Oleh: Dr. Dono Baswardono, AISEC, MA, Ph.D
Gratis, Menjadikan Anak Kreatif, Mandiri dan Cerdas Sosial
Masih ingat permainan dampu dan conglak? Ya, itu permainan tradisional yang sekarang tak lagi sering dimainkan anak-anak. Padahal permainan tradisional banyak manfaatnya dan tak perlu mengeluarkan uang. Melatih kemampuan berhitung, kemampuan memimpin hingga mengatur strategi bisa diperoleh melalui permainan tradisional. Soalnya, bagaimana cara mengenalkan kembali permainan tradisional kepada anak-anak?
Permainan tradisional (gobak sodor, benteng, dampu, dll) menekankan pada bentuk atau prosedur bermain, bukan pada materi atau bahan permainan. Permainan tradisional kita tidak bergantung pada satu materi atau bahan tertentu sehingga benda-benda alam di
sekitar dapat digunakan sebagai alat permainan tersebut. Substansi dalam permainan tradisional adalah bersenang-senang dalam bermain dan membuat alat tersebut.
Kelebihan permainan tradisional, anak-anak dirangsang untuk memiliki keahlian dan kreativitas. Anak mampu menciptakan dan memodifikasi alat permainan. Misalnya, ketika membuat mobil-mobilan dari kulit jeruk bali. Pada saat membuatnya dibutuhkan kerjasama. Setiap anak dapat melakukan dan terlibat dengan kemampuan yang dimilikinya ketika bermain.
Ketika ingin bermain pistol dari pelepah pisang, anak harus mengetahui pelepah yang bagus untuk dijadikan pistol. Sementara anak yang lain menyusun benda-benda yang akan digunakan, seperti lidi yang runcing, tali dan sebagainya. Anak yang lebih terampil akan membuatkan dan mengajarkan temannya dengan bahan-bahan yang ada. Bisa dikatakan bahwa permainan dimulai dari proses pembuatan dan pengadaan.
Kembangkan Kecerdasan Sosial dan Moral
Permainan tradisional membangun sikap sosial dimana anak mampu menjalin kerjasama, membangun sportivitas, saling percaya dan tolong-menolong. Selain itu juga mengembangkan sikap pribadi, seperti percaya diri dan menguatkan mental anak menghadapi tekanan sosial, termasuk mengelola emosi yang dapat diterima kelompok.
Permainan tradisional juga mengembangkan moralitas, dimana anak belajar menilai mana yang baik dan tidak baik. Misalnya, ada anak yang bermain curang pasti teman-temannya akan memberi hukuman moral dengan tidak mengikutkan anak yang curang dalam permainan.
Sedangkan permainan tradisional yang musti dilakukan dalam tim, bisa membangun kemampuan anak untuk menganalisis suatu keadaan dan mengambil keputusan (kemampuan berstrategi) . Anak belajar melihat bahwa setiap orang memiliki potensi sehingga setiap anak memiliki tugas sesuai dengan perannya. Misalnya anak yang mampu
berlari cepat bertugas sebagai penyerang, sedangkan anak yang kuat dan besar menjadi penjaga pertahanan. Belajar bahwa kerjasama merupakan hal yang penting untuk mencapai suatu hasil dalam kelompok dan mengatur strategi agar tidak kalah dari lawan.
Sementara permainan lompat tali yang banyak dilakukan anak perempuan, akan melatih keterampilan motorik, koordinasi dan kelenturan tubuh, tangan dan kaki. Anak belajar bahwa setiap tingkat dan tahap dari hidup merupakan tantangan, sehingga dibutuhkan strategi dan usaha yang lebih untuk bisa mencapainya. Kalau ia sudah bisa melompati suatu tingkat yang rendah, ia akan dihadapkan pada tingkat yang lebih tinggi. Jika pada tingkat yang rendah hanya membutuhkan meloncat saja, pada tingkat yang lebih tinggi dibutuhkan berlari baru meloncat.
Begitu juga dengan main congklak, anak dapat mengembangkan kemampuan berhitung dan berkonsentrasi. Jika ia menginginkan sesuatu, ia belajar untuk memfokuskan pikirannya untuk dapat menyelesaikan sesuatu dengan baik. Belajar bahwa segala sesuatu
yang kita kerjakan harus diselesaikan dengan tuntas.
Permainan Modern Latih Semangat Kompetisi
Pada permainan modern, beberapa alat atau bahan permainan memang diciptakan secara khusus untuk permainan tersebut. Bisa dikatakan pada permainan modern, kita membeli bahan dan peralatan yang digunakan merupakan bagian dari mainan tersebut. Penekanannya
lebih pada materi atau bahan permainan tersebut, dibandingkan bentuk atau prosedur permainannya.
