Kamis, 21 Maret 2013

Belajar Menulis

Segera bergabung di www.goesmart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.

Kata pakar pendidikan bahwa bentuk tulisan seseorang dapat menunjukkan kepribadian orang yang bersangkutan. Saya tidak tahu persis benar tidaknya pendapat tersebut. Yang saya tahu, kalau tulisannya bagus dan mudah dibaca berarti orang tersebut tidak suka menyusahkan orang lain. Tetapi sebaliknya kalau tulisannya susah dibaca, berarti orang tersebut suka menyusahkan orang lain.
Masalah belajar menulis, barang kali sudah diajarkan sejak duduk di bangku Taman Kanak-kanak (TK) atau Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) kelas Nol Besar. Mengenai pelajaran menulis bagi anak TK atau PAUD ini pun ada sebagian orang yang tidak setuju diajarkan. Katanya belum waktunya. Waktu di TK atau PAUD itu seharusnya hanya untuk belajar bersosialisasi dan melatih keberanian anak.
Namun kenyataannya, ada sebagian Sekolah Dasar (SD) yang menerapkan test menulis dan membaca untuk bisa masuk kelas 1. Di samping itu, sejak duduk di bangku SD kelas 1 itulah para siswa benar-benar dituntut harus bisa menulis dan membaca karena para siswa langsung dihadapkan pada buku paket yang menuntut harus bisa membaca. Sehingga Bapak/Ibu guru SD kelas 1 tidak perlu lagi repot mengajari menulis dan membaca bagi siswa-siswinya.
Kembali ke masalah belajar menulis, kadang-kadang saya sangat prihatin saat melihat bentuk tulisan anak-anak sekarang. Seolah mereka tidak mengenal lagi bentuk-bentuk huruf atau tinggi rendah dan panjang pendeknya huruf. Pokoknya bentuk tulisannya cowek (woco dewek = baca sendiri). Melihat kenyataan seperti ini, sebenarnya siapa yang mesti bertanggung jawab?
Tentu saja kembali kepada Bapak/Ibu guru mulai dari TK atau PAUD dan SD. Bapak/Ibu guru harus sering memeriksa tulisan para siswanya, dan memberikan koreksi atau memberikan contoh-contoh huruf yang sesuai dengan kaidah penulisan bentuk huruf yang benar. Belum lagi masalah penempatan huruf besar dan kecil. Cara penulisan nama, awal kalimat, menyusun kalimat dan sebagainya. Banyak sebenarnya yang bisa diperhatikan oleh Bapak/Ibu guru terhadap siswanya.
Di samping perhatian dari Bapak/Ibu guru, tentu tidak kalah penting adalah peran orang tua saat menemani anak belajar di rumah. Orang tua harus mau menemani dan memberikan bimbingan seperlunya. Jadi orang tua hendaknya jangan hanya bisa memberikan pemenuhan materi saja. Perhatian pada saat anak belajar, membantu mengerjakan pekerjaan rumahnya, mengajari menulis yang baik, mengajari berhitung dan sebagainya tentu akan membuat suasana rumah tangga semakin hangat dengan rasa kasih sayang. Semoga.
 Best regarts,
Yudi Riswandy,
www.goesmart.com

Rabu, 20 Maret 2013

Sekolah Global di Desa Kecil Kalibening

Segera bergabung di www.goesmart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.

FINA Af'idatussofa (14) bukan siswa sekolah internasional dan bukan anak orang berada. Ia lahir sebagai anak petani di Desa Kalibening, tiga kilometer perjalanan arah selatan dari kota Salatiga menuju Kedungombo, Jawa Tengah. Karena orangtuanya tidak mampu, ia terpaksa melanjutkan sekolah di SMP Alternatif Qaryah Thayyibah di desanya. Namun, dalam soal kemampuan Fina boleh dipertandingkan dengan siswa sekolah-sekolah mahal yang kini menjamur di Jakarta.

MESKI bersekolah di desa dan menumpang di rumah kepala sekolahnya, bagi Fina internet bukan hal yang asing. Ia bisa mengakses internet kapan saja. Setiap pagi berlatih bahasa Inggris dalam English Morning. Ia pernah menjuarai penulisan artikel on line di kotanya. Ia juga berbakat dalam olah vokal meski ia mengatakan tidak ingin menjadi seorang penyanyi.

"Kalau menjadi penyanyi, pekerjaanku hanya menyanyi. Padahal, cita-citaku banyak. Aku ingin jadi presenter, aku ingin jadi penulis, pengarang lagu, ilmuwan, dan banyak lagi? Aku juga ingin berkeliling dunia," kata Fina.

SMP Alternatif Qaryah Thayyibah resmi terdaftar sebagai SMP Terbuka, sekolah yang sering diasosiasikan sebagai sekolah untuk menampung orang-orang miskin agar bisa mengikuti program wajib belajar sembilan tahun. Namun, siswa SMP Alternatif Qaryah Thayyibah sangat mencintai dan bangga dengan sekolahnya.

Pukul 06.00 sekolah sudah mulai dan baru berakhir pada pukul 13.30. Akan tetapi, jam sekolah itu terasa sangat pendek bagi murid-murid sekolah tersebut sehingga setelah makan siang mereka biasanya kembali lagi ke sekolah. Mereka belajar sambil bermain di sekolahnya sampai malam, bahkan tak jarang mereka menginap di sekolah.

Murid-murid SMP Qaryah Thayyibah memang sangat menikmati sekolahnya. Bersekolah merupakan sesuatu yang menyenangkan. Guru bukanlah penguasa otoriter di kelas, tetapi teman belajar. Mereka bebas berbicara dengan gurunya dalam bahasa Jawa ngoko, strata bahasa yang hanya pantas untuk berbicara informal dengan kawan akrab.

Di kelas mereka juga sangat bebas. Mereka bisa asyik mengerjakan soal-soal matematika dengan bersenda gurau, ada yang mengerjakan soal sambil bersenandung, yang lain bermain monopoli. Suasana bermain itu bahkan di taman kanak-kanak pun kini makin langka karena mereka dipaksa oleh gurunya untuk membaca dan menulis.

SMP Qaryah Thayyibah lahir dari keprihatinan Bahruddin melihat pendidikan di Tanah Air yang makin bobrok dan semakin mahal. Pada pertengahan tahun 2003 anak pertamanya, Hilmy, akan masuk SMP. Hilmy telah mendapatkan tempat di salah satu SMP favorit di Salatiga. Namun, Bahruddin terusik dengan anak-anak petani lainnya yang tidak mampu membayar uang masuk SMP negeri yang saat itu telah mencapai Rp 750.000, uang sekolah rata-rata Rp 35.000 per bulan, belum lagi uang seragam dan uang buku yang jumlahnya mencapai ratusan ribu rupiah.

"Saya mungkin mampu, tetapi bagaimana dengan orang-orang lain?" tuturnya. Bahruddin yang menjadi ketua rukun wilayah di kampungnya kemudian berinisiatif mengumpulkan warganya menawarkan gagasan, bagaimana jika mereka membuat sekolah sendiri dengan mendirikan SMP alternatif. Dari 30 tetangga yang dikumpulkan, 12 orang berani memasukkan anaknya ke sekolah coba-coba itu. Untuk menunjukkan keseriusannya, Bahruddin juga memasukkan Hilmy ke sekolah yang diangan-angankannya.

"Saya ingin membuat sekolah yang murah, tetapi berkualitas. Saya tidak berpikir saya akan bisa melahirkan anak yang hebat-hebat. Yang penting mereka bisa bersekolah," kata Bahruddin.

