Kata
pakar pendidikan bahwa bentuk tulisan seseorang dapat menunjukkan kepribadian
orang yang bersangkutan. Saya tidak tahu persis benar tidaknya pendapat
tersebut. Yang saya tahu, kalau tulisannya bagus dan mudah dibaca berarti orang
tersebut tidak suka menyusahkan orang lain. Tetapi sebaliknya kalau tulisannya
susah dibaca, berarti orang tersebut suka menyusahkan orang lain.
Masalah
belajar menulis, barang kali sudah diajarkan sejak duduk di bangku Taman
Kanak-kanak (TK) atau Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) kelas Nol Besar. Mengenai pelajaran menulis bagi anak TK atau PAUD ini pun
ada sebagian orang yang tidak setuju diajarkan. Katanya belum waktunya. Waktu
di TK atau PAUD itu seharusnya hanya untuk belajar bersosialisasi dan melatih
keberanian anak.
Namun
kenyataannya, ada sebagian Sekolah Dasar (SD) yang menerapkan test menulis dan
membaca untuk bisa masuk kelas 1. Di samping itu, sejak duduk di bangku SD
kelas 1 itulah para siswa benar-benar dituntut harus bisa menulis dan membaca
karena para siswa langsung dihadapkan pada buku paket yang menuntut harus bisa
membaca. Sehingga Bapak/Ibu guru SD kelas 1 tidak perlu lagi repot mengajari
menulis dan membaca bagi siswa-siswinya.
Kembali
ke masalah belajar menulis, kadang-kadang saya sangat prihatin saat melihat
bentuk tulisan anak-anak sekarang. Seolah mereka tidak mengenal lagi
bentuk-bentuk huruf atau tinggi rendah dan panjang pendeknya huruf. Pokoknya
bentuk tulisannya cowek (woco dewek = baca sendiri). Melihat kenyataan seperti
ini, sebenarnya siapa yang mesti bertanggung jawab?
Tentu
saja kembali kepada Bapak/Ibu guru mulai dari TK atau PAUD dan SD. Bapak/Ibu
guru harus sering memeriksa tulisan para siswanya, dan memberikan koreksi atau
memberikan contoh-contoh huruf yang sesuai dengan kaidah penulisan bentuk huruf
yang benar. Belum lagi masalah penempatan huruf besar dan kecil. Cara penulisan
nama, awal kalimat, menyusun kalimat dan sebagainya. Banyak sebenarnya yang
bisa diperhatikan oleh Bapak/Ibu guru terhadap siswanya.
Di
samping perhatian dari Bapak/Ibu guru, tentu tidak kalah penting adalah peran
orang tua saat menemani anak belajar di rumah. Orang tua harus mau menemani dan
memberikan bimbingan seperlunya. Jadi orang tua hendaknya jangan hanya bisa
memberikan pemenuhan materi saja. Perhatian pada saat anak belajar, membantu
mengerjakan pekerjaan rumahnya, mengajari menulis yang baik, mengajari
berhitung dan sebagainya tentu akan membuat suasana rumah tangga semakin hangat
dengan rasa kasih sayang. Semoga.