Tahun 2012 segera berakhir.
Telah banyak catatan yang ditorehkan, termasuk di bidang pendidikan. Ada yang
menilai dunia pendidikan Indonesia di tahun ini sedang penuh dengan ‘cobaan’.
Berbagai lembar hitam satu persatu bermunculan ketika kita mencoba mengingat
apa yang sudah terjadi.
Tetapi, tidak semua lembar cerita tentang dunia pendidikan
Indonesia hanya berwarna hitam bak jelaga. Ada juga kisah-kisah membanggakan
yang patut kita jadikan dorongan untuk bisa melesat lebih jauh lagi.
Inilah beberapa catatan kecil tentang dunia pendidikan di
Indonesia selama setahun ini. Ada suka yang mengharukan, ada pula kisah duka
yang memilukan dan menyayat hati. Walaupun hanya berupa catatan, tapi
peristiwa-peristiwa yang telah terjadi tersebut akan membuat kita menjadi
bijak, jika kita benar-benar mampu mengambil hikmah darinya.
Fenomena
tawuran yang tak kunjung berhenti
Seperti tahun-tahun sebelumnya, dunia pendidikan di Indonesia
pada tahun 2012 ini juga dipaksa untuk kembali meneteskan air mata karena ulah
para pelajar dan mahasiswanya yang melakukan perkelahian massal atau tawuran.
Seakan-akan, fenomena tawuran ini sudah menjadi tradisi turun-temurun. Walau
fakta di lapangan jelas menunjukkan banyaknya korban yang cedera maupun tewas,
tampaknya tradisi tawuran belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti.
KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) merilis ada sekitar
150 kasus tawuran dengan jumlah korban tewas mencapai 37 orang yang terjadi di
sepanjang tahun 2012 ini. Tentu data ini belum termasuk tawuran yang terjadi di
daerah yang jauh dari pantauan media massa.
Tawuran sendiri adalah merupakan bentuk kekerasan yang dilakukan
secara berkelompok. Akar tawuran sendiri adalah sistem pelestarian kekerasan
yang ada di kalangan para pelajar. Pertanyaannya, bagaimana bisa sistem
pelestarian kekerasan macam ini terus berlangsung?
Menurut Arist Merdeka Sirait
dari KPAI ,salah satu penyebab mendasar dari maraknya kasus tawuran pelajar ini
adalah karena buah dari kegagalan sistem pendidikan di sekolah. Pria dengan
julukan ‘pak brewok yang ramah’ ini mengungkapkan bahwa pelajar terlalu ditekan
dengan berbagai hal yang mengatasnamakan kedisiplin, sehingga mereka
memunculkan sebuah bentuk perlawanan yang salah satu diantaranya adalah
membentuk komunitas-komunitas (baca: geng).
Komunitas inilah yang nantinya
paling sering menjadi awal mula dari peristiwa tawuran. Loyalitas buta yang
tertanam di benak semua anggota komunitas serta perasaan ingin eksis khas
remaja membuat sering komunitas-komunitas ini menyerang kelompok lainnya dengan
alasan yang mungkin bisa dikatakan sepele.
Parahnya, walau para senior di kelompok tersebut sudah lulus,
semangat untuk membenci kelompok lainnya tetap tertanam kuat. Akibatnya tawuran
pun menjadi seakan sebuah tradisi. Tentu jika ini dibiarkan, maka generasi
penerus bangsa sebenarnya sedang berada dalam bahaya.
Selain membahayakan generasi
muda penerus bangsa secara fisik, tawuran yang makin marak terjadi ini juga
akan mengganggu perkembangan psikis dan karakter para pelajar Indonesia. Mereka
berpotensi untuk tumbuh menjadi generasi yang menyukai kekerasan dan memilih
mendahulukan otot daripada otak.
Tawuran yang paling menghebohkan tahun ini, terjadi pada
pertengahan bulan September. Saat itu para pelajar dari dua SMA di Jakarta,
SMAN 6 dan SMAN 70 saling menyerang. Seperti sebuah pertandingan gladiator,
para pelajar yang ironisnya masih memakai seragam sekolah itu seperti
manusia-manusia yang sudah kesetanan. Batu-batu bertebaran, ikat pinggang
mengayun ke sana ke mari dan jeritan serta makian yang keluar dari mulut mereka
membuat seakan mereka adalah sekumpulan manusia barbar yang lupa bahwa ini
adalah negara beradab.
Dalam tawuran tragis itu, Alawy Yusiantro, seorang pelajar yang
baru duduk di kelas sepuluh, harus meregang nyawa karena dadanya ditusuk oleh
belati. Tangis keluarga pun pecah. Indonesia pun kembali berduka. Alawy, remaja
yang mungkin nanti dapat menjadi dokter, insinyur atau pengusaha, harus
terpupus impiannya karena hidupnya terenggut secara paksa.