Bahruddin mengadopsi kurikulum SMP reguler di sekolahnya. Ia menyatakan tidak sanggup menyusun kurikulum sendiri. Lagi pula sekolah akan diakui sebagai sekolah berkualitas jika bisa memperoleh nilai yang baik dan mendapatkan ijazah yang diakui pemerintah. Karena itulah ia memilih format SMP Terbuka. Akan tetapi, ia mengubah kecenderungan SMP Terbuka sekadar sebagai lembaga untuk membagi-bagi ijazah dengan mengelola pendidikannya secara serius.

Sekolah itu menempati dua ruangan di rumah Bahruddin, yang sebelumnya digunakan untuk Sekretariat Organisasi Tani Qaryah Thayyibah. Jumlah guru yang mengajar sembilan orang, semuanya lulusan institut agama Islam negeri dan sebagian besar di antaranya para aktivis petani.

Guru pelajaran Matematika-nya seorang lulusan SMA yang kini mondok di pesantren. Akses internet gratis 24 jam diperoleh dari seorang pengusaha internet di Salatiga yang tertarik dengan gagasan Bahruddin. Dengan modal seadanya sekolah itu berjalan.

Ternyata pengakuan terhadap keberadaan SMP Alternatif Qaryah Thayyibah tidak perlu waktu lama. Nilai rata- rata ulangan murid SMP Qaryah Thayyibah jauh lebih baik daripada nilai rata-rata sekolah induknya, terutama untuk mata pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris.

Sekolah itu juga tampil meyakinkan, mengimbangi sekolah-sekolah negeri dalam lomba cerdas cermat penguasaan materi pelajaran di Salatiga. Sekolah itu juga mewakili Salatiga dalam lomba motivasi belajar mandiri di tingkat provinsi, dikirim mewakili Salatiga untuk hadir dalam Konvensi Lingkungan Hidup Pemuda Asia Pasifik di Surabaya. Pada tes kenaikan kelas satu, nilai rata-rata mata pelajaran Bahasa Inggris siswa Qaryah Thayyibah mencapai 8,86.

SMP Alternatif Qaryah Thayyibah juga maju dalam berkesenian. Di bawah bimbingan guru musik, Soedjono, anak-anak sekolah bergabung dalam grup musik Suara Lintang. Kebolehan anak-anak itu dalam menyanyikan lagu mars dan himne sekolah dalam versi bahasa Inggris dan Indonesia bisa didengarkan ketika membuka alamat situs sekolah www.pendidikansalatiga.net/qaryah. Grup musik anak-anak desa kecil itu telah mendokumentasikan lagu tradisional anak dalam kaset, MP3, maupun video CD album Tembang Dolanan Tempo Doeloe yang diproduksi sekaligus untuk pencarian dana. Seluruh siswa bisa bermain gitar, yang menjadi keterampilan wajib di sekolah itu.

Sulit dibayangkan anak- anak petani sederhana itu masing-masing memiliki sebuah komputer, gitar, sepasang kamus bahasa Inggris-Indonesia dan Indonesia-Inggris, satu paket pelajaran Bahasa Inggris BBC di rumahnya. Semua itu tidak digratiskan. Anak-anak memiliki semua itu dengan mengelola uang saku bersama-sama sebesar Rp 3.000 yang diterima anak dari orangtuanya setiap hari. Uang sebesar Rp 1.000 dipergunakan untuk mengangsur pembelian komputer. Untuk sarapan pagi, minum susu, madu, dan makanan kecil tiap hari Rp 1.000, sedangkan Rp 1.000 lainnya untuk ditabung di sekolah. Tabungan sekolah itu dikembalikan untuk keperluan murid dalam bentuk gitar, kamus, dan lain-lainnya.

Tidak mengherankan jika anak-anak dan orangtua mereka bangga dengan sekolah itu. Betapa tidak, di sekolah yang berdekatan dengan rumah di sebuah desa kecil mereka mendapatkan banyak hal yang tidak diperoleh di sekolah-sekolah yang dikelola dengan logika dagang.

Ismanto (43) menceritakan, anaknya sempat down saat mendaftar SLTP di Salatiga dua tahun lalu. Uang masuknya Rp 200.000, belum termasuk buku dan seragam. Tidak ada seorang murid pun ke sekolah dengan berjalan kaki selain anaknya, Emi Zubaiti (13). Kini Emi menjadi seorang anak yang pandai dalam berbagai mata pelajaran, pintar bernyanyi, dan percaya diri. Ia tidak pernah membayangkan bisa menyekolahkan Emi, anak pasangan tukang reparasi sofa dan bakul jamu gendong, mendapat sekolah yang baik.

Bahkan Ismanto ikut menikmati komputer yang dikredit dari uang saku anaknya. Dibimbing anaknya, sekarang Ismanto mulai belajar komputer. "Tidak pernah terpikir, saya bisa membelikan komputer. Kini saya malah bisa ikut menikmati," kata Ismanto.

Best regart,
Yudi Riswandy,
www.goesmart.com

Selasa, 19 Maret 2013

Sepuluh (10) Kepribadian Orang Sukses

Segera bergabung di www.goesmart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.

 “The best way to predict the future is to create it.” – Alan Kay
Suatu KESUKSESAN memiliki banyak definisi dan variasi tolok ukur. Beberapa dari kita meyakini, bahwa kesuksesan berarti mencapai posisi tertinggi di kantor, variasi lainnya bermakna memiliki kecukupan finansial tertentu. Ada sebagian lagi mewujudkan kesuksesan sebagai sebuah predikat penghargaan dari kolega dan khalayak atas prestasinya. Dari bermacam definisi dan tolok ukur itu, satu hal yang dapat disimpulkan bahwa kesuksesan merupakan pencapaian impian melalui sebuah proses terstruktur dan terencana. Contohnya, si A mendefinisikan sukses jika dia mampu mencapai manajer pemasaran di tempat kerjanya. Usaha untuk “memuluskan” kesuksesan tersebut, A memutuskan untuk belajar kembali di institusi pendidikan S2 dan mengikuti beberapa seminar pemasaran. Tentu saja, banyak hal yang perlu dipersiapkan, baik itu material dan sikap pribadinya. Bentuk material berupa dana dan waktu merupakan hal yang pasti harus dipersiapkan, lalu perlu juga ditunjang dengan sikap pribadi dalam menyikapi proses pencapaian kesuksesan itu sendiri.

Merujuk kepada Jennie S. Bev yaitu seorang konsultan, entrepreneur, penulis dan edukator bertempat tinggal di San Francisco Bay Area dan merupakan seorang Indonesia yang “sukses” berkompetisi pada iklim “ketat” Amerika. Beliau mengedepankan 10 unsur kepribadian seorang sukses (baik dari segi keuangan dan prestasi) yang berdasarkan pada komunikasi dan pergaulannya dengan para billionaire dan beberapa pengusaha sukses. Sepuluh sikap itu adalah sebagai berikut:

Satu, keberanian untuk berinisiatif. Kekuatan yang sebenarnya tidak lagi menjadi rahasia atas kesuksesan orang-orang terknenal yaitu mereka selalu punya ide-ide cemerlang! Seorang Donald Trump yang “mendunia” karena superioritasnya di bidang Real Estate awalnya berproses dari status bangkrut dan akhirnya berpredikat Raja Real Estate, adalah contoh dari seorang yang jenius dan berani berinisiatif. Kita tentu mengenal serial TV The Apprentice, kontes Miss Universe, Online University bernama TrumpUniversity.com, bahkan di negara asalnya boneka Donald adalah sebuah icon dan produk laris selain buku-buku bestseller-nya. Dan inisiatif adalah kekayaan semua orang, tinggal orang itu mau atau tidak untuk berinisiatif mengemukakan ide-idenya.

