Pelajaran bahasa Inggris bukanlah sesuatu yang asing di telinga
orang Indonesia, bahkan orang tidak sekolahan pun mengenal apa itu bahasa
Inggris. Namun, apakah semua orang memahami dengan baik posisi bahasa Inggris
di Indonesia beserta pendekatan yang cocok untuk mengajarkannya?
Sudah sekian lama,
pelajaran bahasa Inggris menjadi mata pelajaran wajib dari sekolah hingga
perguruan tinggi, bahkan akhir-akhir ini bahasa Inggris menjadi pelajaran wajib
di tingkat Sekolah Dasar (SD). Bahkan, seolah tidak ingin kalah dengan
tingkat SD, jenjang pendidikan Taman Kanak-Kanak (TK) pun ikut serta
memberikan pengenalan bahasa Inggris entah alasan dan programmya jelas atau
tidak. Sebagai seorang pemerhati pendidikan dan pengajaran bahasa Inggris di
Indonesia, saya mengacungi jempol terhadap semua usaha yang telah dicapai untuk
membantu anak-anak bisa berbahasa Inggris.
Lepas dari semua bentuk usaha untuk mengajarkan bahasa Inggris
di Indonesia, ada suatu hal yang mengganjal dalam pikiran saya: mampukah
semua usaha yang dilakukan untuk mengajarkan bahasa Inggris (dari
TK-Perguruan Tinggi) tersebut membuat siswa-siswa Indonesia pandai
berbahasa Inggris? Berdasarkan permasalahan tersebut, saya ingin memberikan pikiran
saya terhadap pengajaran bahasa Inggris di Indonesia dalam arti luas dan tidak
terbatas batas sekolah-sekolah tertentu. Bukankah pendidikan harus dijalankan
secara adil dan merata?
Dalam tulisan ini saya bermaksud mengajak Anda semua untuk
berpikir pada konteks yang luas yaitu konteks pendidikan di Indonesia, bukan
terbatas pada sekolah-sekolah yang terletak di kota-kota besar atau
sekolah-sekolah yang memiliki banyak fasilitas mewah penunjang belajar atau
sekolah yang didesign secara khusus seperti RSBI. Secara umum saya melihat gap
yang lebar antara pendidikan di kota dan di pinggiran, antara kebanyakan
sekolah pemerintah dan sekolah swasta. Catatan saya untuk siswa di kota juga
menunjukan jika siswa-siswa di kota jauh lebih beruntung daripada di mereka
yang di pinggiran. Misalnya, siswa di kota dengan mudah bisa mengkuti kursus
bahasa Inggris baik dengan guru lokal atau penutur asli (native speaker), akses materi belajar yang mudah, dan aneka
kemudahan program bahasa Inggris lainnya. Disisi lain siswa di daerah pinggiran
sering belajar dengan keadaan serba terbatas. Dari contoh tersebut bisa kita
lihat mengapa siswa-siswa di kota memiliki kemampuan bahasa Inggris lebih baik
dari siswa pinggiran. Salah satu jawabannya adalah adanya akses untuk terlibat
aktif dalam berbahasa Inggris. Jadi bisa disimpulkan jika salah satu kunci
untuk bisa menguasai bahasa Inggris dengan baik adalah dengan secara aktif
terus memakai bahasa Inggris atau terlibat aktif dalam penggunaan bahasa
Inggris (target language) seperti yang dilakukan kebanyakan siswa-siswa di perkotaan.
Pertanyaannya: bagaimana dengan siswa-siswa di pinggiran yang kurang beruntung?
Dalam tulisan ini pula saya ingin mengajak Anda memikirkan
mereka yang kurang beruntung dalam belajar bahasa Inggris, yaitu siswa-siswa
yang sepenuhnya mengandalkan pelajaran bahasa Inggris murni dari sekolah dan
kurikulumnya. Dari sinilah saya berani menggunakan istilah ‘GAGAL’ karena hasil investigasi saya menunjukan jika
kurikulum yang dibuat sekolah belum mampu membuat siswa-siswa di Indonesia
secara umum bisa secara aktif berbahasa Inggris. Selanjutnya, argumentasi
saya untuk kegagalan pembelajaran bahasa Inggris di Indonesia juga bersumber
dari hasil investigasi lapangan atas tanggapan berbagai guru bahasa Inggris
terhadap kemampuan bahasa Inggris siswa-siwa sekolah dari berbagai kurikulum
yang pernah diterapkan di Indonesia. Secara umum para guru berpendapat jika
kurikulum sekolah belum mampu membuat siswa-siswa bisa berbahasa Inggris secara
aktif, jika mampu berbahasa Inggris mereka masih dalam taraf terbatas.
Dalam artikel pendek
ini saya tidak memasukan diskusi siswa-siswa sekolah di perkotaan sebagai
indikator keberhasilan pembelajaran bahasa Inggris di sekolah, karena kemampuan
bahasa Inggris mereka tidak murni hasil didikan sekolah tetapi sudah
dipengaruhi oleh pendidikan lain seperti kursusan atau pelatihan bahasa
Inggris yang disediakan oleh lembaga-lembaga di luar pendidikan formal. Jadi,
saya ingin memfokuskan tulisan ini pada isu pendidikan bahasa Inggris di
sekolah formal.
Jika ditilik dari
intesitas pembelajaran bahasa Inggris di Indonesia, saat ini anak-anak sudah
memiliki banyak sekali waktu untuk belajar bahasa Inggris (dari TK sampai PT).
