Oleh: Yudhistira ANM Massardi
NABI Muhammad Saw menganjurkan agar para orangtua mengajari anak-anak mereka menunggang kuda, memanah, dan berenang, sejak usia dini. Para orangtua Yahudi mengajari anak-anak mereka main piano, menembak, dan berlari. Para pemimpin Jepang, setelah dikalahkan oleh Sekutu dalam Perang Dunia II, langsung memerintahkan agar bangsanya segera mengambil oper olahraga utama bangsa penakluknya, Amerika Serikat: bisbol. Bangsa Brasil, identik dengan sepakbola dan tarian samba. Bangsa Rusia identik dengan catur dan balet. Bangsa China identik dengan ping-pong dan senam. Bangsa Inggris identik dengan cricket dan polo.
Negara-negara tersebut, telah memilih dan memutuskan jenis olahraga dan seni yang diberi dukungan penuh. Untuk itu, negara menyediakan sarana dan prasarananya: dari sekolah pendidikan usia dini hingga perguruan tinggi. Dengan demikian, seluruh bangsa, setiap keluarga, setiap anak, siap untuk ambil bagian, termasuk berkompetisi sepanjang tahun, penuh semangat.
Tuhan memberikan tiga kemampuan dasar bagi manusia untuk belajar: kemampuan penglihatan (visual), kemampuan pendengaran (auditori), dan kemampuan raga (kinestetik). Ketiga kemampuan itu harus diasah dan ditingkatkan agar manusia bisa mencapai tingkatan paripurna: seluruh kecerdasan jamaknya terbangun optimal. Untuk itu, negara dan bangsa harus memberikan dukungan penuh. Tanpa itu, maka tujuan pendidikan yakni, --“...agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara (UU No 20 Th 2003/Sisdiknas) “-- tidak akan bisa dicapai.
Nabi Muhammad dan para pemimpin bangsa-bangsa besar paham: membangun karakter dan kecerdasan bangsa, harus dimulai sejak anak usia dini; dan itu dilakukan melalui main. Para pakar pendidikan modern, seperti Charles H. Wolfgang, merumuskan bahwa untuk membangun kecerdasan jamak anak-anak usia dini, perlu dilakukan stimulasi melalui tiga macam main: Main Sensorimotor (Fungsional) , Main Peran Makro dan Mikro (Simbolik), Main Pembangunan Sifat Cair dan Terstruktur. Sara Smilansky kemudian menambahinya dengan: Main dengan Aturan. Pada saat sebelum, selama dan sesudah main, kepada anak diberikan pijakan main yang berisi ilmu pengetahuan, aturan, penuturan kembali pengalaman main, dan evaluasi. Orang dewasa/guru perlu mendampingi agar anak bisa memahami dan memaknai seluruh proses, aturan dan tujuan main secara baik dan benar, secara kronologis, ilmiah, maupun akidah.
Bangsa Indonesia harus melalui proses dari awal. Menetapkan jenis main yang akan menjadi identitas bangsa (bulutangkis, misalnya), dan negara (Kemendiknas, Kemendagri, Kemenpora) beserta seluruh masyarakat menjadikannya sebagai gerakan nasional yang kompetitif dan berkelanjutan.
Melalui aktifitas olehraga sejak dini, anak-anak secara jasmani dibiasakan hidup sehat dan bugar. Melalui aturan main dan disiplin dalam pelatihan dan pertandingan, mereka dibiasakan bekerja dalam aturan, memahami batasan-batasan, dan kerja-keras untuk mencapai hasil optimal.
Pada waktu latihan pemanasan dan pertandingan, para suporter menyanyikan lagu-lagu daerah/nasional/ patriotis, sehingga semua merasakan getar identitas dan jati diri sebagai warga bangsa. Kompetisi yang berlangsung di tiap wilayah dan berlanjut ke tingkat nasional, akan melatih mental mereka untuk siap menang dan juga siap kalah. Jika sportifitas dijaga dan ditegakkan, maka kita bisa menghasilkan satu generasi baru yang tahan banting dan berdisiplin.
Dengan setiap jenis olahraga, anak-anak dicerdaskan secara kinestetik, visual dan auditori. Kecerdasan jamaknya juga terbangun secara simultan. Yakni, Kecerdasan linguistik (cerdas kosakata), Kecerdasan logika dan matematika (cerdas angka dan rasional), Kecerdasan spasial (cerdas ruang/tempat/ gambar), Kecerdasan kinestetika- raga (cerdas raga), Kecerdasan musik (cerdas musik), Kecerdasan interpersonal (cerdas orang), Kecerdasan intrapersonal (cerdas diri), Kecerdasan naturalis (cerdas alam), dan Kecerdasan Spiritual. Hanya dengan pendekatan semacam itu, kita bisa melahirkan generasi baru bangsa yang berkarakter, berbudi pekerti luhur, memiliki jati diri, berdisiplin, sportif, berani, dan mandiri. Insya Allah.[]
*Yudhistira ANM Massardi adalah sastrawan/wartawan/ pemimpin umum Media TK Sentra, dan pengelola sekolah TK-SD gratis untuk kaum dhuafa di Bekasi.
Yudhistira ANM Massardi
email: ymassardi@yahoo. com
www.mediatksentra. com
nais inpoh!!
BalasHapus