Dua, tepat waktu. Sebuah hal yang pasti untuk semua orang di dunia ini tanpa terkecuali adalah bahwa kita memiliki jumlah waktu yang sama yaitu 24 jam sehari. Seorang yang menepati janji dan tepat waktu menunjukkan bahwa dia adalah seorang yang memiliki kemampuan mengatur/manage sesuatu yang paling terbatas tersebut. Kemampuan untuk hadir sesuai janji adalah kunci dari semua keberhasilan, terutama keberhasilan berbisnis dan berinteraksi. Memberikan perhatian lebih terhadap waktu merupakan pencerminan dari respek terhadap diri sendiri dan kolega dan mitra kita.

Tiga, senang melayani dan memberi. Sebuah rumus sukses dari banyak orang sukses adalah mampu memimpin, namun sebuah additional attribute dari sikap kepemimpinan adalah kebiasaan melayani dan memberi. The more you give to others, the more respect you get in return. Dan, keikhlasan adalah kunci untuk sifat ini. Kebaikan lain akan terus mengalir tanpa henti saat kita mampu memberi dan melayani dengan ikhlas. Ini mungkin bisa dibilang sebagai bonus saja! Tetapi, setidaknnya dengan memberi dan melayani berarti menunjukkan kepada teman, kolega serta rekan kita betapa suksesnya diri kita sehingga membuat orang lebih yakin bermitra dan bergaul dengan diri kita.

Empat, membuka diri terlebih dahulu. Barangkali kita pernah bertemu orang yang selalu mau tahu tentang hal pribadi orang lain namun dia terus menutup diri agar jati dirinya tidak terbuka. Mereka biasanya hidup dalam ketakutan dan kecurigaan, dan selalu berprasangka buruk kepada siapa saja yang dijumpainya. Sikap ini adalah unsur yang tidak dimiliki banyak orang sukses. Rasa percaya dan kebesaran hati untuk membuka diri terhadap lawan bicara merupakan cermin bahwa kita nyaman dengan diri sendiri, lantas tidak ada yang perlu ditutupi, itulah yang dicari oleh para partner sejati dan sebagian besar dari kita akan setuju bahwa tidak banyak orang yang mau bekerja sama dengan orang yang misterius, betul kan?

Lima, senang bekerja sama dan membina hubungan baik. Kemampuan bekerja sama dalam tim adalah salah satu kunci keberhasilan utama. Kembali kita mengambil contoh Donald Trump. Dalam serial TV The Apprentice, Trump memiliki tim yang loyal dan menjadi perpanjangan tangan dirinya dalam menemukan para calon “orang kepercayaan” yang baru. Pada akhirnya, Trump akan memiliki sebuah tim yang sangat loyal dan bervisi sama dengan menciptakan jaringan kerja yang baik, sehingga jalan menuju sukses itu semakin terbuka lebar.

Enam, senang mempelajari hal-hal baru. Ciputra dan Aburizal Bakrie adalah seorang yang bisa dikatakan sebagai orang sukses dalam bidangnya yaitu commerce. Tapi saat mereka mendirikan universitas, apakah mereka beralih sebagai seorang pendidik? Atau mereka sendiri sebenarnya adalah profesor? Jelas tidak, mereka tetap seorang entrepreneur, namun dengan kegemarannya mencari hal-hal baru serta langsung menerapkannya, maka dunia bisnis semakin terbuka luas baginya. Dunia bisnis ibarat sebagai tempat bermain yang laus dan tidak terbatas. Jadi senang belajar dan mencari hal baru adalah sebuah sikap kesuksesan.

Tujuh, jarang mengeluh, profesionalisme adalah yang paling utama. Lance Armstrong pernah berkata, “There are two kinds of days: good days and great days.” Hanya ada dua macam hari: hari yang baik dan hari yang sangat baik. Adalah baik jika kita tidak pernah mengeluh, walaupun suatu hari mungkin kita akan jatuh dan gagal. Mengapa? Karena setiap kali gagal, itu adalah kesempatan bagi diri kita untuk belajar mengatasi kegagalan itu sendiri sehingga tidak terulang lagi di kemudian hari. Hari di mana kita gagal tetap sebagai a good day (hari yang baik).

Delapan, berani menanggung resiko. Jelas, tanpa ini tidak ada kesempatan sama sekali untuk menuju sukses. Sebenarnya setiap hari kita menanggung resiko, walaupun tidak disadari penuh. Resiko hanyalah akan berakibat dua macam: be a good or a great day. Jadi, jadi tidak perlu dikhawatirkan lagi bukan? Kegagalan pun hanyalah kesempatan belajar untuk tidak mengulangi hal yang sama di kemudian hari dan tentunya ambang kepada kesuksesan akan lebih dekat.

Sembilan, tidak menunjukkan kekhawatiran (berpikir positif setiap saat). Berpikir positif adalah environment atau default state di mana keseluruhan eksistensi kita berada. Jika kita gunakan pikiran negatif sebagai default state, maka semua perbuatan kita akan berdasarkan ini (kekhawatiran atau cemas). Dengan pikiran positif, maka perbuatan kita akan didasarkan oleh getaran positif, sehingga hal positif akan semakin besar kemungkinannya. Semakin positif kita menyikapi hambatan, semakin besar kesempatan kita menemukan penyelesaian atas hambatan tersebut.

Sepuluh, “comfortable in their own skin” Menutup-nutupi sesuatu maupun supaya tampak “lebih” dari lawan bicaranya. Pernah bertemu dengan orang sukses yang rendah diri alias tidak nyaman dengan diri mereka sendiri? Tidak ada tentunya. Kenyamanan menjadi diri sendiri tidak perlu ditutup-tutupi supaya lawan bicara tidak tersinggung karena setiap orang mempunyai tempat tersendiri di dunia yang tidak bisa digantikan oleh orang lain. Saya adalah saya, mereka adalah mereka. Dengan menjadi diri saya sendiri, saya tidak akan mengusik keberadaan mereka. Jika mereka merasa tidak nyaman, itu bukan karena kepribadian saya, namun karena mindset yang berbeda dan kekurangmampuan mereka dalam mencapai kenyamanan dengan diri sendiri. Sikap dasar orang sukses tersebut di atas barangkali dapat menjadi cerminan dan memuluskan langkah kita untuk mencapai kesuksesan yang kita impikan, tinggal kita yang memutuskan. Siap untuk sukses? Sampai bertemu lagi di puncak gunung kesuksesan!

Sumber: http://charlybuchari.wordpress.com/
Best Regarts,
Yudi Riswandy
www.goesmart.com

Senin, 18 Maret 2013

Motivasi,Apa arti seorang Sahabat?

Segera bergabung di www.goesmart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.
Artikel Motivasi,Apa sih arti dari Sahabat ?

Apa perbedaanya teman dengan sahabat ?
Teman adalah seseorang yang kita kenal dan seseorang yang bisa kita jumpai disaat tertentu atau tidak selamanya kita jumpai.
Mencari teman itu mudah bahkan sangat mudah, kita cuma menemui orang yang tidak kita kenal, lalu mengajaknya kenalan, ketika sudah kenal maka ia sudah bisa kita anggap sebagai teman.

Sementara Sahabat Ada yang bilang adalah teman yang benar-benar dekat sampai tahu hal-hal kecil tentang kita.
Ada juga yang bilang sahabat itu kalau kemana-mana selalu bareng.
Tapi sepertinya opini ini lah yang paling benar,
" Sahabat itu adalah teman dalam suka dan duka, tapi tahu batas dimana suatu saat ketika teman dapat masalah, kita harus membiarkan dia mengatasi masalahnya sendiri agar teman tersebut tumbuh lebih matang dan mandiri."