Tentu masih banyak pelajar naas lainnya yang bernasib sama
seperti Alawy. Jumlah mereka akan makin bertambah jika mata rantai tawuran ini
tidak segera diputus. Jangan biarkan calon-calon penerus negeri dengan asa dan
masa depan yang masih panjang harus tewas sia-sia.
Tidak hanya di kalangan
pelajar, tawuran juga dilakukan oleh mereka yang menyandang predikat mahasiswa.
Kota Makassar masih menjadi pusat pemberitaan akibat ulah beberapa mahasiswanya
yang saling mempertontonkan amarah dan kebencian mereka tanpa rasa malu. Tidak
jarang fasilitas kampus menjadi korban, baik dibakar maupun dirusak.
Sebegitu parahkah pelajar dan mahasiswa di negeri ini,
sehingga karena masalah yang sebenarnya dapat diatasi dengan kepala dingin
harus diselesaikan dengan jalan kekerasan. Akankah jumlah pelajar kita yang
tewas makin bertambah di tahun-tahun mendatang. Semoga saja tidak.
Jurang
kesenjangan yang makin menganga lebar
Tahun 2012 ini juga menjadi tahun yang tak terlupakan bagi
sebagian orang, termasuk bagi mereka yang lulus ujian sertifikasi guru.
Bagaimana tidak, dengan menggenggam predikat sebagai guru sertifikasi, praktis
mereka pun mendapat tunjangan yang bisa dikatakan cukup besar.
Besarnya tunjangan yang biasa
dinamakan tunjangan profesi guru ini sendiri bervariasi. Walau begitu, pada
umumnya besarnya Rp 1,5 juta hingga Rp 2,5 juta per bulan. Jelas ini merupakan
sebuah “hadiah” yang cukup membuat si penerima tersenyum.
Tetapi ada sebuah fakta yang cukup menyesakkan dada di balik itu
semua. Harian Suara Merdeka memberitakan bahwa tingkat perceraian di kalangan
guru yang sudah naik tingkat kesejahteraannya karena mendapat tunjangan profesi
ini meningkat secara drastis.
Bahkan di beberapa daerah, hal
ini sudah sampai pada taraf yang cukup spektakuler. Kebanyakan rumah tangga
keluarga guru sertifikasi itu harus berakhir karena alasan hadirnya orang
ketiga. Sungguh sangat ironis.
Pemberian tunjangan profesi ini sendiri juga makin membuat
jurang sosial semakin besar, antara guru sertifikasi dan guru non-sertifikasi.
Apalagi jika pemerintah mau membuka matanya sedikit saja, ada banyak sekali
mereka yang mengajar dengan sangat luar biasa, tapi dengan gaji yang besarnya
hanya cukup untuk ongkos naik angkot.
Partiyah misalnya. Guru kelas 1 di SD Kristen 2 Kota Magelang
ini hanya menerima gaji yang besarnya tidak pernah lebih dari Rp 600.000,00 per
bulannya. Secara logika, sangat sulit untuk bertahan dengan gaji seperti itu.
Tapi bagi beliau, mengajar bukan hanya masalah uang. Membuat anak dapat
membaca, mengenalkan budi pekerti serta melatih siswanya menjadi lebih disiplin
adalah sebuah panggilan hati.
Memang ada semacam fenomena di mana tiba-tiba saja banyak orang
terkena demam guru. Fakultas keguruan pun sontak kebanjiran pelamar. Tapi
sayangnya banyak orang ingin jadi guru agar bisa mendapat banyak uang. Jelas
ini adalah sebuah tragedi. Mau ditaruh di mana masa depan negeri ini jika
motivasi para gurunya sangat picik seperti itu?
Memang tidak mungkin untuk mengangkat semua guru yang jumlahnya
jutaan orang itu menjadi PNS atau guru tersertifikasi. Tapi jika kesenjangan
ini makin menganga maka lama kelamaan akan timbul kecemburuan sosial antara
mereka yang bergelimangan tunjangan dengan mereka yang gajinya hanya cukup
dibuat beli sabun mandi. JIka itu terus terjadi, jangan harap
negeri ini mampu memiliki kualitas pendidikan yang baik.
Menyabung
Nyawa Untuk Ke Sekolah
Ada sebuah fenomena lain yang juga akan menyayat hati. Di dusun
Pintu Gabang, Desa Batu Busuk, Kelurahan Lambung Bukit, Kecamatan Pauh, Padang,
anak-anak setiap paginya harus menyeberangi sungai yang arusnya cukup deras
menggunakan sebuah jembatan. Tapi tunggu dulu, jangan bayangkan sebuah jembatan
beton kokoh dengan tiang pancang baja yang kuat di setiap sisinya. Jembatan
yang di maksud adalah seutas kawat yang membentang di kedua tepi sungai.
