusan, lima ratusan, ribuan, lima ribuan dan seterusnya)

Menghitung uang. Misalnya berapakah jumlah uang bila ia memiliki dua lembar lima ribuan, tiga ribuan dan dua koin ratusan? Anda dapat menggunakan beberapa pecahan mata uang dan mengajarkan anak menghitung jumlahnya.

Menghitung harga barang dan menghitung kembalian. Misalnya, bila ia mempunyai uang sepuluh ribu Rupiah yang digunakan untuk membeli dua bungkus makanan kecil sebesar tiga ribu lima ratus Rupiah, berapa kembalian yang harus diterimanya?



Bertanggung jawab atas uang yang dimilikinya. Jika anda memberinya uang dan ia menghilangkannya, ia harus tahu bahwa itu adalah kerugian yang ditanggungnya.  Anda tidak boleh mengganti uang yang hilang. Dengan demikian ia akan lebih berhati-hati dengan uang yang dibawanya.

Menggunakan uang saku dengan bijaksana. Anda harus menetapkan sejumlah tertentu sebagai uang saku. Uang saku meliputi ongkos ke sekolah (bus, angkot atau kendaraan lain), uang jajan dan tabungan. Tabungan dapat digunakan untuk membeli benda yang ia inginkan.  Pastikan bahwa uang saku mencukupi kebutuhan anak dengan sedikit tambahan untuk ditabung, namun tidak berlebihan.

Sumber: http://resourceful-parenting.blogspot.com/

Tiga Hari Berjalan di Hutan, Anak Orang Rimba Ingin Belajar

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.







Oleh: Chaidir Anwar Tanjung - detikNews


Pekanbaru - Tidak mengenal menyerah demi mendapatkan ilmu tulis dan baca. Tiga bocah anak Orang Rimba di Jambi rela menelusuri kawasan hutan selama tiga hari untuk mencari guru pembimbingnya dari aktivis Warsi. Selama perjalanan mereka tidak makan selama dua hari. Namun usaha mereka tidak sia-sia, mereka akhirnya bertemu dengan guru pembimbingnya.

Inilah sepenggal kisah pedih dari kelompok anak-anak Orang Rimba di kawasan hutan belantara di Jambi. Nasib mereka tidak seiindah anak-anak pada umumnya yang dengan mudah mendapatkan fasilitas pendidikan dari pemerintah. Anak Orang Rimba nan jauh di pedalaman sana, sampai kini tidak mendapatkan fasilitas pendidikan formal dari pemerintah terdahulu sampai kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Untuk mengenali menulis dan mambaca, selama ini anak-anak Rimba hanya mengharapkan adanya bimbingan dari kelompok aktivis lingkungan. Salah satu kelompok aktivis yang melakukan bimbingan belajar baca dan tulis adalah Warsi yang berpusat di Jambi.

Selama ini Warsi memberikan bimbingan belajat pada anak-anak Rimba dengan pola saling bergantian. Tidak bisa saban hari mereka memberikan pelajaran buat anak-anak itu. Ini mengingat keterbatasan tenaga pengajar Warsi yang hanya dua orang yakni seorang gadis bernama Karlina dengan seorang pemuda bernama Abdi. Mereka berdua harus bergantian memberikan pelajaran pada anak-anak Rimba yang lokasinya saling berbeda. Sehingga dengan hanya ada dua tenaga pengajar, anak-anak Rimba ini paling banter sepekan sekali baru mendapatkan pelajaran menulis dan membaca dari guru pembimbingnya.

Sebagaimana siang itu, Karlina dan Abdi baru saja melakukan proses belajar mengajar serta membawa tamu dari Jakarta untuk anak-anak Rimba di kawasan Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD). Hanya beberapa hari Karlina saat itu memberikan bimbingan belajar. Namun karena ada tugas lainnya, Karlina harus segera meninggalkan anak-anak itu karena harus membimbing kelompok anak-anak yang lainnya.

Ketika Karlina meninggalkan 10 muridnya itu, rupanya secara diam-diam keesokan harinya tiga muridnya masih ingin terus belajar. Menyadari guru pembimbingnya baru akan tiba sepekan ke depan, lantas tiga bocah itu nekat mencari perwakilan Kantor Warsi yang berada sangat jauh dari kawasan taman nasional. 

Tanpa mereka sadari, di bagian belakang, tiga bocah Rimba itu adalah Kalitap (10), Besiap Bungo (7) dan Moruya (9) berjalan kaki berbekal seadanya. Sebagaimana keseharian anak Rimba mereka hanya mengenakan kain penutup kemaluan saja tanpa mengenak baju. Dari tempat tinggalnya, tiga sekawan ini terus menyelusuri kawasan hutan untuk pergi ke kantor lapangan Warsi hanya ingin belajar tulis dan baca.

