Membaca pertama kali buku Toto Chan - Tetsuko Kuroyanagi, di tahun 1998, memang belum berpengaruh banyak terhadap cara mengajar saya. Tapi saya sangat menyukai cerita Toto ini, saya sangat menyukai bagaimana orang tua Toto memperlakukan Toto, mereka tidak seperti orang tua di sini, yang begitu ketemu orang lain atau ketemu saya, guru anaknya, pertama kali yang dibicarakan pasti kejelekan atau hal negatif yang ada pada anaknya. Sampai berbusa saya meyakinkan ibu itu bahwa anaknya hebat, baik, dan apresiatif jika di kelas. Sebaliknya si ibu itu selalu membantah dengan “tapi anak saya kan….” , ”namun kan… “. Jikalau maksudnya basa-basi..waduh, basa-basi yang harus mulai dihilangkan.
Hal yang saya sukai lainnya adalah kepala sekolah Pak Kobayashi—di manakah ada seorang kepala sekolah yang mau mendengar cerita calon muridnya dari pagi hingga siang dengan SEPENUH HATI? Dan cerita itu cerita khas anak-anak yang terkadang tidak berujung pangkal.. adakah kepala sekolah seperti itu sekarang?
Kebanyakan sih, -saya bilang mostly ya, jadi kemungkinan juga ada..-kepala sekolah jarang di tempat, alih-alih bertemu ngobrol santai dengan murid-muridnya.
Tentu saja yang paling disukai adalah Toto-chan anak cerdas yang menginspirasi hingga mampu dengan sangat apik, menuliskan kisahnya di Tomoe Gakuen dan pendidikan yang diperolehnya dari sekolah itu eh dari guru-guru disana terutama pak Kobayashi.
Konsep-konsep penting yang terus saya ingat dan lambat laun merubah cara pandang saya mengenai mendidik adalah:
1. Memberi kebebasan pada murid untuk mempelajari apa yang ingin dipelajari terlebih dahulu di hari itu. Misal guru menulis hari ini kita akan belajar fisika, menulis, menggambar, matematika dan sejarah, maka murid diberi kebebasan untuk memilih mana yang ingin dipelajari terlebih dahulu. Dengan demikian guru akan mengetahui minat setiap muridnya dari pilihan hal atau pelajaran yang dipelajari. Setelah mengetahui minat murid, guru dan sekolah tinggal memfasilitasi saja—hasilnya murid-murid Tomoe semua menjadi orang-orang yang kompeten di bidang yang memang sudah mereka sukai sejak kecil. (mengenai ini dituliskan oleh Tetsuko di halaman terakhir)
2. Menghargai murid sepenuh hati, selalu berbicara dengan murid dengan perhatian yang tulus dan bersungguh-sungguh—misalkan dengan berjongkok sejajar dengan tubuh muridnya dan menatap mata yang mengajak bicara dengan tulus.
3. Mendidik bertanggungjawab, ingatkah ketika Toto mencari dompet kesayangannya yang jatuh di Kakus yang membuat dia harus menguras kakus yang bau. Apa yang dilakukan Pak Kobayashi, “Kau akan mengembalikannya di tempat semula bukan?”---tanpa marah, tanpa mengomel, namun dengan senyum dan keyakinan yang diperlihatkan bahwa Toto dapat dipercaya.
4. Lomba Olahraga Sayur, permainan olahraga yang dirancang untuk dapat dilakukan oleh semua murid Tomoe tidak kecuali seorang murid penderita Polio. Permainan olahraga yang diciptakan pak Kobayashi ini mampu membuat semua murid tumbuh kepercayaan dirinya, dan menghormati orang lain.
5. Belajar dengan ahlinya, belajar menanam sayur dengan pak tani. Membuat saya sadar bahwa saya bukan satu-satunya sumber informasi dan orang paling ngerti mengenai ekonomi, bisnis, akuntansi, keuangan bagi murid-murid saya-justru learn from the expert atau praktisi lebih berarti dan lebih mengena bagi mereka. Seperti ketika pernah-murid-murid saya ajak mengikuti seminar tentang agrobisnis bersama Bob Sadino, mereka belajar tentang bahwa hidup tidak linier, bahwa menghadapi hidup harus berani, bahwa manusia harus bisa menghadapi kegagalan dan bahwa pasar bisa diciptakan. Link mengenai ini dapat dibaca di sini
Tulisan ini saya buat tanpa membuka buku Toto Chan, karena buku ini selalu laris dipinjam teman-teman. Begitu berkesannya buku ini hingga merasuk ke bawah sadar saya, dan kini sangat mempengaruhi saya dalam proses pembelajaran di kelas.
sumber: http://untukanakbangsa.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar