Oleh : Adisa Ittaqa Putri D.S.
Pertengahan tahun seperti saat ini sebagian rakyat Indonesia disibukkan dengan kepentingan pendidikan, khususnya orang tua dan para pelajar. Tepatnya ketika tahun ajaran baru dimulai. Berbagai aktivitas dilakukan demi pendidikan dimulai dari jenjang playgroup hingga perguruan tinggi. Berbagai tempat playgroup, sekolah dasar, sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas, hingga perguruan tinggi membuka kesempatan penerimaan siswa-siswi serta mahasiswa baru dan menjaring bibit unggul berprestasi untuk menjadi bagian dari almamater mereka kelak.
Sudah sering dibahas pula di berbagai media massa berkaitan dengan polemik pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu tumpuan dan jalan dalam menggapai cita-cita serta masa depan yang lebih baik. Tidak jarang orang tua merogoh kantong lebih dalam karena membiayai pendidikan putra dan putrinya dengan biaya yang sangat tinggi. Beberapa orang tua bahkan menyekolahkannya ke luar negeri dan tentu saja memakan biaya yang tidak sedikit.
Tidak akan pernah ada akhirnya membahas mengenai pendidikan. Bantuan BOS yang diselewengkan di beberapa daerah di Indonesia oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab menjadi salah satu masalah penting pendidikan. Belum lagi biaya masuk sekolah yang setiap tahun menanjak dan tidak ada transparansi mengenai rincian dana tersebut. Ditambah biaya-biaya lainnya di luar tagihan sekolah, seperti seragam, alat tulis, biaya kos-kosan, biaya sehari-hari dan biaya tak terduga lainnya.
Jumlah 20% alokasi dana pendidikan dari APBN sepertinya tidak cukup untuk menutupi biaya pendidikan di Indonesia. Banyak hal yang harus dibiayai mengingat tidak adanya pemerataan sarana dan prasarana dari pemerintah, terutama untuk sekolah-sekolah negeri yang berada di pelosok-pelosok daerah. Sering kita mendapatkan berita gedung sekolah rubuh, dan siswa-siswinya harus belajar di tempat yang sangat tidak layak dan ancamannya adalah nyawa, karena sewaktu-waktu gedung tersebut rubuh dapat menimpa mereka.
Ke manakah 20% dana tersebut? Apakah pemerintah tidak memiliki catatan mengenai keluhan masyarakat tentang pendidikan di Indonesia dan bersegera untuk memperbaikinya? Tidakkah pemerintah melihat betapa besar potensi anak-anak Indonesia di bidang pendidikan dengan mencatatkan diri dengan memenangkan Olimpiade tingkat dunia dan anak-anak tersebut berasal dari berbagai penjuru daerah di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa anak-anak Indonesia memiliki potensi besar di bidang pendidikan tidak hanya tingkat nasional tetapi internasional.
Seharusnya sudah tidak ada lagi sekolah rubuh, sekolah yang tidak layak, dan tidak ada sekolah di daerah yang kekurangan sarana dan prasarana. Alangkah baiknya pemerintah mencicil untuk melakukan perbaikan di sektor pendidikan. Sudah terlalu banyak masyarakat merasa kecewa dan sebaiknya pemerintah menyadari akan hal itu.
Dewasa ini biaya pendidikan sudah tidak murah lagi. Untuk masuk ke pra sekolah saja sudah menghabiskan jutaan rupiah, belum lagi di tingkat perguruan tinggi yang merogoh kocek dengan nominal hingga ratusan juta rupiah untuk jalur mandiri. Berbeda lagi apabila jalur SNMPTN dengan biaya yang tidak terlalu tinggi. Akan tetapi, berdasarkan informasi yang saya terima beberapa universitas mematok harga yang sangat tinggi seperti jalur mandiri meskipun lulus perguruan tinggi negeri di jalur SNMPTN. Mengapa bisa terjadi seperti itu? Tidak ada informasi sebelumnya terkait masalah biaya yang tidak sesuai dengan jalurnya. Tentu saja banyak orang tua siswa yang kecewa atas disinformasi tersebut. Karena, berdasarkan pengalaman mereka, biaya SNMPTN itu jauh lebih rendah dibandingkan dengan biaya ujian mandiri.
Ini adalah hal yang perlu digarisbawahi. Biaya pendidikan semakin mahal tetapi tidak diimbangi dengan sarana serta prasarana pendidikan yang baik di beberapa sekolah daerah di Indonesia. Tidak semua masyarakat Indonesia berlatar belakang ekonomi yang cukup dan tidak semua orang tua mampu menyekolahkan harapan mereka sampai ke jenjang perguruan tinggi. Pokok masalahnya terletak pada biaya. Biaya yang semakin hari semakin tinggi dan kemampuan ekonomi masyarakat yang tidak merata.
Akankah ini akan tetap menjadi masalah yang tidak menemukan penyelesaian?
Adisa Ittaqa P., Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran Bandung