Ketiga bocah ini, tetap berjalan hingga malam menjelang. Di dekat pabrik sawit PT Emal, sekitar 10 jam jalan kaki dari tempat tinggal mereka, ketiga bocah ini memutuskan untuk istirahat. Bekal mie instan 3 bungkus dan dua bungkus roti mereka bawa, menjadi menu mereka malam itu. Di bawah pepohonan sawit ketiga bebudak—sebutan orang rimba untuk anak-anak—itu tertidur di atas tanah beratapkan langit, sarung yang mereka bawa menjadi pembungkus tubuh dari serangan angin malam. Untung saja malam itu tidak turun hujan.

Keesokan paginya, ketiga budak rimba bersepakat untuk melanjutkan perjalanan, setalah sarapan pagi dengan sisa roti semalam. Tujuan mereka satu, bertemu lagi dengan tim Warsi untuk melanjutkan pelajaran mereka tempo hari. Ketiga bocah beriringan, terus menelusuri jalanan kebun sawit dan kemudian masuk ke desa hingga akhirnya setelah 4 jam mereka berjalan sampailah mereka di Pauh, tepi jalan besar yang menghubungkan Sarolangun-Jambi.

Di sini, ketiga bocah ini mencoba meminjam telepon, seorang kenalan yang ditemui di Pauh. Mereka mencoba menelpon nomor Fadli-driver-Warsi yang membawa tim Warsi. Selama di Simpang Alas, hanya nomor Fadli yang bisa di hubungi, sehingga anak-anak ini hanya mencatat nomor Fadli. Namun apa daya, sinyal yang hilang timbul menyebabkan mereka tak pernah tersambung dengan tim Warsi.

Sejenak ketiga bocah ini bimbang, mau bagaimana cara mereka untuk menemukan tim Warsi, sementara di sisi lain mereka tidak mau kembali ke rombongnya, mereka tetap ingin 'tokang' (pandai) membaca, menulis, dan berhitung. Selama ini memang ketiga bocah ini termasuk murid-murid yang diajarkan warsi, sejak 2008 silam, ketika sudah ada kesepakatan dengan Tumenggung mereka untuk adanya pendidikan di kelompok Terap. Terap merupakan kelompok Orang Rimba yang baru pada 2008 silam mau menerima pendidikan alternatif yang diberikan Warsi.

Namun keterbatasan tenaga pengajar dan banyaknya kelompok Orang Rimba yang harus di jangkau Warsi, kelompok ini, dikunjungi hanya beberapa hari dalam sebulan. Sementara di sisi lain, anak-anak rimba di kelompok ini sangat bersemangat untuk dibekali pengetahuan tentang huruf dan abjad serta merangkainya menjadi kata.

Ini juga yang membawa Kalitap dan dua rekannya untuk menyusul tim Warsi supaya mereka bisa diajarkan kembali, hingga mereka mahir membaca dan menulis serta berhitung. Perburuan mereka yang gagal menemukan tim Warsi di hari kedua, di tengah keraguan dan perjalanan panjang yag telah mereka tempuh, Moruya mengambil komando. "Awak ka SPI, mungkin kanti yoi di sana (kita ke SPI mungkin mereka di sana)," ujar Maroya dan langsung diiyakan oleh Besiap.

Walau mereka tahu, pilihan itu mengharuskan mereka berjalan sangat jauh. Pauh-SPI jika menggunakan kendaraan roda empat, menghabiskan waktu 3 jam perjalanan, apalagi jika berjalan kaki. Namun semangat "kamia ndok pintar" kembali menggerakkan langkah kaki anak-anak ini menyusuri jalan desa. Hingga sore menjelang mereka sampai di Simpang PT Emal—perkebunan sawit, sekitar 10 km dari Pauh. Di sebuah pos ronda ketiga bocah ini bermalam.

Tidak ada makan malam hari itu, dengan perut kosong ketiga bocah ini melelapkan mata. Bagi Orang Rimba sudah terbiasa untuk tidak makan seharian, masa remayo (masa paceklik) sering kali menghampiri kehidupan mereka terutama sejak semakin tipisnya sumber daya alam untuk mendukung kehidupan mereka.

Keesokan paginya, ketiga bocah ini kembali berjalan, beruntung di tengah jalan ada yang memberi tumpangan. Di bak terbuka sebuah truk cold diesel senyum para bocah ini mengembang, harapan mereka untuk bertemu tim Warsi hampir jadi nyata. Dua kali mereka berganti tumpangan dan kemudian melanjutkan dengan berjalan kaki, malam harinya akhirnya ketiga bocah ini sampai di kantor lapangan Warsi.

Abdi salah seotang guru bimbingan Warsi kaget bukan kepalang melihat tiga bocah itu sampai di kantor warsi. Malam itu, ketiga anak ini disuguhi makanan, dan disuruh istirahat di dalam kantor lapangan. Ketika mereka masuk ke dalam kantor, mereka malu dengan tas butut yang mereka bawa, dan memilih meninggalkannya di luar kantor, hanya mengambil isinya, sarung dan benda yang terbungkus dalam sarung itu. 