Terkadang kita dengan enteng menyebut, dia itu sahabat saya.
Tapi ketika ditanya ini itu tentang sahabat yang berhubungan dengan keluarga, pendidikan dan lain-lain, bingung menjawabnya.
Dari situ kita berpikir, apa kita ini sahabat yang baik?
Apa kita pantas disebut sahabat?.
Tapi memang persahabatan itu bukan dinilai dari sedalam apa kita tau tetek bengek orang tersebut, melainkan sedalam apa kita memahami orang tersebut.

Ada pernyataan,seorang sahabat,
“ Saya tidak berharap untuk jadi orang yang terpenting dalam hidup kamu, itu permintaan yang terlalu besar. Saya cuma berharap suatu hari nanti kalau dengar nama saya, kamu bakal tersenyum dan bilang, dia sahabat saya.”
Pernyataanya mencerminkan begitu tulusnya Ia menjalani Persahabatan.

Kesimpulan,Seorang sahabat tetap memberi ruang gerak pribadi, privacy sebagai seorang manusia.
Dan kita akan merasa dekat dengan dia walaupun tidak bertemu dan tidak ada kontak dalam waktu yang lama.
Karena persahabatan itu pada dasarnya dari ikatan hati.Tidak hilang walaupun dimensi jarak memisahakan kita.
Kita harus mengakui bagaimanapun juga kita tidak bisa menghilangkan dia dari hati kita.
Dan tanpa teman, kita tidak akan seperti sekarang ini.


Memang Arti Sahabat terlalu sulit untuk di definisikan,namun arti hadirnya dalam hidup kita begitu besar.Sudahkah sobat menemukan Sahabat sejati ?.

Best Regart,
Yudi riswandy,
www.goesmart.com

Jumat, 15 Maret 2013

Makna Sabar

Segera bergabung di www.goesmart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.

Sebagai manusia, kita sering dihinggapi perasaan-perasaan buruk seperti: dendam, sakit hati, marah, iri hati, keserakahan, rasa takut, dan benci. Dapatkah perasaan-perasaan tersebut dilenyapkan dari batin kita dengan cara melarikan diri atau dengan jalan menekannya? Hal ini penting bagi kita untuk ditelusuri, diselidiki, dan dipelajari karena ternyata dalam kenyataannya salah satu dari nafsu-nafsu tersebut selalu muncul tanpa kita sadari. Perasaan tersebut menyelinap begitu saja dalam hati, dan tentu saja sangat mengganggu bagaikan sebutir kerikil dalam sepatu. Mungkinkah kita terbebas dari semua nafsu tersebut dengan daya upaya kita?
Alangkah bijaknya apabila kita mau bertanya, dari mana timbulnya nafsu-nafsu seperti dendam, benci, marah, iri hati, ujub, ria, takabur, serakah, rasa takut, dan sebagainya itu. Sesungguhnya, semua itu timbul dari adanya pikiran yang membentuk si Aku dengan keinginannya untuk mengejar kesenangan dan menjauhi kesusahan. Karena si Aku ini merasa diganggu, dirugikan baik lahir maupun batin, maka timbullah kemarahan, kebencian, dan dendam. Karena si Aku ini ingin mengejar kesenangan, maka lahirlah keserakahan, kesombongan, iri hati, dan sebagainya.
Ketika kemarahan muncul, berdasarkan pengalaman sendiri atau informasi dari orang lain, si Aku melihat bahwa kemarahan itu ternyata tidak akan menguntungkan. Lalu,  muncullah keinginan lain lagi, yaitu keinginan untukmelenyapkan kemarahan. Jelas sekali bahwa yang marah dan yang ingin bebas dari kemarahan tersebut masih yang itu-itu juga, masih si Aku yang ingin senang. Hakekatnya adalah bahwa si Aku ingin bebas dari rasa marah karena dianggap menyenangkan. Jadi, si Marah adalah si Aku, si Ingin Bebas dari kemarahan pun adalah si Aku sendiri. Bermacam-macam daya upaya dilakukan kita untuk bebas dari kemarahan, kebencian, dan sebagainya. Ada yang melarikan diri dari kenyataan itu dengan cara menghibur diri, pergi ke tempat karaoke, pergi ke pub atau klab malam untuk berjoget dan minum sampai mabuk, bahkan ada yang pergi ke tempat sunyi sekedar untuk menyepi. Ada pula yang mempergunakan kekuatan kemauan untuk menghimpit dan menekan kemarahan yang timbul tersebut dengan membaca wirid-wirid tertentu. Pendeknya, segala macam daya upaya dilakukan untuk membebaskan diri dari kenyataan, yaitu amarah.

Bagaimana hasilnya?
Sepintas tampak berhasil. Kemarahan tidak muncul lagi karena ada penekanan kemauan dan hiburan. Akan tetapi, mustahil melenyapkan penyakit apabila hanya dengan menggosok-gosok wilayah yang sakit agar nyerinya berkurang atau lenyap. Sesungguhnya penyakitnya masih tetap ada, yang ditekan hanyalah rasa nyeri, maka suatu waktu rasa nyeri itupun akan muncul kembali. Demikian pula dengan kemarahan, kebencian, dan sebagainya. Memang dengan upaya penekanan atau hiburan, kemarahan itu seolah-olah pada lahirnya sudah lenyap, api kemarahan tampaknya padam. Namun sesungguhnya tidaklah demikian adanya, api itu masih tetap membara bagaikan api dalam sekam, dari luar tidak tampak menyala padahal di bagian dalamnya tetap membara dan sewaktu-waktu siap untuk berkobar kembali.
Oleh karena itu, terciptalah lingkaran setan pada diri kita. Marah – disabarkan atau ditekan – marah lagi – ditekan lagi, terus begitu selama kita masih hidup. Beranikah kita menghadapi keadaan tersebut secara langsung? Saat muncul marah, dendam, benci, iri, takut, dan sebagainya, mengapa kita harus lari? Mengapa kita tidak mencoba untuk menanggulanginya dengan cara mengamati, menyelidiki, dan mempelajarinya secara langsung? Mengapa kita tidak membuka mata dan waspada, penuh kesadaran akan semua itu? Jika marah timbul dan kita membuka mata penuh kewaspadaan, mengamatinya tanpa campur tangan si Aku yang ingin mengubah keadaan dengan cara ingin sabar dan sebagainya, maka apakah yang terjadi dengan kemarahan tersebut? Cobalah! Segala pengertian itu tanpa guna kalau tidak disertai dengan penghayatan. Pengertian harus disertai dengan penghayatan. Tanpa penghayatan, segala macam pengertian hanyalah pengetahuan kosong belaka, hanya berupa teori-teori usang yang pantas disimpan di lemari-lemari lapuk untuk sekedar hiasan belaka. Pengetahuan seperti itu tiada manfaatnya bagi kehidupan. Dengan demikian, kalau muncul marah, dendam, benci, takut, dan sebagainya, kita hadapi saja dan kita buka mata hati kita untuk mengamatinya dengan penuh perhatian, penuh kewaspadaan dan kesadaran.
Sesungguhnya, pengekangan nafsu, pengendalian diri dan tekanan acapkali diajarkan kepada kita berupa pendidikan dan pengajaran. Justru pelajaran inilah yang menimbulkan konflik-konflik dalam batin kita, antara kenyataan dan angan-angan yang selalu bertolak-belakang. Kenyataannya kita ini serakah, akan tetapi angan-angan yang dijejalkan kepada kita adalah agar kita tidak serakah, demikian seterusnya. Sumber penyakitnya tidak pernah diobati dan dilenyapkan, hanya rasa nyeri saja yang kita usahakan untuk diringankan atau dilenyapkan. Tentu saja, sang penyakit akan selalu kambuh lagi kalau ada pemicunya kembali. Ternyata, sumber penyakitnya adalah ada pada si Aku yang selalu ingin senang dan ingin menjauhi susah.
Kemarahan, kebencian, dan dendam timbul karena pikiran si Aku tersinggung atau merasa dirugikan. Kalau tidak ada si Aku yang merasa dirugikan, mungkinkah kemarahan itu ada? Hanya dengan pengamatan yang penuh kewaspadaan akan menciptakan pengertian. Hanya dengan pengertian disertai kesadaran yang memunculkan penghayatan. Dengan jalan itu, lahirlah tanggapan-tanggapan spontan seketika. Pengertian dan penghayatan dari pengamatan inilah yang akan meniadakan marah, benci, dan dendam. Dengan tiadanya marah, benci, dan dendam mendekatkan hati kita kepada kebebasan, cinta, dan kasih sayang. Kalau sudah begitu, kita tidak perlu lagi belajar sabar.

