Barangkali
tak ada di antara kita yang tak setuju bahwa pendidikan punya peran besar dalam
pembangunan suatu bangsa. Namun, sering kali kita berhenti di situ, pada
tataran abstrak dan menerimanya sebagai kebenaran mutlak yang tidak perlu lagi
dikaji dan dirinci.
Berdasarkan keyakinan itu, kita melaksanakan percepatan dan
perluasan pendidikan melalui aneka program pendidikan. Negara sebagai
penjurunya dan masyarakat berpartisipasi aktif.
Semangat ini sudah benar. Namun, sebenarnya ada satu hal penting
yang ”hilang”, yaitu tentang ”apa” yang seyogianya diajarkan untuk menyiapkan
manusia-manusia Indonesia yang mampu berkontribusi maksimal bagi kemajuan
bangsanya. Barangkali sekarang sudah waktunya kita memikirkan secara lebih
mendalam masalah yang teramat penting ini.
Belum punya konsep yang jelas
Saya harus menyatakan bahwa sampai saat ini kita belum punya
konsepsi yang jelas mengenai substansi pendidikan ini. Karena tak ada konsepsi
yang jelas, timbullah kecenderungan untuk memasukkan apa saja yang dianggap penting
ke dalam kurikulum. Akibatnya, terjadilah beban berlebihan pada anak didik.
Bahan yang diajarkan terasa ”berat”, tetapi tak jelas apakah anak mendapatkan
apa yang seharusnya diperoleh dari pendidikannya.
Substansi dasar yang memberikan isi pada kebijakan pendidikan
kita perlu dibakukan. Rumusan substansi yang jelas dan cermat akan dapat
menjadi kompas dan perajut bagi begitu banyak kegiatan dan inisiatif pendidikan
di Tanah Air sehingga mengurangi segala macam kemubaziran. Rumusan substansi
tersebut haruslah mengacu dan diturunkan dari konsepsi yang jelas mengenai
bagaimana kemajuan bangsa terjadi dan apa peranan pendidikan di dalamnya.
Saya tak akan mengulang apa yang telah dikatakan oleh para pakar
mengenai peran strategis pendidikan dalam menyiapkan kemampuan ilmu pengetahuan
dan teknologi (iptek) bangsa, serta dengan demikian mendorong kemajuan bangsa.
Kita semua sepakat mengenai hal ini. Di sini saya ingin mengangkat sisi penting
lain dari pendidikan, yaitu perannya dalam mendukung kemajuan bangsa melalui
dukungannya dalam pembangunan sosial, ekonomi, dan politik.
Berikut ini adalah butir-butir yang terkait dengan itu, yang
saya sarikan dari hasil-hasil riset di bidang ekonomi-politik dan sejarah
(Daron Acemoglu & James A Robinson, 2012). Penelitian-penelitian itu
mencoba mengidentifikasi faktor-faktor penentu utama kemajuan bangsa sebagai
suatu entitas sosial, ekonomi, politik berdasarkan analisis pengalaman sejarah
bangsa-bangsa.
Beberapa kesimpulan penting adalah sebagai berikut. Bahwa
kemajuan suatu bangsa ditentukan oleh mutu institusi-institusinya, terutama
institusi politik dan ekonominya. Proses kemajuan suatu bangsa terjadi dan
berlanjut bila terjadi interaksi positif antara institusi politik dan institusi
ekonominya. Bangsa-bangsa yang gagal maju—karena insiden sejarah atau
barangkali karena kelalaiannya sebagai bangsa—umumnya terperangkap dalam
interaksi negatif dari kedua kelompok institusinya tersebut.
Dari dua kelompok institusi penentu kemajuan bangsa, sejarah
bangsa-bangsa menunjukkan, institusi politik adalah yang lebih mendasar.
Kelompok institusi inilah yang pada akhirnya menentukan aturan main yang
mengondisikan efektif tidaknya institusi-institusi lain. Pembenahan dan
penataan institusi politik merupakan kunci pembuka kemajuan bangsa.
Selanjutnya riset sejarah menunjukkan, institusi politik akan
mendukung proses kemajuan suatu bangsa apabila memenuhi dua persyaratan utama.
Pertama, harus ada suatu tingkat konsentrasi kekuasaan politik di tingkat
nasional yang cukup untuk menjamin penegakan law and order. Somalia dan
Afganistan adalah contoh ekstrem kekuasaan terlalu tercerai-berai sehingga
ketertiban umum dan hukum tidak bisa dijalankan.