"Ketika dia berjalan itu, sarungnya terlepas dari genggaman Besiap, sehingga buku dan pena dalam sarung itu berceceran, saya benar-benar terharu, ternyata mereka menyusul kami karena masih ingin belajar," kata Abdi dalam perbincangan dengan detikcom, Sabtu (23/7/2011). Tak ada baju yang mereka bawa, hanya sarung dan buku serta pena. Terbukti malam itu, ketika di suruh masuk ke kamar, anak-anak itu malah menyodorkan bukunya pada Abdi, dan meminta Abdi untuk mengajari mereka membaca.

"Meski sudah menempuh perjalanan jauh dan tidak makan dua hari, mereka masih mau belajar, ya jadilah kami belajar hingga larut malam," terang Abdi. Karena keesokan harinya ada keperluan ke Jambi, Abdi tidak tega untuk tidak memenuhi keiinginan mereka belajar. Sementara Karin sudah harus menjalankan tugasnya di kelompok lain. Ketiga anak inipun di bawa ke Jambi, tentu sebelumnya Abdi sudah menanyakan kepada anak-anak ini apakah orang tuanya sudah di kasih tahu.

"Kamia dah cakopkan ka induk, ndok pergi belajor (kami sudah izin pada induk, kami mau pergi belajar," sebut Besiap. Jadilah ketiga bocah itu nangkring di boncengan Abdi menempuh perjalanan panjang 6 jam bersepeda motor. Kini ketiga bocah itu, ingin menimba ilmu sebagaimana mana umumnya anak Indonesia. Walau mereka tidak memiliki fasilitas tas dan buku yang bagus, mereka hanya memiliki keinginan yang kuat agar kelak mereka tidak terus menerus menjadi anak yang terisolasi di tengah hutan belantara.

 (cha/ndr)

Balita Anda Suka Menggigit?

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.







Oleh: Dr. Andyda Meliala

Anda mungkin mengalami hal-hal yang kurang menyenangkan karena anak balita anda suka menggigit anak atau orang lain. Anak yang digigit akan merasa kesakitan bahkan mungkin akan timbul luka. Balita suka menggigit karena berbagai alasan, misalnya kurangnya kemampuan berkomunikasi, sifat balita yang agresif, mencari perhatian, atau yang sering terjadi, anak sedang mengalami pertumbuhan gigi baru. Orang tua harus mengamati alasan mengapa balita menggigit untuk dapat mengatasinya.

Komunikasi. Seorang anak yang marah atau frustrasi mungkin menjerit atau menggeram tetapi bila emosinya terlalu tinggi ia mungkin tidak dapat mengungkapkannya secara verbal. Ia tidak dapat mengungkapkan dengan kata-kata, maka ia menggunakan cara lain, menggigit. Dua orang balita berebut mainan, atau balita pertama memegang mainan balita kedua, anak-anak itu tidak dapat mengatakan, “Boleh kupinjam?” atau “Boleh main bersama?”.

Frustasi. Jika anak mengalami frustrasi, ia harus segera diajarkan cara mengatasinya. Orang tua dan kakak sang anak harus menunjukkan cara yang benar untuk menghadapi situasi tersebut. Ajarkan anak untuk mengunakan kata-kata yang tepat.

Agresif. Seorang anak mungkin menggigit anak lain tanpa alasan, namun menunjukkan sikap menyerang. Menyerang adalah suatu tindakan dan menyebabkan rasa sakit. Dalam keadaan apapun, orang tua tidak dapat membenarkan gigitan. Anak harus diberi tahu bahwa menggigit menyebabkan orang lain merasa sakit. Anda dapat menunjukkan kepada anak bahwa menggigit itu menyakitkan dengan menyuruhnya mengggit jarinya sendiri.

Perhatian. Anak yang menggigit tahu bagaimana mendapatkan perhatian. Ia mungkin menggigit dengan sengaja untuk mendapatkan perhatian, walaupun ia akan mendapatkan perhatian yang negatif. Mungkin anak merasa tidak nyaman dan membutuhkan pehatian ekstra. Anda dapat memeluknya, meluangkan waktu  lebih banyak untuknya. Duduklah dan bacakan cerita untuknya. Usahakan memenuhi kebutuhan emosionalnya. Anda kemudian berlutut agar dapat memandang sejajar ke mata anak dan katakana dengan suara tegas dan ekspresi tidak suka, “Jangan menggigit. Itu sakit.” Kemudian alihkan perhatian kepada anak yang digigit.

Tumbuh gigi. Pada sebagian anak gigi geraham tumbuh pada pertengahan tahun kedua dan mereka perlu menggigit-gigit. Mereka menggigit anak lain karena merasa tidak nyaman dengan gusinya. Berikan mainan khusus atau biskuit yang agak keras atau wortel untuk digigit-gigit.

Tips untuk menghentikan anak yang menggigit:

Cegah sedari dini. Balita mulai dengan menggigit orang tuanya sendiri. Mungkin anda menganggapnya  biasa, atau menganggapnya sebagai "gigitan sayang", namun bila dibiarkan lambat laun anak mungkin akan menggigit orang lain.