Oleh Irman Nurhapitudin Dimyati
Best Regarts,
Yudi Riswandy.
www.goesmart.com

Kamis, 14 Maret 2013

Blog, Blogger, Artikel dan Jurnalisme Via Media Internet

Segera bergabung di www.goesmart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.

Dunia blog tidak lepas dari tulis-menulis (meskipun pada kenyataannya kita tidak pernah menulis di blog, melainkan mengetik). Seperti halnya blogger yang "menulis" karyanya di dunia blog, begitu pula jurnalis (wartawan) menuliskan pemikiran dan liputannya di media massa (cetak/koran dan elektronik). Lantas, apakah penulis blogger bisa disamakan dengan jurnalis (wartawan). Meskipun mempunyai prinsip yang sama, dunia jurnalistik nyatanya jauh lebih luas dibandingkan blog atau blogger. Tidak salah memang karena di dunia jurnalistik, setiap wartawan dibekali pendidikan formal, ilmu jurnalistik, kode etik penulisan, dan hal-hal lain yang terikat dengan pewartaan.

Meski demikian, bukan berarti blog atau blogger yang kemudian berkembang ke arah jurnalis warga (citizen jurnalism) jauh tertinggal dari jurnalis atau wartawan yang sesungguhnya. Blogger yang menulis pemikirannya di blog tidak terikat pada satu media tertentu, meskipun ada kode etik tidak tertulis yang harus dicamkan oleh setiap blogger, seperti penulisan, kode etik, copy-paste dan isu plagarisme, dan lain-lain.

Tidak ada salahnya pula blogger sedikit banyak "mencuri" ilmu dari wartawan yang memperoleh pendidikan formal jurnalistik. Tidak sedikit hal yang bisa kita ambil dari dunia jurnalistik, terkait masalah penulisan bagi para blogger yang ingin mengembangkan diri sebagai citizen journalism.

Lantas, Bisakah blogger menjadi jurnalis warga atau yang lebih ngetrend dengan sebutan "citizem journalism"? Pertanyaan tersebut muncul dengan semakin menjamurnya dunia blog. Berikut sebuah artikel yang aku ambil dari Tempo.

Bagaimana kita menulis berita seperti karya para jurnalis profesional? Begitulah pertanyaan beberapa teman yang berniat serius menekuni jurnalisme warga.

Mereka belum pernah mendapatkan pendidikan jurnalisme formal, tapi memiliki blog sebagai tempat berbagi kabar, dan hendak menjadikan media pribadinya tersebut sebagai sumber berita warga daring. Kebetulan, jurnalisme warga juga sedang menjadi isu hangat di beberapa blog komunitas.

Mat Bloger, yang ikut mendengar pertanyaan itu, langsung berkomentar. "Halah, begitu saja kok repot. Tulis saja semua yang sampean punya. Bebas."

Saya menukas. "Nggak bisa sembarangan begitu, Mat. Siapa pun bisa jadi jurnalis warga. Tapi, kalau mau serius, sebaiknya kita belajar dari ahlinya, orang-orang yang pekerjaan sehari-harinya memang jurnalis, terutama ketika hendak menulis atau membuat berita."

"Kenapa, Mas? Apa sih yang bisa kita pelajari dari para jurnalis profesional?" tanya Mat Bloger.

Jurnalis profesional bekerja berdasarkan standar prosedur, undang-undang, prinsip, dan kode etik jurnalistik. Dalam bekerja, mereka selalu menjadikan semua pegangan itu sebagai acuan untuk mendapatkan kredibilitas dan kepercayaan pembaca. Nah, ada beberapa hal yang bisa kita pelajari dari mereka saat membuat berita.

Kejujuran
Sekali lancung ke ujian, seumur-umur sampean nggak akan dipercaya lagi oleh pembaca. Kabar bohong, menyesatkan, manipulatif, dan melanggar etika mungkin akan membuat sampean cepat populer. Tapi kelak sampean akan menuai hasilnya, kehilangan kepercayaan dan kredibilitas. Kebanyakan berita "panas" pun baru keluar setelah seorang jurnalis menghabiskan berbulan-bulan atau bertahun-tahun melakukan verifikasi, check and recheck, serta menguji ulang sumber-sumbernya.

Akurasi
Hasil survei Pew Centre terhadap para blogger menunjukkan 34 persen responden merasa karya mereka merupakan hasil kerja jurnalistik. Tapi hanya 56 persen di antaranya yang telah menyediakan waktu tambahan untuk memverifikasi fakta. Padahal akurasi adalah mahkota sebuah laporan. Sampean harus yakin bahwa semua bahan yang ditulis itu akurat. Sampean tak boleh salah menyebut nama dan umur sumber, tanggal, lokasi kejadian, dan sebagainya.

Presisi
Ketepatan penulisan adalah kunci, baik dalam menuliskan kata maupun kalimat. Ia membantu kita memperoleh respek dan legitimasi. Gunakan, misalnya, KBBI atau kamus Thesaurus sebagai pembantu mendapatkan ketepatan penulisan. Kesalahan ketik atau ejaan akan membuat pembaca ragu akan kebenaran seluruh tulisan.

Konsistensi
Agar jurnalis menulis secara konsisten, biasanya kantor mereka menyediakan style book. Buku panduan ini berguna agar jurnalis selalu menulis berita secara konsisten, misalnya "Yogyakarta" atau "Jogjakarta", "10" atau "sepuluh". Ini bukan soal benar atau salah, tapi konsistensi. Sesuatu yang konsisten membuat pembaca tak bingung.

Baca ulang
Para jurnalis terbiasa membaca kembali dan menyunting ulang laporan mereka. Langkah ini ditempuh guna memastikan apakah sebuah berita telah ditulis dengan akurat, presisi, dan tak mengandung kesalahan tulis atau ejaan. Pastikan apakah kalimat mengalir lancar. Periksa juga apakah setiap fakta, misalnya nama sumber, sudah ditulis dengan benar. Lihat apakah tata bahasa dan ejaannya sesuai dengan kaidah, tak ada kesalahan ketik, dan sebagainya. Mencegah kesalahan selalu lebih baik dari mengoreksi, bukan?


Source :
 http://lunjap.wordpress.com
Best Regarts,
Yudi Riswandy,
www.goesmart.com

Rabu, 13 Maret 2013

Mengapa Pembelajaran Bahasa Inggris Kita Gagal?