Secara logika dan teori, dengan mudah bisa dipahami implikasinya, jika
anak-anak memiliki banyak waktu belajar bahasa Inggris, maka dia dengan cepat
akan bisa berbahasa Inggris apalagi mereka belajar bahasa Inggris sejak usia
dini. Apakah teori ini bisa diaplikasikan di Indonesia?
Lepas dari kurikulum sekolah dan metode untuk mengajar, saya
melihat satu masalah yang sangat krusial yang menjadi kunci utama untuk
mendongkrak kemampuan bahasa Inggris. Saya mencermati posisi bahasa
Inggris sebagai bahasa asing (English as a foreign language) adalah penyebab utama mengapa kemampuan
anak-anak kita rendah. Secara teori bisa kita pahami jika cara pandang terhadap
bahasa Inggris sebagai bahasa asing tentu akan berbeda jika dilihat bahasa
Inggris sebagai bahasa kedua atau L2 (alat komunikasi kedua) seperti di
Malaysia dan Singapura di mana bahasa Inggris dipergunakan di dalam kehidupan
masyarakat disamping bahasa utama / resmi (official language).
Di Indonesia, bahasa Inggris hanya dipelajari di sekolah namun
tidak dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Secara umum bisa dipahami jika
bahasa Inggris hanya dipelajari sebatas teori dan ilmu saja. Hal ini tentu
berlawanan dengan konsep belajar suatu bahasa: dimana belajar suatu bahasa itu
mempelajari 4 keahlian berbahasa (language skills): listening (mendengarkan), speaking(berbicara), reading (membaca) dan writing (menulis). Jadi, jika bahasa itu keahlian yang
harus dipergunakan maka penggunaan bahasa Inggris dalam kehidupan nyata menjadi
kunci sukses untuk menguasai bahasa tersebut. Sebagai contoh: seorang siswa
yang memiliki kosakata banyak belum tentu bisa berbicara atau paham
bahasa Inggris dengan baik, seorang siswa yang hafal semua jenis tenses atau
tata bahasa belum tentu bisa menulis bahasa Inggris dengan baik, dan seorang
anak yang tahu banyak ekspresi bahasa Inggris belum tentu bisa menggunakan
dengan tepat.
Jadi menurut saya,
guru bahasa Inggris harus memahami jika bahasa Inggris di Indonesia sebagai
bahasa asing sehingga semua bentuk kegiatan mengajar harus mengarah pada
kenyataan posisi bahasa Indonesia di Indonesia. Guru harus sadar jika anak-anak
tidak berbahasa Inggris di lingkungan mereka dan mereka belajar bahasa Inggris
sebagai mata pelajaran wajib bukan suatu kebutuhan untuk dipergunakan di
masyarakat dan kehidupan sehar-hari. Bagi saya, penciptaan kesadaran dalam diri
siswa untuk mencintai bahasa Inggris akan menjadi kunci utama untuk menumbuhkan
minat belajar bahasa Inggris.
Berdasar hasil penelitian saya untuk menjawab ‘mengapa Anda menjadi
guru bahasa Inggris’, hampir semua
responden saya menyampaikan jika mereka sangat cinta dan tertarik dengan bahasa
Inggris sehingga mereka rela berkorban dan berjuang secara mandiri untuk
belajar dan menguasai bahasa Inggris. Mungkin ini bisa menjadi refleksi bagi
diri Anda sendiri mengapa Anda menjadi guru bahasa Inggris dan bisa berhasil
dalam belajar bahasa Inggris. Jawabnya sederhana: karena Anda cinta dan suka dengan
bahasa Inggris.
Saya pribadi tertarik dengan bahasa Inggris sejak di SMP yang
kemudian lanjut ke tingat SMA hingga perguruan tinggi. Karena rasa cinta yang
luar biasa dengan bahasa Inggris, hampir sebagian waktu saya habiskan untuk
mempelajari bahasa Inggris seperti mengikuti kursus-kursus bahasa Inggris.Bagi saya kecintaan
dengan bahasa Inggris yang tulus dan murni bersumber dari relung hati yang
paling dalam menjadi motor penggerak paling powerfuluntuk diri saya
sehingga tanpa kenal lelah saya rela terus berjuang untuk bisa berbahasa
Inggris. Jadi modal awal saya
hanyalah suka dengan bahasa Inggris.
Kesimpulan saya adalah selama bahasa Inggris itu berada pada
posisi sebagai bahasa asing (foreign language), maka kemampuan anak-anak kita tidak akan mengalami banyak
perubahan sehingga perlu wacana untuk merubah kedudukan bahasa Inggris di
Indonesia. Guru sebaikanya menggunkan teknik mengajar bahasa Inggris yang
sesuai dengan posisi / kedudukan bahasa Inggris di Indonesia.
Ada tiga poin untuk
direnungkan dari tulisan saya ini:
·
Sehebat apapun sebuah
metode tetapi jika tidak cocok dengan keadaan lingkungan (konteks) maka tidak
akan banyak memberikan hasil.
·
Selama masalah belajar
yang mendera siswa tidak terpecahkan maka harapan untuk mencapai hasil belajar
yang bermutu sesuai dengan yang tertuang atau diharapkan dalam kurikulum akan
sulit terealisasi.
·
Perlu untuk
diwacanakan penggunakan bahasa Inggris dalam konteks nyata di masyarakat
Indonesia sehingga bahasa Inggris bukan lagi sekedar sebuah bahasa asing yang
dipelajari secara teori tetap menjadi bagian alat komunikasi sehari-hari.
Best Regart,
Yudi Riswandy
www.goesmart.com