Aturan “Kita tidak mengigit”. Ajarkan kepada anak bahwa kita tidak boleh menggigit terutama karena menyebabkan rasa sakit.

Larangan. Hentikan dengan “Jangan” yang tegas. Lakukan ini bila anda melihat anak anda hendak menggigit. Gunakan nada suara yang tegas dan ekspresi wajah tidak suka. Anda perlu mengawasi anak anda hingga anda yakin ia tidak menggigit lagi.

Hukuman. Berikan hukuman berupa setrapan. Lepaskan anak dari gendongan anda dan tinggalkan selama beberapa menit. Bila ini tidak berhasil, anda dapat mengambil mainan kesayangannya selama hari itu. Jangan balas menggigit anak untuk menunjukkan bahwa itu menyakitkan. Anak akan menganggap bahwa orang tua boleh melakukannya, sedangkan anak tidak. Jangan memukul, menampar, mencubit atau melakukan kekerasan lain bila anak menggigit atau bertindak agresif.

Permintaan Maaf. Mintalah anak anda untuk minta maaf kepada anak yang digigit. Bila anak menggigit karena marah, anda perlu menenangkannya dulu sebelum menyuruhnya meminta maaf. Anda juga perlu meminta maaf kepada orang tua anak yang digigit.

Beri Pujian. Pujilah anak karena tidak menggigit. Pujilah anak bila ia tidak menggigit lagi. Pada situasi yang anda khawatirkan anak akan menggigit, ingatkan dengan lembut agar ia tidak melakukannya. Dan pujilah anak karena ia telah berperilaku baik.

Sumber: http://resourceful-parenting.blogspot.com/

Menjadi Orang Tua Penyabar

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.






Oleh: Dr. Andyda Meliala

Kesabaran adalah landasan utama bagi keberhasilan orang tua dalam mengasuh anak.  Kesabaran adalah cara yang paling efektif dalam mengasuh anak dan juga yang paling nyaman dirasakan anak. Namun di jaman yang serba sibuk dan penuh dengan stress ini, kesabaran makin sulit didapatkan.

Saya bukanlah orang tua yang paling penyabar, justru saya merasa bahwa kesabaran adalah skill yang paling sulit dikuasai. Tapi saya merasakan banyak kemajuan. Saya percaya  kesabaran adalah sama halnya dengan kebiasaan baik lainnya, jika terus menerus dilatih maka saya akan lebih trampil lagi dalam bersabar.  

Berikut tips favorit yang saya coba dan paling membantu:

  • Tarik napas panjang. Begitu anda mulai merasakan ketidaknyamanan, tarik napas panjang 3 kali. Buang amarah anda bersama napas yang anda hembuskan. 

  • Berhitung sampai 10. Ini tip yang sangat sederhana dan sangat manjur. Amati emosi anda, ketika anda mulai merasa frustrasi atau marah, STOP! Hitung perlahan dari 1 sampai 10.
  • Break Time. Pisahkan diri anda dari anak. Anda bisa jalan keluar ruangan selama 5 menit, untuk memikirkan konflik yang terjadi dan memikirkan jalan keluarnya. Kalau anda membutuhkan waktu yang lebih banyak, ijinkan anak menonton TV atau Video selama setengah jam. Gunakan waktu itu untuk mengembalikan energi anda dan mendinginkan pikiran.
  • Pikirkan kebutuhan anak. Seringkali kita tidak sabar karena kita lupa bahwa anak kita masih kecil dan perlu bantuan untuk menjalankan tugasnya. Pastikan bahwa ekspektasi Anda sesuai dengan usia dan kemampuan anak.
  • Tertawa. Anda hanya perlu mengingatkan diri anda untuk tertawa terbahak-bahak .
  • Pause and Think. Pikirkan, apa yang hendak Anda ajarkan atau tularkan kepada anak? Apa yang penting saat ini? Kesempatan. Bagaimana anda bisa menggunakan kesempatan ‘konflik’ untuk mengajarkan sesuatu pada anak anda? Apakah anda ingin mengajarkan bahwa ‘kesalahan adalah hal yang lumrah?’ atau ‘Anda memberikan anak kebebasan untuk mengekspresikan emosinya?’
  • Bayangkan ada penonton. Bayangkan anda mempunyai audiens yang mengamati interaksi anda bersama anak anda. Bagaimana sikap anda di hadapan para audiens? Apakah anda akan tetap menunjukkan reaksi keras anda atau sebaliknya?
  • Idola. Carilah seorang idola yang memiliki kesabaran luar biasa yang anda idam-idamkan. Tanyakan pada diri anda, bagaimana kira-kira ibu ‘T’ menghandel situasi ini?
  • Catat. Anda bisa menggunakan hp atau buku harian untuk mencatat kemarahan anda. Hal ini sangat menolong anda untuk mengevaluasi pola kemarahan. Selanjutnya anda bisa memikirkan solusinya.
  • Visualisasi. Melalui evaluasi catatan kemarahan anda, anda membuat solusi agar masalah yang sama tak terulang lagi. Selanjutnya anda bisa berlatih membayangkan ‘skenario konflik’ di benak anda. Cobalah beberapa skenario solusi. Ketika konflik nyata terjadi, anda akan lebih siap dalam beraksi.