Bermain mobil-mobilan bukan proses membuat mainan mobilnya tetapi pada mobil yang digunakan. Misalnya, kita tidak bisa dikatakan bermain boneka Barbie, tanpa boneka Barbie yang sebenarnya. Kita tidak bisa bermain playstation, tanpa menggunakan alat
playstation itu sendiri.
Selain itu subtansi pada permainan itu pun sudah bergeser. Bukan hanya bersenang-senang saja, tapi juga sangat tergantung pada gaya hidup dan status sosial. Pada permainan modern, dibutuhkan keahlian dan latihan untuk menggunakan suatu alat permainan, sehingga anak dapat dikatakan mahir dalam bermain. Hal ini mendorong anak untuk terus menerus berusaha untuk tampil lebih mahir dan lebih baik dibandingkan temannya. Ada semangat
berkompetisi yang bisa terpeleset menjadi sikap individualistis.
Kurang Waktu Bermain Bersama Anak
Banyak faktor yang membuat permaian tradisional tak lagi dilirik anak-anak. Terutama karena sedikitnya waktu orangtua sehingga mereka memilih untuk memberikan permainan yang siap pakai, tanpa repot mencari bahan dan membuatnya.
Perubahan gaya hidup yang sangat industrial dan konsumtif membuat substansi bermain bukan hanya bersenang-senang, tapi juga mempengaruhi gaya hidup anak sendiri. Anak akan diterima dalam status sosial yang lebih tinggi jika memiliki mainan yang mahal dan bermerk. Anak tidak hanya sekadar dapat bermain boneka atau mobil saja, tapi lebih pada boneka atau mobil merk apakah yang mereka mainkan. Seorang anak bisa dikatakan tidak gaul alias cupu
jika tidak bisa memainkan Playstation. Sayangnya, orangtua cenderung mendukung kondisi ini, dengan melimpahi anak dengan permainan-permainan sesuai dengan tren yang ada.
Mengenalkan Permainan Tradisional
Untuk memperkenalkan kembali permainan tradisional, orangtua bisa mulai memperhatikan lingkungan sekitar. Benda-benda apa yang paling menonjol dari lingkungan sekitar Anda? Adakah yang bisa digunakan sebagai bahan permainan?
Libatkan anak untuk melihat bahwa dari setiap benda yang ada dapat dimanfaatkan menjadi suatu permainan. Ajak anak untuk ikut mengklasifikasikan sesuai dengan fungsinya. Pastikan permainan berasal dari bahan yang ramah lingkungan, tidak berbahaya bagi
anak, murah dan tepat guna.
Telisik pula manfaat apakah yang ada dalam permainan yang akan anda buat nanti. Apakah untuk mengembangkan kecakapan sosial, emosi, fisik, atau kecerdasan.
Dorong anak untuk mengambil perannya sesuai dengan kemampuan dan usianya. Misalnya anak yang lebih besar diminta menggunting bahan, yang kecil diminta melem. Sehingga semua merasa punya peran dalam permainan tersebut. Jangan lupa untuk memberi reward
pujian dan penghargaan terhadap hasil yang sudah dicapai bersama.
Setelah selesai menyiapkan, tentu mainkan bersama-sama. Usai bermain, bicarakanlah permainan tersebut. Ini merupakan kesempatan orangtua untuk menjelaskan nilai-nilai kehidupan yang mereka jalani. DB
Dr. Dono Baswardono, AISEC, MA, Ph.D
Psikoanalis
sumber: <
Permainan tradisional juga mengembangkan moralitas, dimana anak belajar menilai mana yang baik dan tidak baik. Misalnya, ada anak yang bermain curang pasti teman-temannya akan memberi hukuman moral dengan tidak mengikutkan anak yang curang dalam permainan.
Sedangkan permainan tradisional yang musti dilakukan dalam tim, bisa membangun kemampuan anak untuk menganalisis suatu keadaan dan mengambil keputusan (kemampuan berstrategi) . Anak belajar melihat bahwa setiap orang memiliki potensi sehingga setiap anak memiliki tugas sesuai dengan perannya. Misalnya anak yang mampu
berlari cepat bertugas sebagai penyerang, sedangkan anak yang kuat dan besar menjadi penjaga pertahanan. Belajar bahwa kerjasama merupakan hal yang penting untuk mencapai suatu hasil dalam kelompok dan mengatur strategi agar tidak kalah dari lawan.