Segera bergabung di www.goesmart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.

Pelajaran bahasa Inggris bukanlah sesuatu yang asing di telinga orang Indonesia, bahkan orang tidak sekolahan pun mengenal apa itu bahasa Inggris. Namun, apakah semua orang memahami dengan baik posisi bahasa Inggris di Indonesia beserta pendekatan yang cocok untuk  mengajarkannya?
Sudah sekian lama, pelajaran bahasa Inggris menjadi mata pelajaran wajib dari sekolah hingga perguruan tinggi, bahkan akhir-akhir ini bahasa Inggris menjadi pelajaran wajib di tingkat Sekolah Dasar (SD).  Bahkan, seolah tidak ingin kalah dengan tingkat SD, jenjang pendidikan Taman Kanak-Kanak  (TK) pun ikut serta memberikan pengenalan bahasa Inggris entah alasan dan programmya jelas atau tidak. Sebagai seorang pemerhati pendidikan dan pengajaran bahasa Inggris di Indonesia, saya mengacungi jempol terhadap semua usaha yang telah dicapai untuk membantu anak-anak bisa berbahasa Inggris.
Lepas dari semua bentuk usaha untuk mengajarkan bahasa Inggris di Indonesia, ada suatu hal yang mengganjal dalam pikiran saya: mampukah semua usaha yang dilakukan untuk mengajarkan bahasa Inggris (dari  TK-Perguruan Tinggi) tersebut membuat siswa-siswa Indonesia pandai berbahasa Inggris?  Berdasarkan permasalahan tersebut, saya ingin memberikan pikiran saya terhadap pengajaran bahasa Inggris di Indonesia dalam arti luas dan tidak terbatas batas sekolah-sekolah tertentu. Bukankah pendidikan harus dijalankan secara adil dan merata?
Dalam tulisan ini saya bermaksud mengajak Anda semua untuk berpikir pada konteks yang luas yaitu konteks pendidikan di Indonesia, bukan terbatas pada sekolah-sekolah yang terletak di kota-kota besar atau sekolah-sekolah yang memiliki banyak fasilitas mewah penunjang belajar atau sekolah yang didesign secara khusus seperti RSBI. Secara umum saya melihat gap yang lebar antara pendidikan di kota dan di pinggiran, antara kebanyakan sekolah pemerintah dan sekolah swasta. Catatan saya untuk siswa di kota juga menunjukan jika siswa-siswa di kota jauh lebih beruntung daripada di mereka yang di pinggiran. Misalnya, siswa di kota dengan mudah bisa mengkuti kursus bahasa Inggris baik dengan guru lokal atau penutur asli (native speaker), akses materi belajar yang mudah, dan aneka kemudahan program bahasa Inggris lainnya. Disisi lain siswa di daerah pinggiran sering belajar dengan keadaan serba terbatas. Dari contoh tersebut bisa kita lihat mengapa siswa-siswa di kota memiliki kemampuan bahasa Inggris lebih baik dari siswa pinggiran. Salah satu jawabannya adalah adanya akses untuk terlibat aktif dalam berbahasa Inggris. Jadi bisa disimpulkan jika salah satu kunci untuk bisa menguasai bahasa Inggris dengan baik adalah dengan secara aktif terus memakai bahasa Inggris atau terlibat aktif dalam penggunaan bahasa Inggris (target language) seperti yang dilakukan kebanyakan siswa-siswa di perkotaan. Pertanyaannya: bagaimana dengan siswa-siswa di pinggiran yang kurang beruntung?
Dalam tulisan ini  pula saya ingin mengajak Anda memikirkan mereka yang kurang beruntung dalam belajar bahasa Inggris, yaitu siswa-siswa yang sepenuhnya mengandalkan pelajaran bahasa Inggris murni dari sekolah dan kurikulumnya. Dari sinilah saya berani menggunakan istilah ‘GAGAL’ karena hasil investigasi saya menunjukan jika kurikulum yang dibuat sekolah belum mampu membuat siswa-siswa di Indonesia secara umum bisa secara aktif berbahasa Inggris.  Selanjutnya, argumentasi saya untuk kegagalan pembelajaran bahasa Inggris di Indonesia juga bersumber dari hasil investigasi lapangan atas tanggapan berbagai guru bahasa Inggris terhadap kemampuan bahasa Inggris siswa-siwa sekolah dari berbagai kurikulum yang pernah diterapkan di Indonesia. Secara umum para guru berpendapat jika kurikulum sekolah belum mampu membuat siswa-siswa bisa berbahasa Inggris secara aktif, jika mampu berbahasa Inggris mereka masih dalam taraf terbatas.
Dalam artikel pendek ini saya tidak memasukan diskusi siswa-siswa sekolah di perkotaan sebagai indikator keberhasilan pembelajaran bahasa Inggris di sekolah, karena kemampuan bahasa Inggris mereka tidak murni  hasil didikan sekolah tetapi sudah dipengaruhi oleh pendidikan lain seperti kursusan  atau pelatihan bahasa Inggris yang disediakan oleh lembaga-lembaga di luar pendidikan formal.  Jadi, saya ingin memfokuskan tulisan ini pada isu pendidikan bahasa Inggris di sekolah formal.
Jika ditilik dari intesitas pembelajaran bahasa Inggris di Indonesia, saat ini anak-anak sudah memiliki banyak sekali waktu untuk belajar bahasa Inggris (dari TK sampai PT).  Secara logika dan teori, dengan mudah bisa dipahami implikasinya, jika anak-anak memiliki banyak waktu belajar bahasa Inggris, maka dia dengan cepat akan bisa berbahasa Inggris apalagi mereka belajar bahasa Inggris sejak usia dini. Apakah teori ini bisa diaplikasikan di Indonesia?
Lepas dari kurikulum sekolah dan metode untuk mengajar, saya melihat satu masalah yang sangat krusial yang menjadi kunci utama untuk mendongkrak kemampuan bahasa Inggris. Saya mencermati posisi bahasa Inggris sebagai bahasa asing (English as a foreign language) adalah penyebab utama mengapa kemampuan anak-anak kita rendah. Secara teori bisa kita pahami jika cara pandang terhadap bahasa Inggris sebagai bahasa asing tentu akan berbeda jika dilihat bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau L2 (alat komunikasi kedua) seperti di Malaysia dan Singapura di mana bahasa Inggris dipergunakan di dalam kehidupan masyarakat disamping bahasa utama / resmi (official language).
Di Indonesia, bahasa Inggris hanya dipelajari di sekolah namun tidak dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Secara umum bisa dipahami jika bahasa Inggris hanya dipelajari sebatas teori dan ilmu saja. Hal ini tentu berlawanan dengan konsep belajar suatu bahasa: dimana belajar suatu bahasa itu mempelajari 4 keahlian berbahasa (language skills): listening (mendengarkan), speaking(berbicara), reading (membaca) dan writing (menulis). Jadi, jika bahasa itu keahlian yang harus dipergunakan maka penggunaan bahasa Inggris dalam kehidupan nyata menjadi kunci sukses untuk menguasai bahasa tersebut. Sebagai contoh: seorang siswa yang  memiliki kosakata banyak belum tentu bisa berbicara atau paham bahasa Inggris dengan baik, seorang siswa yang hafal semua jenis tenses atau tata bahasa belum tentu bisa menulis bahasa Inggris dengan baik, dan seorang anak yang tahu banyak ekspresi bahasa Inggris belum tentu bisa menggunakan dengan tepat.
Jadi menurut saya, guru bahasa Inggris harus memahami jika bahasa Inggris di Indonesia sebagai bahasa asing sehingga semua bentuk kegiatan mengajar harus mengarah pada kenyataan posisi bahasa Indonesia di Indonesia. Guru harus sadar jika anak-anak tidak berbahasa Inggris di lingkungan mereka dan mereka belajar bahasa Inggris sebagai mata pelajaran wajib bukan suatu kebutuhan untuk dipergunakan di masyarakat dan kehidupan sehar-hari. Bagi saya, penciptaan kesadaran dalam diri siswa untuk mencintai bahasa Inggris akan menjadi kunci utama untuk menumbuhkan minat belajar bahasa Inggris.
Berdasar hasil penelitian saya untuk menjawab  ‘mengapa Anda menjadi guru bahasa Inggris’, hampir semua responden saya menyampaikan jika mereka sangat cinta dan tertarik dengan bahasa Inggris sehingga mereka rela berkorban dan berjuang secara mandiri untuk belajar dan menguasai bahasa Inggris. Mungkin ini bisa menjadi refleksi bagi diri Anda sendiri mengapa Anda menjadi guru bahasa Inggris dan bisa berhasil dalam belajar bahasa Inggris. Jawabnya sederhana: karena Anda cinta dan suka dengan bahasa Inggris.
Saya pribadi tertarik dengan bahasa Inggris sejak di SMP yang kemudian lanjut ke tingat SMA hingga perguruan tinggi. Karena rasa cinta yang luar biasa dengan bahasa Inggris, hampir sebagian waktu saya habiskan untuk mempelajari bahasa Inggris seperti mengikuti kursus-kursus bahasa Inggris.Bagi saya kecintaan dengan bahasa Inggris yang tulus dan murni bersumber dari relung hati yang paling dalam menjadi motor penggerak paling powerfuluntuk diri saya sehingga tanpa kenal lelah  saya rela terus berjuang untuk bisa berbahasa Inggris. Jadi modal awal saya hanyalah suka dengan bahasa Inggris.
Kesimpulan saya adalah selama bahasa Inggris itu berada pada posisi sebagai bahasa asing (foreign language), maka kemampuan anak-anak kita tidak akan mengalami banyak perubahan sehingga perlu wacana untuk merubah kedudukan bahasa Inggris di Indonesia. Guru sebaikanya menggunkan teknik mengajar bahasa Inggris yang sesuai dengan posisi / kedudukan bahasa Inggris di Indonesia.
Ada tiga poin untuk direnungkan dari tulisan saya ini:
·         Sehebat apapun sebuah metode tetapi jika tidak cocok dengan keadaan lingkungan (konteks) maka tidak akan banyak memberikan hasil.
·         Selama masalah belajar yang mendera siswa tidak terpecahkan maka harapan untuk mencapai hasil belajar yang bermutu sesuai dengan yang tertuang atau diharapkan dalam kurikulum akan sulit terealisasi.
·         Perlu untuk diwacanakan penggunakan bahasa Inggris dalam konteks nyata di masyarakat Indonesia sehingga bahasa Inggris bukan lagi sekedar sebuah bahasa asing yang dipelajari secara teori tetap menjadi bagian alat komunikasi sehari-hari.
diposting di http://subekti.com 
Best Regart,
Yudi Riswandy
www.goesmart.com