Tak ada kata terlambat untuk menjadi orang tua penyabar! 

Sumber: http://resourceful-parenting.blogspot.com/

Selasa, 26 Juli 2011

Rekor Dunia 1.585 Orang dari Berbagai Bangsa Memainkan Angklung

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.





 WASHINGTON DC, (PRLM).- National Mall Washington DC menjadi tempat bersejarah bagi pengakuan dunia akan keberadaan bangsa Indonesia. Bertempat di Nation Mall, taman yang menghadap Capitol Hill (Gedung Kongres AS) sebanyak 1.585 orang dari berbagai bangsa memainkan alat musik angklung seraya menyanyikan lagu "We Are The World" dan peristiwa, Sabtu (9/7) waktu setempat tercatat dalam Guinness World Records.

 Demikian surat elektronik yang diterima "PRLM" dari KBRI di Washington DC, permainan angklung multikultur di National Mall disambut antusias masyarakat yang datang ke Indonesian Festival 2011. "Sebelumnya mereka mendaftar untuk turut ambil bagian dalam pemecahan rekor permainan angklung ini ke surat elektronik indofest 2011 embassyofindonesia. org, dan jumlahnya lumayan banyak di atas seribu limaratus orang," ujar Duta Besar RI untuk Amerika Serikat Dino Patti Djalal.

Dikatakan Dino, upaya pembuatan rekor dunia permainan angklung tersebut merupakan salah satu cara terkini yang ditempuh KBRI Washington DC dalam mempromosikan Indonesia. Termasuk dengan memanfaatkan pengakuan UNESCO November tahun lalu terhadap angklung Indonesia sebagai warisan budaya dunia.

Upaya yang dilakukan KBRI menurut Dino dilakukan bekerja sama dengan Badan Koordinasi dan Penanaman Modal (BKPM) untuk pengadaan 5.000 angklung dan kemudian pihaknya menghubungi Guinness World Records. "Setelah angklung dating upaya selanjutnya mencari dukungan, dan warga Indonesia yang ada di sini (Amerika) sangat antusias," ujar Dino.

Adapun, jalannya kegiatan yang berlangsung menurut Dino mereka yang sudah berkumpul di National Mall, langsung melakukan registrasi dan mendapatkan alat musik angklung. Setelah berkumpul lebih dari 1500 orang Daeng Udjo (putra keempat Alm. Udjo Ngalagena) memberikan pelatihan dasar selama 30 menit.

"Setelah istirahat sebentar, barulah pementasan sebenarnya untuk membuat rekor dilakukan. Sebenarnya pihak Guinness World Records memberikan toleransi untuk tigakali pengulangan, tapi ternyata lagu "We Are The World" mampu dimainkan dalam satu kali," ujar Dino yang mengaku puas sekaligus bangga. Lagu "We Are The World" merupakan lagu ciptaan Michael Jackson dan Lionel Richie yang disuarakan oleh musisi dan penyanyi yang tergabung dalam Super Group USA for Africa. Lagu tersebut di buat dalam 20 juta copi dan
 hasil penjualannya peruntukan bagi masyarakat Africa yang tenagh terkena bencana alam kekeringan serta peperangan. (A-87/A-147) ***

sumber: http://www.pikiran-rakyat.com/node/151398

Menyiapkan Mental Anak Sebelum ke Dokter Gigi

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.




Tak sedikit orang tua yang kesulitan membawa anaknya ke dokter gigi. Rasa takut dan kekhawatiran yang berlebih sering membuat si kecil merasa enggan pergi ke dokter gigi.

Untuk itu, para orang tua perlu menyiapkan mental anak-anaknya sebelum peri ke dokter gigi. berikut beberapa kiat yang dikutip dari Helium.

1. Pengalaman pertama
Pengalaman pertama anak ke dokter gig sangatlah menentukan. Sebisa mungkin, pengalaman pertama si kecil saat ke dokter bukanlah untuk mengobati, melainkan hanya cek kesehatan gigi dan mulut. Sehingga dokter tidak melakukan tindakan berat seperti menambal atau mencabut giginya. Mengecek kesehatan gigi secara rutin setiap 6 bulan sekali akan membuat anak Anda terbiasa dengan dokter gigi.

2. Bercerita
Carilah bahan sebanyak-banyaknya mengenai kesehatan gigi dan metode dokter untuk merawat gigi. Anda bisa menceritakan hal tersebut pada anak Anda. Berikanlah pengetahuan juga mengenai alat-alat yang digunakan dokter. jelaskan pada si kecil, walau bentuk alatnya menakutkan dan bersuara bising, namun itu tidak bertujuan untuk menyakiti, tapi menyembuhkan.