Syarat kedua adalah sebaliknya, yaitu kekuasaan politik tak
boleh terkonsentrasi di tangan satu kelompok atau beberapa kelompok saja
(oligarki), tetapi harus terbagi sedemikian rupa sehingga elemen- elemen utama
bangsa terwakili di dalamnya. Konstelasi politik harus inklusif karena dengan
demikian sistem checks and balances dapat berjalan efektif. Tidak terlalu
terkonsentrasi dan tidak terlalu tercerai-berai.
Dengan kata lain: sistem demokrasi! Riset tersebut menarik
kesimpulan kuat dari analisis empiris sejarah bahwa demokrasi merupakan sistem
politik yang paling menjanjikan bagi bergulirnya proses kemajuan bangsa. Tentu,
yang dimaksud adalah demokrasi dalam arti substantif, bukan sekadar bentuk
formalnya.
Riset menunjukkan bahwa makin
tinggi pendapatan per kapita, makin besar peluang demokrasi berhasil dan
berlanjut (Fareed Zakaria, 2003). Bangsa-bangsa yang sedang membangun dan
sedang mengonsolidasikan demokrasinya sangat penting untuk menghindari krisis
ekonomi. Sebab, di situ ada risiko tinggi sendi- sendi demokrasi yang sedang
dibangun ikut rontok. Konsolidasi demokrasi berpeluang tinggi berhasil bila
ditopang oleh perekonomian yang tumbuh dan manfaatnya makin terbagi merata.
Apabila demokrasi berhasil dikonsolidasikan, semakin besar pula
institusi-institusi ekonomi akan berfungsi lebih baik lagi. Pada gilirannya
meningkatkan kinerja perekonomian dan selanjutnya akan memperkuat demokrasi.
Demikianlah seterusnya: terjadi proses interaksi positif antara politik dan
ekonomi.
Peran pendidikan
Satu hal penting dari hasil riset mutakhir: institusi memegang
peran kunci dalam proses kemajuan bangsa. Kualitas institusi penentu utama
kemajuan bangsa. Oleh karena itu, upaya pembangunan bangsa semestinya
memberikan prioritas tertinggi pada pembangunan institusi.
Kualitas kinerja institusi pada akhirnya ditentukan oleh
kualitas manusia-manusia yang melaksanakan fungsi institusi itu, terutama dalam
sikap dan kompetensinya. Di sinilah kita melihat jelas peran sentral pendidikan
dalam pembangunan dan kemajuan bangsa. Melalui pendidikan kita dapat menanamkan
sikap yang pas dan memberikan bekal kompetensi yang diperlukan kepada
manusia-manusia yang menjalankan fungsi institusi-institusi yang menentukan
kemajuan bangsa.
Di sini penting dibedakan dua sasaran pendidikan. Pertama,
membentuk sikap dan kompetensi dasar yang perlu dimiliki oleh setiap warga
negara di mana pun mereka berkarya. Ini merupakan tugas dari pendidikan umum.
Adapun sasaran kedua: mendidik sikap dan kompetensi khusus yang diperlukan bagi
mereka yang bekerja di bidang-bidang tertentu. Ini adalah bidang tugas dari
pendidikan khusus. Pendidikan umum membekali anak didik soft skills untuk
menjadi manusia dan warga negara yang baik. Pendidikan khusus memberikan hard
skills untuk menjadi pekerja yang baik.
Pada hakikatnya pendidikan umum wajib diberikan kepada semua
anak didik di semua jenjang, mulai dari SD hingga perguruan tinggi (S-1). Tentu
materi di setiap jenjang disesuaikan dengan umur dan tingkat kematangan anak
didik. Adapun substansi pendidikan khusus diberikan sesuai vokasi atau profesi
yang dipilih oleh siswa atau mahasiswa dalam kariernya nanti. Materi pendidikan
khusus diberikan sebagai tambahan materi pendidikan umum. Dalam pendidikan
khusus inilah dibangun, antara lain, kemampuan iptek manusia Indonesia.
Dalam strategi pendidikan yang utuh, kedua komponen pendidikan
ini dirumuskan secara rinci, konsisten, dan seimbang. Keduanya membentuk
kurikulum minimal pada tiap jenjang pendidikan dengan standar yang berlaku, dan
diberlakukan secara nasional. Tentu ruang untuk muatan lokal harus tetap
diberikan sesuai kekhasan setiap daerah dan kelompok masyarakat. Inilah yang
saya maksud dengan benang merah substansi pendidikan nasional yang perlu kita
rumuskan secara lebih jelas dan cermat.