Senin, 11 Maret 2013

Membangun emosi positif dalam pembelajaran

Segera bergabung di www.goesmart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.

Oleh:  Heriyanto Nurcahyo (Guru SMA Negeri 1 Glenmore Banyuwangi)
Keberhasilan dan kegagalan proses belajar mengajar di kelas banyak ditentukan oleh kemampuan untuk membangun penghubung diantara kedua proses tersebut.Meski proses belajar mengajar merupakan dua hal yang berbeda, kita dituntut untuk menggapai keberhasilan keduanya secara bersamaan.Dan salah satu upaya terbaik untuk menggapai keduanya adalah membangun emosi positif melalui cerita di awal pembelajaran. Emosi positif adalah keadaan dimana pembelajaran mampu menghadirkan suasana ceria (joy),ketertarikan (interest), kepuasan atau kelegaan (contentment) dan love (cinta atau kasih sayang).
Learning is most effective when it’s fun memberi kita landasan yang sangat penting dalam pembelajaran.Menyenangkan adalah kondisi dimana anak didik terbebas dari rasa tertekan, tidak berdaya,putus asa serta bentuk tekanan psikologsi lainnya.Kondisi ini sejalan dengan syarat utama bekerjanya otak secara maksimal:keadaan yang menyenangkan.
Dave Meir dalam bukunya The Accelerated Learning Hand book(2000) merumuskan Keadaan yang menyenangkan ini lebih pada suasana hati yang positif semisal bangkitnya minat,adanya keterlibatan penuh,serta terciptanya makna dan nilai yang membahagiakan. Kegembiraan belajar seringkali merupakan penentu utama kualitas dan kuantitas belajar yang dapat terjadi.
Lebih jauh dia menyatakan bahwa emosi berpengaruh besar pada kualitas dan kuantitas belajar.Emosi yang positif dapat mempercepat proses belajar dan mencapai hasil belajar yang lebih baik, sebaliknya emosi yang negatif dapat memperlambat belajar atau bahkan menghentikannya sama sekali.
Oleh karena itu, pembelajaran yang berhasil haruslah dimulai dengan menciptakan emosi positif pada diri pembelajar. Untuk menciptakan emosi positif pada diri siswa dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah dengan menciptakan lingkungan belajar yang menyenangkan dan dengan penciptaan kegembiraan belajar
Kegembiraan belajar sebagai suasana hati yang positif (emosi positif) dapat tercipta melalui berbagai macam kegiatan yang kreatif. Kegiatan kreatif yang dapat meggugah munculya emosi positif diataranya adalah kegiatan-kegiatan pelepas stress.Salah satu kegiatan pelepas stress yang bisa dilakukan untuk meggugah munculya perasaan (emosi) positif adalah pemberian cerita di awal pembelajaran.
CERITA SEBAGAI PEMBUKAAN YANG BERKESAN
Salah satu kekuatan penting dalam proses belajar mengajar adalah keterkaitan emosional guru dengan siswa Sebuah cerita yang kita sampaikan di awal pembelajaran akan memiliki kesan yang mendalam bagi anak didik.Kesan yang mucul dari cerita yang disampaikan juga akan membantu proses pembelajaran dan penyampaian materi selanjutya.Disamping itu,cerita juga mampu mengaktifkan seluruh perasaan yang positif pada sang pemberi cerita (guru).
Kondisi tersebut diatas memudahkan baik anak didik maupun guru dalam membangun interaksi pembelajaran yang baik.Tidak adanya sekat psikologis diantara guru dan anak didik akan memungkinkan terjadinya pembelajaran yang nyaman, tanpa tekanan dan memberi ruang yang luas bagi murid untuk mengeksplorasi diri dan pengetahuan yang didapatnya.

BERI CERITA YANG MENGINSPIRASI
Adalah David MC Celland – seorang psikolog social – yang tertarik untuk mengetahui kaitan cerita dengan mental positif. Dari hasil penelitiannya, dia mendapati bahwa negara yang memiliki cerita yang menggugah munculnya sikap positif (N-Ach) berpengaruh sangat besar terhadap kemajuan bangsanya kelak dikemudian hari.
Cerita inspiratif juga bisa dijadikan sarana membangun motivasi anak didik. Anak didik akan dapat belajar dari cerita-cerita yang disampaikan oleh guru.Baik belajar tentang kearifan, keberanian maupun hikmah-hikmah yang lainnya.Dan yang lebih penting adalah bahwa cerita mampu mempengaruhi karakter anak didik. Modalitas inilah yang nantinya akan bermuara pada mental dan sikap positif anak didik.Baik saat mengikuti pembelajaran maupun ketika mereka dihadapkan pada kehidupan nyata.
Best Regarts,
Yudi Riswandy,
www,goesmart.com

Jumat, 08 Maret 2013

Pendidikan Berwawasan Global

Segera bergabung di www.goesmart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.