3. Jujur
Jangan pernah berbohong saat ingin pergi ke dokter gigi. Misalnya Anda mengatakan ingin mengajak si kecil ke supermarket, padahal tujuan sebenarnya adalah dokter gigi. Hal itu justru akan menambah rasa takut anak.
 

4. Membawa barang kesayangan
Biarkan si kecil membawa barang kesayangannya, misalnya boneka, selimut bantal mainan atau apapun. Bisa jadi mereka merasa lebih tenang dan nyaman dengan barang-barang tersebut.

5. Antusias
Tunjukkan rasa antusias Anda saat mengajak si kecil ke dokter. Jika perlu sediakan hadiah seperti 'Sertifikat Anak Paling Berani' (buatan sendiri), atau pin kecil sebagai tanda si kecil mampu melewati rasa ketakutannya. Jika Anda bersemangat, anak Anda juga ikut bersemangat.

Selamat mencoba!

sumber: Yahoonews

Sekolah Gratis di Balikpapan

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.





Oleh: Satria Dharma


Banyak orang yg tdk percaya bahwa sekolah gratis itu mungkin di negara kita. Mungkin karena mereka sudah kekenyangan dijanjikan kemudian dibohongi soal sekolah gratis ini. Di Balikpapan sekolah sudah gratis mulai SD s/d SLTA. Sekolah publik (negeri) lho ya! Bahkan sekolah yg RSBI juga gratis...! Ngiri kan...?! :-D

Keponakan saya baru saja lulus dari SMP (swasta) dan mendaftar di SMAN 5 Balikpapan. Begitu diterima mamanya langsung mendatangi sekolah utk daftar ulang. Ini komentarnya.

"Waktu daftar ulang di SMAN 5 Bpp, aku nanya gurunya Iqbal : " bayarnya berapa, Bu..?" Dia jawab : "gratis, Bu..".

Sbg alumni TK - SMP Istiqomah, aku sempat shock mendengarnya. Belum percaya kalo sekolah anakku skrg gratis. :-D"

Ia heran bhw sekolah negeri ternyata gratis padahal sudah jadi warga Balikpapan sejak anaknya lahir. Ini karena anaknya selalu disekolahkan di sekolah swasta top di Balikpapan. Dan biaya sekolah di sekolah swasta tsb memang tinggi. Jadi sama sekali tidak ada biaya daftar ulang segala di sekolah negeri. Tidak uang SPP, tidak uang bangku, tidak uang pendaftaran ulang. Tak ada biaya sama sekali.. .!

Bahkan seorang famili yg bekerja sebagai pengawas di Dinas Pendidikan kota Balikpapan mewanti-wanti kami untuk melaporkan langsung kepadanya kalau-kalau ada sekolah negeri yang menarik biaya APAPUN...! Keren kan...!

Tapi bukankah sekolah RSBI mengenakan biaya setinggi pohon kelapa di mana-mana? Oh...tidak di Balikpapan. Di Balikpapan gratis samasekali.

Kok bisa...?! Faktanya bisa kok! Kan pemerintah pusat, propinsi, dan pemkot sudah memberi biaya khusus utk sekolah tersebut...! Jadi kenapa harus memungut biaya dari orang tua lagi? Tidak perlu.

Balikpapan memang sudah menetapkan Wajib Belajar 12 Tahun bagi warganya. Jadi itu artinya biaya sekolah (di sekolah publik) sepenuhnya menjadi kewajiban Pemerintah Kota Balikpapan. Kenapa Balikpapan sehebat ini? Karena pejabatnya benar-benar berkomitmen pada pendidikan. Bahkan ketua DPRD-nya yang bernama Andi Burhanuddin Solong pernah marah besar pada Dinas Pendidikan karena Dinas mau menerapkan aturan pungutan di sekolah RSBI. Pemkot Balikpapan diminta untuk konsisten pada perda tentang Wajib Belajar 12 tahun tersebut. Ketika Dinas Pendidikan berkilah bahwa aturan yang membolehkan pungutan tersebut adalah aturan dari Pusat, Pak ABS tidak perduli dan bilang agar Pusat suruh datang sendiri ke padanya. Tentu saja niat itu langsung kempes. Dengan demikian maka sekolah RSBI-pun gratis di Balikpapan. Two thumbs up for Balikpapan!

Saya memang sengaja menulis ini utk mengiming-imingi Anda yg tinggal di luar Balikpapan. Sekolah negeri kami gratis dan mestinya sekolah negeri di kota Anda juga bisa. Kalau Anda dibodohi oleh para pemangku kepentingan pendidikan di kota Anda dengan mengatakan bahwa sekolah tidak mungkin gratis ya suruh datang dan belajar ke Balikpapan. Kami dulu juga belajar ke Jembrana dan sekarang kami sudah bisa membuktikan bahwa kami juga bisa.

