Suatu malam saya pergi ke sebuah pasar di kota tempat saya
tinggal dengan menumpang angkutan umum (angkot). Di sebuah perempatan lampu
merah, ketika angkot berhenti menunggu lampu hijau, tiba-tiba saya dikejutkan
oleh penampilan seorang remaja putri yang kebetulan ikut menunpang. Ia
berpenampilan luar biasa ekstrim dan mencolok menurut ukuran saya, hingga saya
tertarik memusatkan perhatian kepadanya selama kira-kira tiga puluh menit.
Selama kurang lebih tiga puluh menit saya benar-benar asyik mengamati si nyetrik
ini dan menghubungkan penampilannya dengan sedikit pengetahuan yang ada di
kepala saya. Perkiraan saya, anak ini berumur antara 17 atau 18 tahun jika
dilihat dari penampilan fisiknya. Ia berperawakan sedang, tidak tinggi dan
tidak pendek, berkulit kuning langsat dan cenderung agak kumal dan awut-awutan.
Dia mengenakan celana jeans berwarna biru yang agak ketat dan kaos hitam. Di bagian wajah,
ada semacam cincin dan semacam bola-bola kecil, entah apalah namanya, yang
jelas benda itu ditusukkan hingga mencantel, persis seperti anting pada telinga (tindik).
Satu di hidung, satu di alis kanan, dua di telinga kanan, dan satu lagi di
lidah. Benda yang terakhir ini yang paling mencengangkan, kenapa harus dipasang
di lidah?
Secara umum, kebiasan melubangi bagian tubuh dan diberi ornamen
disebuttindik. Di kalangan anak
muda di sebut tindik tubuh, bahkan sudah diberi labelseni menindik tubuh. Sedangkan di masyarakat Barat disebut body piercing. Sebenarnya tindik-menindik tubuh ini sudah
ada sejak jaman dahulu. Menurut sejarah, tindik sudah dikenal sejak 3000 SM
yang terdapat pada mumi tertua,Otzi The Iceman. Mumi ini memiliki lubang pada telinganya yang
berdiameter 7-11 mm. Sejarah juga mengindikasikan bahwa tindik juga terjadi di
zaman Romawi (abad 400 hingga 200 M). Sedangkan di Negara kita sendiri, bisa
dilihat dari keseharian suku Dayak di Kalimantan hingga saat ini.
Motivasi menindik tubuh bermacam-macam. Zaman sekarang, motivasi
menindik tubuh telah banyak perubahan. Pada awalnya, orientasi menindik tubuh
hanya terbatas pada unsur spiritual, status sosial atau ritual-ritual tertentu.
Konon dahulu kala di Mesir, tindik di pusar menjadi ritual; Tentara Romawi
menindik putingnya untuk menunjukkan kejantanan; Suku Maya menindik lidah
sebagai ritual spiritual; dan anggota kerajaan Victoria dahulu memilih menindik
puting dan alat genitalnya. Saat ini, menurut banyak sumber, orientasi dan
motivasi menindik diantaranya adalah; penasaran, demi seni, meneruskan tradisi
nenek moyang, supaya dikatakan keren atau cool, trend,serta tuntutan komunitas. Bahkan ada juga yang
menindik tubuhnya dengan argumen yang sangat tidak masuk akal, yaitu senang
menyakiti diri.
Pada zaman modern, budaya tindik diprovokasi oleh semangat
penolakan dan pembangkangan terhadap norma sosial hingga terbentuk image anti-sosial. Pada tahun 2003, Tempo Online merilis
tulisan tentang pengakuan seorang pemuda pemilik tempat tindik tubuh di suatu
daerah di Indonesia. Pemuda ini sendiri menindik tubuhnya di berbagai bagaian;
telinga, hidung, bibir dan lain-lain. Menurut pengakuannya, dia tidak percaya
dengan agama dan ikatan keluarga. Ia pun dengan bangga mengatakan “Saya ingin
mengubah dunia, yang dimulai dari diri sendiri dan membangkang dari keluarga”.
Perkataan ini dilatarbelakangi oleh larangan orang tuanya ketika ia akan
menindik bagian tubuhnya yang pertama, hingga dia melarikan diri dari rumah.
Inilah salah satu contoh motivasi menindik tubuh di zaman sekarang.