Apabila kita menerima bahwa konsolidasi demokrasi adalah simpul
kritis penentu kemajuan bangsa, strategi pendidikan perlu diarahkan sepenuhnya
dan secara nyata mendukung sasaran ini. Pintu masuk kita adalah melalui
pendidikan umum. Substansi pendidikan umum harus mencakup semua hal yang
diperlukan untuk membekali anak didik agar jadi pelaku demokrasi yang efektif,
yang tahu hak dan tanggung jawabnya, yang punya komitmen untuk menyukseskan
proses konsolidasi demokrasi. Apabila ini kita lakukan, kita dapat optimistis,
risiko-risiko kegagalan demokrasi dalam masa konsolidasi ini dapat
diminimalkan. Demokrasi kita akan makin mantap dan institusi-institusi ekonomi
akan makin efektif, yang selanjutnya akan makin memperkuat demokrasi.
Delapan kemampuan
Apa yang perlu dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan umum
yang memenuhi tuntutan tersebut? Ini adalah tantangan bagi para ahli untuk
merumuskannya. Di sini saya ingin menyampaikan satu contoh substansi pendidikan
umum dari negara lain untuk jenjang perguruan tinggi (S-1). Substansi bagi
jenjang-jenjang di bawahnya tentu perlu penyesuaian-penyesuaian, termasuk harus
memasukkan kekhasan budaya dan sejarah kita.
Profesor Derek Bok, Presiden Emeritus Universitas Harvard,
mengatakan, pendidikan S-1 di Amerika Serikat bertujuan memberikan bekal
delapan kemampuan kepada mahasiswanya. Pertama, kemampuan berkomunikasi. Semua
mahasiswa S-1 perlu punya kemampuan ini secara efektif dengan berbagai pihak.
Mereka harus mampu menulis dengan presisi dan menarik juga mengungkap secara
lisan idenya dengan jelas dan persuasif. Ketidakmampuan berkomunikasi antara
warga negara atau antara pemerintah dan publik adalah kegagalan demokrasi.
Kedua, kemampuan berpikir jernih dan kritis. Kemampuan ini
mencakup kemampuan mengajukan pertanyaan yang relevan, mengenali dan
mendefinisikan masalah, menyadari dan mempertimbangkan argumentasi dari
berbagai sisi dari suatu permasalahan, serta mencari dan menggunakan secara
efektif data dan informasi yang relevan. Akhirnya, mengambil sikap dan
kesimpulan setelah mempertimbangkan semuanya dengan cermat.
Ketiga, kemampuan mempertimbangkan segi moral suatu
permasalahan. Hampir tiap isu publik punya sisi moral. Mahasiswa perlu dilatih
menganalisis dengan jernih dan mengambil sikap mengenai aspek baik-buruk,
benar-salah dari segi moral dalam menghadapi permasalahan.
Keempat, kemampuan untuk menjadi warga negara yang efektif.
Mahasiswa harus disiapkan menjadi peserta aktif dalam proses demokrasi dan
mampu mengambil sikap yang rasional mengenai berbagai masalah politik dan
isu-isu publik.
Kelima, kemampuan untuk mencoba mengerti dan toleran terhadap
pandangan yang berbeda. Di AS yang terdiri atas banyak kelompok etnis dan
kelompok agama, pengajaran toleransi memperoleh perhatian khusus dan dianggap
sebagai tugas penting dari universitas.
Keenam, kemampuan hidup dalam masyarakat yang mengglobal.
Mahasiswa diharapkan punya pengetahuan dasar masalah-masalah internasional dan
apresiasi mengenai kultur yang berbeda.
Ketujuh, memiliki minat luas mengenai hidup. Mahasiswa harus
dibangkitkan minat intelektualnya, seperti mengenai sejarah, filsafat, dan
minat di bidang-bidang lain, seperti musik, seni, dan olahraga.
Kedelapan, memiliki kesiapan untuk bekerja. Ini sebenarnya bukan
bagian dari kurikulum pendidikan umum, tetapi bagian dari kurikulum pendidikan
khusus yang memang harus diajarkan pada tingkat S-1 sesuai dengan fakultasnya.
Kedengaran terlalu idealistik, tetapi itulah yang jadi sasaran
ideal universitas-universitas di sana. Dan, tampaknya mereka sangat serius
dalam mencapai sasaran tersebut. Tentunya kita tak boleh puas diri dengan apa
yang kita punya sekarang. Taruhannya terlalu besar untuk bersikap seperti itu.
Marilah kita lakukan sesuatu yang substantif bagi pendidikan kita.***
By
Dadan Sutisna in Forum Peduli Bahasa Daerah Nusantara (Files)
Noot : tulisan ini Posting Pak
Gus Manz di Grup Padepokan Guru Indonesia
Best Regarts,
Yudi Riswandy,
www.goesmart.com