Apakah mutu pendidikan kota Balikpapan merosot karena gratis...?! Itu pemikiran geblek. Kalau pendidikan tidak dibiayai maka mutunya akan merosot. Itu jelas. Tapi di Balikpapan pendidikan dibiayai sepenuhnya oleh pemerintah daerahnya. Jadi tidak ada alasan mutu akan merosot. Balikpapan memang OK! Bagaimana dg kota Anda...?! :-D

Balikpapan, 7 Juli 2011

sumber: http://satriadharma .com/

Rabu, 20 Juli 2011

Pendidikan Moral di SD Jepang

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.

oleh: Junanto Herdiawan






Rak Sepatu di SD Jepang / photo: Junanto

Anak saya bersekolah di salah satu Sekolah Dasar Negeri (SDN) kota Tokyo, Jepang. Pekan lalu, saya diundang untuk menghadiri acara ‘open school’ di sekolah tersebut. Kalau di Indonesia, sekolah ini mungkin seperti SD Negeri yang banyak tersebar di pelosok nusantara. Biaya sekolahnya gratis dan lokasinya di sekitar perumahan.

Pada kesempatan itu, orang tua diajak melihat bagaimana anak-anak di Jepang belajar. Kami diperbolehkan masuk ke dalam kelas, dan melihat proses belajar mengajar mereka. Saya bersemangat untuk hadir, karena saya meyakini bahwa kemajuan suatu bangsa tidak bisa dilepaskan dari bagaimana bangsa tersebut mendidik anak-anaknya.

Melihat bagaimana ketangguhan masyarakat Jepang saat gempa bumi lalu, bagaimana mereka tetap memerhatikan kepentingan orang lain di saat kritis, dan bagaimana mereka memelihara keteraturan dalam berbagai aspek kehidupan, tidaklah mungkin terjadi tanpa ada kesengajaan. Fenomena itu bukan sesuatu yang terjadi by default, namun pastilah by design. Ada satu proses pembelajaran dan pembentukan karakter yang dilakukan terus menerus di masyarakat.

Dan saat saya melihat bagaimana anak-anak SD di Jepang, proses pembelajaran itu terlihat nyata. Fokus pendidikan dasar di sekolah Jepang lebih menitik beratkan pada pentingnya ‘Moral’. Moral menjadi fondasi yang ditanamkan secara sengaja pada anak-anak di Jepang. Ada satu mata pelajaran khusus yang mengajarkan anak tentang moral. Namun nilai moral diserap pada seluruh mata pelajaran dan kehidupan.

Sejak masa lampau, tiga agama utama di Jepang, Shinto, Buddha, dan Confusianisme, serta spirit samurai dan bushido, memberi landasan bagi pembentukan moral bangsa Jepang. Filosofi yang diajarkan adalah bagaimana menaklukan diri sendiri demi kepentingan yang lebih luas. Dan filosofi ini sangat memengaruhi serta menjadi inti dari sistem nilai di Jepang. Anak-anak diajarkan untuk memiliki harga diri, rasa malu, dan jujur. Mereka juga dididik untuk menghargai sistem nilai, bukan materi atau harta.


Suasana kelas dan orang tua / photo: Junanto


Di sekolah dasar, anak-anak diajarkan sistem nilai moral melalui empat aspek, yaitu Menghargai Diri Sendiri (Regarding Self), Menghargai Orang Lain (Relation to Others), Menghargai Lingkungan dan Keindahan (Relation to Nature & the Sublime), serta menghargai kelompok dan komunitas (Relation to Group & Society). Keempatnya diajarkan dan ditanamkan pada setiap anak sehingga membentuk perilaku mereka.

Pendidikan di SD Jepang selalu menanamkan pada anak-anak bahwa hidup tidak bisa semaunya sendiri, terutama dalam bermasyarakat. Mereka perlu memerhatikan orang lain, lingkungan, dan kelompok sosial. Tak heran kalau kita melihat dalam realitanya, masyarakat di Jepang saling menghargai. Di kendaraan umum, jalan raya, maupun bermasyarakat, mereka saling memperhatikan kepentingan orang lain. Rupanya hal ini telah ditanamkan sejak mereka berada di tingkat pendidikan dasar. Empat kali dalam seminggu, anak saya kebagian melakukan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga. Ia harus membersihkan dan menyikat WC, menyapu dapur, dan mengepel lantai. Setiap anak di Jepang, tanpa kecuali, harus melakukan pekerjaan-pekerjaan itu. Akibatnya mereka bisa lebih mandiri dan menghormati orang lain.

Kebersahajaan juga diajarkan dan ditanamkan pada anak-anak sejak dini. Nilai moral jauh lebih penting dari nilai materi. Mereka hampir tidak pernah menunjukkan atau bicara tentang materi. Anak-anak di SD Jepang tidak ada yang membawa handphone, ataupun barang berharga. Berbicara tentang materi adalah hal yang memalukan dan dianggap rendah di Jepang.