Pendidikan memiliki keterkaitan erat dengan globalisasi. Dalam menuju era globalisasi, Indonesia harus melakukan reformasi dalam proses pendidikan, yaitu dengan tekanan menciptakan sistem pendidikan yang lebih komprehensif dan fleksibel, sehingga para lulusan dapat berfungsi secara efektif dalam kehidupan masyarakat global demokratis. Oleh karena itu, pendidikan harus dirancang sedemikian rupa agar memungkinkan para anak didik dapat mengembangkan potensi yang dimiliki secara alami dan kreatif dalam suasana penuh kebebasasn, kebersamaan dan tanggung jawab. Selain itu, pendidikan harus dapat menghasilkan lulusan yang bisa memahami, masyarakatnya dengan segala faktor yang dapat mendukung mencapai sukses ataupun penghalang yang menyebabkan kegagalan di dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu alternatif yang dapat dilakukan yaitu mengembangkan pendidikan yang berwawasan global.
A. Perfektif Reformasi
Pendidikan berwawasan global merupakan suatu proses pendidikan yang dirancang untuk mempersdiapkan anak didik dengan kemampuan dasar intelektual dan tanggung jawab guna memasuki kehidupan yang bersifat kompetitif dan dengan derajat saling menggantungkan antar bangsa yang sangat tinggi. Pendidikan harus mengkhaitkan proses pendidikan yang berlangsung di sekolah dengan nilai-nilai yang selalu berubah di masyarakat global. Dengan demikian, sekolah harus memiliki orientasi nilai, di mana masyarakat tersebut harus selalu dikaji dalam kaitannya dengan masyarakat dunia.
Implikasi dari pendidikan berwawasan global menurut perfektif reformasi tidak hanya bersifat perombakan kurikulum, tetapi juga merombak sistem, struktur dan proses pendidikan. Pendidikan dengan kebijakan dasar sebagai kebijakan sosial tidak lagi cocok bagi pendidikan berwawasan global. Pendidikan berwawasan global harus merupakan kombinasi antara kebijakan yang mendasarkan pada mekanisme pasar. Maka dari itu, sistem dan struktur pendidikan harus bersifat terbuka, sebagaimana layaknya kegiatan yang memiliki fungsi ekonomis.
Kebijakan pendidikan yang berada di antara kebijakan sosial dan mekanisme pasar, memiliki arti bahwa pendidikan tidak semata-mata di tata dan diatur dengan menggunakan perangkat aturan sebagaimana yang berlaku sekarang ini, serba seragam, rinci dan instruktif. Tetapi pendidikan juga di atur layaknya suatu Mall, adanya kebebasan pemilik toko untuk menentukan barang apa yang akan dijual, bagaimana akan dijual dan dengan harga berapa barang akan dijual. Pemerintah tidak perlu mengatur segala sesuatu dengan rinci.
Selain itu, pendidikan berwawasan global bersifat sistematik organik, dengan ciri-ciri fleksibel-adaptif dan kreatif demokratis. Bersifat sistemik-organik artinya bahwa sekolah merupakan sekumpulan proses yang bersifat interaktif yang tidak bisa dilihat sebagai-hitam putih, tetapi setiap interaksi harus dilihat sebagai satu bagian dari keseluruhan interaksi yang ada.
Fleksibel-adaptif, artinya bahwa pendidikan lebih ditekankan sebagai suatu proses learning daripada teaching. Anak didik dirangsang untuk memiliki motivasi untuk mempelajari sesuatu yang harus dipelajari dan continues learning. Tetapi, anak didik tidak akan dipaksa untuk dipelajari. Sedangkan materi yang dipelajari bersifat integrated, materi satu dengan yang lain dikaitkan secara padu dan dalam open-sistem environment. Pada pendidikan tersebut karakteristik individu mendapat tempat yang layak.
Kreatif demokratis, berarti pendidikan senantiasa menekankan pada suatu sikap mental untuk senantiasa menghadirkan suatu yang baru dan orisinil. Secara paedagogis, kreativitas dan demokrasi merupakan dua sisi dari mata uang. Tanpa demokrasi tidak akan ada proses kreatif, sebaliknya tanpa proses kreatif demokrasi tidak akan memiliki makna.
Untuk memasuki era globalisasi pendidikan harus bergeser kearah pendidikan yang berwawasan global. Dari perspektif kurikuler pendidikan berwawasan global berarti menyajikan kurikulum yang bersifat interdisipliner, multidisipliner, dan transdisipliner. Berdasarkan perspektif reformasi, pendidikan berwawasan global berarti menuntut kebijakan pendidikan tidak semata-mata sebagai kebijakan sosial, melainkan suatu kebijakan yang berada di antara kebijakan sosial dan kebijakan yang mendasarkan pada mekanisme pasar. Maka dari itu, pendidikan harus memiliki kebebasan dan bersifat demokratis, fleksibel dan adaptif.
B. Perspektif Kurikuler
Pendidikan berwawasan global dapat dikaji berdasarkan pada dua perspektif yaitu perspektif reformasi dan perspektif kurikuler. Berdasarkan persperktif kurikuler, pendidikan berwawasan global merupakan suatu proses pendidikan yang bertujuan untuk mempersiapkan tenaga terdidik kelas menengah dan professional dengan meningkatkan kemampuan individu dalam memahami masyarakatnya dalam kaitannya dengan kehidupan masyarakat dunia, dengan ciri-ciri sebagai berikut :
1.   Mempelajari budaya, sosial, politik dan ekonomi bangsa lain dengan titik berat memahami adanya saling ketergantungan
2.  Mempelajari barbagai cabang ilmu pengetahuan untuk dipergunakan sesuai dengan kebutuhan lingkungan setempat,dan
3. Mengembangkan berbagai kemungkinan berbagai kemampuan dan  keterampilan untuk bekerjasama guna mewujudkan kehidupan masyarakat dunia yang lebih baik.
Oleh karena itu, pendidikan berwawasan global akan menekankan pada pembahasan materi yang meliputi:
1.       Adanya saling ketergantungan di antara masyarakat dunia
2.        Adanya perubahan yang akan terus berlangsung dari waktu ke waktu
3.  Adanya perbedaan kultur di antara masyarakat atau kelompok-kelompok dalam masyarakat
4.    Adanya kenyataan bahwa kehidupan dunia itu memiliki berbagai keterbatasan antara lain dalam wujud ketersediaan barang-barang kebutuhan yang jarang. Untuk dapat memenuhi kebutuhan yang jarang tersebut tidak mustahil dapat menimbulkan konflik-konflik.
Maka dari itu, perlu adanya upaya untuk saling memahami budaya yang lain. Berdasarkan perspektif kurikuler ini, pengembangan pendidikan berwawasan global memiliki implikasi kearah perombakan kurikulum pendidikan. Mata pelajaran dan mata kuliah yang dikembangkan tidak lagi bersifat monolitik melainkan lebih banyak yang bersifat integratif. Dalam arti mata kuliah lebih ditekankan pada kajian yang bersifat multidisipliner, interdisipliner dan transdisipliner.
Best regarts,
Yudi Riswandy,
www.goesmart.com

Permainan untuk Balita Anda (klik play, pilih lagu di kiri, lalu tekan sembarang tuts)