Sementara permainan lompat tali yang banyak dilakukan anak perempuan, akan melatih keterampilan motorik, koordinasi dan kelenturan tubuh, tangan dan kaki. Anak belajar bahwa setiap tingkat dan tahap dari hidup merupakan tantangan, sehingga dibutuhkan strategi dan usaha yang lebih untuk bisa mencapainya. Kalau ia sudah bisa melompati suatu tingkat yang rendah, ia akan dihadapkan pada tingkat yang lebih tinggi. Jika pada tingkat yang rendah hanya membutuhkan meloncat saja, pada tingkat yang lebih tinggi dibutuhkan berlari baru meloncat.
Begitu juga dengan main congklak, anak dapat mengembangkan kemampuan berhitung dan berkonsentrasi. Jika ia menginginkan sesuatu, ia belajar untuk memfokuskan pikirannya untuk dapat menyelesaikan sesuatu dengan baik. Belajar bahwa segala sesuatu
yang kita kerjakan harus diselesaikan dengan tuntas.
Permainan Modern Latih Semangat Kompetisi
Pada permainan modern, beberapa alat atau bahan permainan memang diciptakan secara khusus untuk permainan tersebut. Bisa dikatakan pada permainan modern, kita membeli bahan dan peralatan yang digunakan merupakan bagian dari mainan tersebut. Penekanannya
lebih pada materi atau bahan permainan tersebut, dibandingkan bentuk atau prosedur permainannya.
Bermain mobil-mobilan bukan proses membuat mainan mobilnya tetapi pada mobil yang digunakan. Misalnya, kita tidak bisa dikatakan bermain boneka Barbie, tanpa boneka Barbie yang sebenarnya. Kita tidak bisa bermain playstation, tanpa menggunakan alat
playstation itu sendiri.
Selain itu subtansi pada permainan itu pun sudah bergeser. Bukan hanya bersenang-senang saja, tapi juga sangat tergantung pada gaya hidup dan status sosial. Pada permainan modern, dibutuhkan keahlian dan latihan untuk menggunakan suatu alat permainan, sehingga anak dapat dikatakan mahir dalam bermain. Hal ini mendorong anak untuk terus menerus berusaha untuk tampil lebih mahir dan lebih baik dibandingkan temannya. Ada semangat
berkompetisi yang bisa terpeleset menjadi sikap individualistis.
Kurang Waktu Bermain Bersama Anak
Banyak faktor yang membuat permaian tradisional tak lagi dilirik anak-anak. Terutama karena sedikitnya waktu orangtua sehingga mereka memilih untuk memberikan permainan yang siap pakai, tanpa repot mencari bahan dan membuatnya.
Perubahan gaya hidup yang sangat industrial dan konsumtif membuat substansi bermain bukan hanya bersenang-senang, tapi juga mempengaruhi gaya hidup anak sendiri. Anak akan diterima dalam status sosial yang lebih tinggi jika memiliki mainan yang mahal dan bermerk. Anak tidak hanya sekadar dapat bermain boneka atau mobil saja, tapi lebih pada boneka atau mobil merk apakah yang mereka mainkan. Seorang anak bisa dikatakan tidak gaul alias cupu
jika tidak bisa memainkan Playstation. Sayangnya, orangtua cenderung mendukung kondisi ini, dengan melimpahi anak dengan permainan-permainan sesuai dengan tren yang ada.
Mengenalkan Permainan Tradisional
Untuk memperkenalkan kembali permainan tradisional, orangtua bisa mulai memperhatikan lingkungan sekitar. Benda-benda apa yang paling menonjol dari lingkungan sekitar Anda? Adakah yang bisa digunakan sebagai bahan permainan?
Libatkan anak untuk melihat bahwa dari setiap benda yang ada dapat dimanfaatkan menjadi suatu permainan. Ajak anak untuk ikut mengklasifikasikan sesuai dengan fungsinya. Pastikan permainan berasal dari bahan yang ramah lingkungan, tidak berbahaya bagi
anak, murah dan tepat guna.
Telisik pula manfaat apakah yang ada dalam permainan yang akan anda buat nanti. Apakah untuk mengembangkan kecakapan sosial, emosi, fisik, atau kecerdasan.
Dorong anak untuk mengambil perannya sesuai dengan kemampuan dan usianya. Misalnya anak yang lebih besar diminta menggunting bahan, yang kecil diminta melem. Sehingga semua merasa punya peran dalam permainan tersebut. Jangan lupa untuk memberi reward
pujian dan penghargaan terhadap hasil yang sudah dicapai bersama.
Setelah selesai menyiapkan, tentu mainkan bersama-sama. Usai bermain, bicarakanlah permainan tersebut. Ini merupakan kesempatan orangtua untuk menjelaskan nilai-nilai kehidupan yang mereka jalani. DB
Dr. Dono Baswardono, AISEC, MA, Ph.D
Psikoanalis
sumber: <
Tidak ada komentar:
Posting Komentar