Menindik tubuh bisa dilakukan dengan banyak cara dan bisa
dilakukan di banyak tempat. Bahkan sudah banyak penindik-penindik professional
yang konon benar-benar menempuh pendidikan formal body piercing di luar negeri. Biasanya tempat menindik tubuh
ini satu paket dengan tempat membuat tato. Tempat-tempat seperti ini sudah kian mudah
dijumpai di tempat-tempat umum seperti Mall. Secara umum, ada empat cara
menindik; cara tradisional, cara medis, metode cannula, dan menggunakan senapan tindik. Cara
tradisional sama dengan cara dulu yang dilakukan oleh nenek moyang kita.
Seseorang yang ingin menindik tubuhnya menggunakan alat yang tajam,
seperti jarum. Lalu dipanaskan dan ditusukkan ke bagian tubuh yang akan
ditindik. Secara medis, penindikan menggunakan jarum khusus untuk melubangi
bagian tubuh yang ingin ditindik. Biasanya tenaga medis mencari rongga kosong
diantarafistula,
keadaan abnormal suatu jaringan yang diantara dua epithelium (jaringan kulit). Kemudian, yang juga
dilakukan oleh tenaga medis adalah metodecannula. Metode ini dilakukan dengan memasukkan sejenis tabung ke
bagian tubuh yang akan ditindik, cara kerjanya mirip seperti chateter. Cara terakhir yaitu menggunakan senapan
tindik. Ada alat khusus seperti senapan pada umumnya, tapi digunakan untuk
menindik. Biasanya penindik sudah melengkapinya dengan satu perhiasan kecil
diujung jarumnya. Sehingga begitu jarum menyentuh bagian tubuh yang ingin
ditindik, seketika itu pula perhiasan itu menempel di tubuh.
Berdasarkan cara
penindikan seperti dijelaskan di atas, jika ditanya orang yang ditindik “sakit
apa tidak? Jawabannya pastilah sakit. Selain itu, banyak sekali sumber
menyebutkan bahwa proses tindik ini sangat beresiko, terutama pada sisi medis,
diantaranya:
- Penyakit menular lewat darah (blood borne diseases), seperti hepatitis B dan C, tetanus, serta HIV.
- Reaksi alergi. Bahan tindikan dari nikel atau kuningan dapat menyebabkan reaksi alergi.
- Penyakit mulut dan merusak gigi hingga gusi bengkak karena infeksi.
- Guratan dan keloid, akibat pertumbuhan berlebih jaringan parut, seperti bekas luka.
- Kanker.
- Trauma tindik, seperti robek karena kecelakaan. Kadang memerlukan pembedahan atau jahitan yang bisa meninggalkan bekas luka atau cacat permanen.
- Menyebabkan gangguan pada otak.
Resiko-resiko ini bukan isapan jempol belaka. Banyak contoh
kasus telah terjadi. Berdasarkan berita dari The Sun, seorang wanita di Caerphillymeninggal karena keracunan darah dua hari
setelah melakukan tindik lidah. Jurnal Archives of Neurology seperti dilansir BBC melaporkan, seorang pria berusia 22 tahun
meninggal di rumah sakit setelah mengalami abses otak atau penumpukan nanah di otak, ini juga
karena reaksi setelah menindik lidah. Bahkan sebuah penelitan di Australia pada
tahun 2006 mengatakan bahwa hampir semua penindik di Adelaide (Australia)
pernah menangani kasus alergi setelah klien ditindik. Rata-rata setiap
pendindik menangani lebih dari 31 orang yang terkena kasus seperti ini. Setelah
melihat fakta-fakta ini tentu makin mengherankan kenapa banyak orang yang mau
menindik bagian-bagian tertentu dari tubuhnya. Lebih mengherankan lagi,
sebagian besar penggandrung tindik ini adalah para remaja. Apakah resiko-resiko
seperti tertulis di atas sepadan dengan dalih seperti; untuk mengekspresikan
diri, hak azasi, tuntutan komunitas, demi trend, supaya dikatakan cool dan sebagainya? Rasanya jauh dari sepadan.
Sekarang kita ulas
sedikit alasan kenapa para remaja banyak yang menyukai tindik ini. Sebagaimana
kita ketahui, usia remaja merupakan usia transisi menuju kedewasaan. Usia ini
adalah usia dimana manusia benar-benar dalam masa perkembangan yang penuh kebimbangan.
Usia remaja tak ubahnya seperti bahtera yang diterpa gelombang di tengah laut
yang baru dilayarinya. Masa dimana manusia mengalami perkembangan baik secara
fisiologis/fisik dan psikologis. Perkembangan fisiologis diantarnya ditandai
dengan mulai mimpi basah (laki-laki) atau menstruasi (perempuan), perubahan
otot dan suara, dan perkembangan gerak motorik tertentu. Perkembangan
psikologis biasanya diikuti oleh perkembangan pemikiran, perasaan, penalaran,
dan emosional yang kian kompleks.