Keselarasan antara pendidikan di sekolah dengan nilai-nilai yang ditanamkan di rumah dan masyarakat juga penting. Apabila anak di sekolah membersihkan WC, maka otomatis itu juga dikerjakan di rumah. Apabila anak di sekolah bersahaja, maka orang tua di rumah juga mencontohkan kebersahajaan. Hal ini menjadikan moral lebih mudah tertanam dan terpateri di anak. Dengan kata lain, orang tua tidak ‘membongkar’ apa yang diajarkan di sekolah oleh guru. Mereka justru mempertajam nilai-nilai itu dalam keseharian sang anak.


Menyiapkan Makan Siang utk teman2nya / foto: Junanto

Saat makan siang tiba, anak-anak merapikan meja untuk digunakan makan siang bersama di kelas. Yang mengagetkan saya adalah, makan siang itu dilayani oleh mereka sendiri secara bergiliran. Beberapa anak pergi ke dapur  umum sekolah untuk mengambil trolley makanan dan minuman. Kemudian mereka melayani teman-temannya dengan mengambilkan makanan dan menyajikan minuman. Hal seperti ini menanamkan nilai pada anak tentang pentingnya melayani orang lain. Saya yakin, apabila anak-anak terbiasa melayani, sekiranya nanti menjadi pejabat publik, pasti nalurinya melayani  masyarakat, bukan malah minta dilayani.

Saya sendiri bukan seorang ahli pendidikan ataupun seorang pendidik. Namun sebagai orang tua yang kemarin kebetulan melihat sistem pendidikan dasar di SD Negeri Jepang, saya tercenung. Mata pelajaran yang menurut saya ‘berat’ dan kerap dipaksakan harus dihafal di SD kita, tidak terlihat di sini. Satu-satunya hafalan yang saya pikir cukup berat hanyalah huruf Kanji. Sementara, selebihnya adalah penanaman nilai.


 Mengantar minuman untuk teman / foto: Junanto

Besarnya kekuatan industri Jepang, majunya perekonomian, teknologi canggih, hanyalah ujung yang terlihat dari negeri Jepang. Di balik itu semua ada sebuah perjuangan panjang dalam membentuk budaya dan karakter. Ibarat pohon besar yang dahan dan rantingnya banyak, asalnya tetap dari satu petak akar. Dan akar itu, saya pikir adalah pendidikan dasar. Sistem pendidikan Jepang seperti di atas tadi, berlaku seragam di seluruh sekolah. Apa yang ditanamkan, apa yang diajarkan, merata di semua sekolah hingga pelosok negeri.

Mungkin di negeri kita banyak juga sekolah yang mengajarkan pembentukan karakter. Ada sekolah mahal yang bagus. Namun selama dilakukan terpisah-terpisah, bukan sebagai sistem nasional, anak akan mengalami kebingungan dalam kehidupan nyata. Apalagi kalau sekolah mahal sudah menjadi bagian dari mencari gengsi, maka satu nilai moral sudah berkurang di sana.

Di Jepang, masalah pendidikan ditangani oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Olah Raga, dan Ilmu Pengetahuan Jepang (MEXT) atau disebut dengan Monkasho. Pemerintah Jepang mensentralisir pendidikan dan mengatur proses didik anak-anak di Jepang. MEXT menyadari bahwa pendidikan tak dapat dipisahkan dari kebudayaan, karena dalam proses pendidikan, anak diajarkan budaya dan nilai-nilai moral.

Mudah-mudahan dikeluarkannya kata ‘Budaya’ dari Departemen ‘Pendidikan dan Kebudayaan’ sehingga menjadi Departemen ‘Pendidikan Nasional’ di negeri kita, bukan berarti bahwa pendidikan kita mulai melupakan Budaya, yang di dalamnya mencakup moral dan budi pekerti. Hakikat pendidikan dasar adalah juga membentuk budaya, moral, dan budi pekerti, bukan sekedar menjadikan anak-anak kita pintar dan otaknya menguasai ilmu teknologi.

Apabila halnya demikian, kita tak perlu heran kalau masih melihat banyak orang pintar dan otaknya cerdas, namun miskin moral dan budi pekerti. Mungkin kita terlewat untuk menginternalisasi nilai-nilai moral saat SD dulu. Mungkin waktu kita saat itu tersita untuk menghafal ilmu-ilmu ‘penting’ lainnya. Demikian sekedar catatan saya dari menghadiri pertemuan orang tua di SD Jepang. Salam.

Sumber: http://edukasi.kompasiana.com/2011/07/03/moral-di-sd-jepang


Junanto Herdiawan adalah Ekonom dan penggiat ilmu filsafat. Hobi jalan-jalan dan makan-makan. Saat ini tinggal dan bekerja di Tokyo. Bertugas mencermati dinamika ekonomi Jepang, Cina, Korea, Taiwan, dan Hong Kong.

Permainan untuk Balita Anda (klik play, pilih lagu di kiri, lalu tekan sembarang tuts)