Perkembangan yang
ke-dua, perkembangan psikologis, membuat remaja cenderung mengisolasi diri,
gelisah, murung dan menentang. Hingga identitas mereka bisa dilihat dari
kecenderungan mereka seperti; kurang peduli dengan lingkungan, sering melakukan
penentangan, emosi tidak stabil, mudah tersinggung, menghindari tanggung jawab,
dan kurang menghargai aturan. Kesemuanya ini menggambarkan kegamanagan mereka.
Ini semua proses yang harus mereka alami dalam rangka perubahan status sosial
dari kanak-kanak menuju dewasa. Dengan kata lain, mereka sedang mengembangkan
identitas tertentu untuk dirinya. Jadi perlu difahami bahwa remaja sedang
mengalami krisis identitas sehingga mudah sekali terinfeksi bermacam-macam isu,
baik positif maupun negatif.
Tugas penting seorang
remaja dalam mengembangkan identitiasnya adalah membuat konsep tentang siapa
dia, apa yang dia kerjakan, dan kemana dia pergi. Dalam usahanya menemukan
konsep ini, remaja membuat standar sendiri dan mengevaluasinya dengan perilaku
orang lain. Kemudian ia akan menghormati dan mengadopsi konsep yang ia temukan.
Jika ia gagal menemukan konsep ini, maka akan terjadi kebimbangan lantaran
gagal menemukan siapa dirinya dan posisinya akan sangat tidak pasti. Ini juga
akan mendorong frustasi yang berat. Sebagaimana kita ketahui, standar moral dan
nilai-nilai yang diadopsi oleh remaja sebagian besar berasal dari keluarga,
terutama orang tua dan juga lingkungan. Lingkungan ini luas sekali cakupannya,
bisa lingkungan sekolah, tetangga dan lain-lain. Ini semua yang kelak akan
menjadi bagian dari identitas mereka.
Poin penting yang perlu kita garis bawahi tentang usia remaja
adalah krisisidentitas dan proses
pencarian jati diri. Jika kita kaitkan
dengan keheranan kita di atas, tentang gandrungnya para remaja melakukan tindik
tubuh, maka cukup beralasan jika kita katakan wajar jika “sepertinya suka”,
walaupun tak sepenuhnya benar kegandrungan ini diartikan dengan kata “suka”.
Dalam proses pencarian diri, mereka sangat membutuhkan bimbingan, arahan dan
juga nilai-nilai sosial yang baik untuk diadopsi. Nah di sinilah titik temu
antara remaja dan tindik. Remaja yang gandrung bertindik, kemungkinan besar
adalah remaja yang tersesat dalam pencarian jati dirinya. Mungkin pada saat
mereka menjalani masa transisi yang sangat labil ini, tidak mendapatkan
perhatian maksimal dari orang tua mereka, hingga standar yang mereka butuhkan
didapat dari sumber lain yang mungkin saja bukan berupa nilai-nilai sosial yang
ideal, salah satunya seni tindik tubuh yang ekstrim.
Kesimpulannya, peran orang tua, guru, panutan, atau siapa saja
yang terlibat dalam pembentukan seorang manusia sangat penting dalam
perkembangan remaja. Peran ini bisa berupa memberikan perhatian maksimal,
menyediakan standar sosial yang ideal dan juga arahan yang bisa diterima dengan
baik oleh remaja. Dengan demikian diharapkan remaja tak akan mengadopsi hal-hal
negatif yang pada akhirnya berkonstribusi pada pembentukan karakter mereka.
Dapat kita bayangkan betapa meruginya mereka jika terlanjur melubangi telinga
(khususnya remaja laki-laki), hidung, alis, bibir, lidah atau bahkan organ
vital. Semua akses yang ditimbulkan dari tindik ini tak ada yang positif,
terutama dari sisi medis. Berbagai resiko penyakit siap menyerang. Belum lagi
jika mereka nanti mencari pekerjaan, para pengguna jasa akan sungkan menerima
pekerja yang berpenampilan kurang wajar. Disney Land yang terkenal secara internasional sebagai
tempat hiburanpun tidak menerima pegawai yang tidak berpenampilan wajar,
termasuk yang bertindik atau bertato.
Oleh: Yupika Maryansyah
References;
Majalah Tempo
OnlineTempointeraktif.com
Detik.com
Regards, Yudi riswandy, www.goesmart.com