Sungguh ironis. Setiap paginya anak-anak itu, mulai dari pelajar
SD hingga SMA, harus menyabung nyawa demi mendapat ilmu melalui jembatan itu.
Memang jembatan itu bukan satu-satunya akses. Akses lain yang bisa ditempuh
adalah menyeberangi sungai tersebut dengan berjalan kaki. Biasanya ini
dilakukan oleh pelajar perempuan. Merekapun harus melepas sepatu dan seragam
kemudian membungkusnya dan menaruhnya di atas kepala agar tidak basah. Sungguh
mengenaskan.
Tidak hanya di Sumatera Barat, di Banten para pelajar juga
meniti jembatan kayu yang sudah bobrok dan benar-benar tak pantas disebut
jembatan. Dengan mengandalkan seutas tali yang masih membentang, anak-anak
dengan semangat luar biasa itu berangkat mencari ilmu ke sekolah.
Kabar ini pun sampai di telinga
para wartawan asing. Adalah Daily Mail, sebuah kantor media yang berbasis di
Inggris yang akhirnya mengekspos hal itu ke seluruh dunia. Saking kagumnya akan
keterampilan para siswa menyeberangi jembatan tersebut, mereka pun menyamakan
para pelajar peniti jembatan maut itu dengan aksi berbahaya dalam film Indiana
Jones.
Sebegitu miskinkah negeri ini? Sebegitu melaratkah bangsa ini,
hingga tak mampu membangun sebuah jembatan yang benar-benar layak disebut
jembatan? Kita pun mulai bertanya, apakah para pejabat yang bermobil mewah dan
hobi plesir ke luar negeri itu adalah manusia, atau iblis yang sudah buta mata
batinnya? Lalu ke mana larinya uang negara yang ada di APBN? Ataukah memang
rasa belas kasihan dan akal sehat sudah hilang di benak mereka yang kini duduk
di pemerintahan? Semoga Tuhan yang Maha Pengasih mengampuni pemerintah kita.
Buku ajar bikin galau
Tahun ini dunia pendidikan Indonesia juga diwarnai peristiwa
yang cukup konyol, buku ajar tak layak pakai. Di beberapa daerah, di temukan
bahan ajar, baik berupa buku paket maupun lks (lembar kerja siswa) yang
ternyata memuat beberapa materi yang tidak pantas dan tidak nyambung.
Salah satu kasus yang pernah
mencuat di media adalah kasus istri simpanan. Dalam sebuah LKS mata pelajaran
muatan lokal pendidikan lingkungan dan budaya Jakarta, disajikan sebuah cerita
dengan judul “Bang Maman dari Kali Pasir”. Dalam cerita tersebut, banyak ditemukan
hal yang belum layak untuk disajikan bagi anak usia SD. Yang paling menuai
kontroversi adalah masalah “istri simpanan”.
Kontan saja dinas pendidikan kebakaran jenggot. LKS yang sudah
beredar di tangan siswa seharusnya sudah mengalami proses seleksi yang ketat.
Maka publik pun bertanya, apa sebenarnya kerja dari dinas, hingga keteledoran
fatal ini bisa terjadi.
Belum mereda isu LKS ”istri simpanan”, di Kebumen muncul kasus
yang hampir mirip. Buku berjudul “Ada Duka di Wibeng” malah lebih mengerikan
lagi. Buku yang dicetak sebagai bahan pengayaan mata pelajaran bahasa Indonesia
itu secara gamblang menjelaskan cara melakukan hubungan seks yang baik agar
terhindar dari risiko penyakit kelamin dan kehamilan. Luar biasa bukan.
BOS
bocor? Tanya kenapa?
Salah satu kebijakan pemerintah yang cukup mendapat acungan
jempol adalah menaikkan pos pendidikan dalam APBN. Setelah itu, kucuran dana
untuk sekolah pun mengalir lumayan deras. Kucuran bantuan dana dari pemerintah
untuk penyelenggaraan pelayanan pendidikan gratis inilah yang di sebut BOS atau
Bantuan Operasional Sekolah.
Tapi sayangnya, sering BOS
tidak tepat sasaran. Hanya sekolah-sekolah itu saja yang mendapat BOS. Sedang
sekolah lain, terutama yang berada di pedalaman merasa masih kurang
diperhatikan oleh pemerintah pusat.
BOS pun ternyata menciptakan potensi untuk dikorupsi. Dalam
sepanjang tahun ini, beberapa kali muncul isu penyelewengan dana BOS.
Tersangkanya bisa dari berbagai pihak, mulai dari Kepala Sekolah, Kepala UPT
Dinas Pendidikan, hingga Bupati/walikota.
Menurut Ade Irawan, Kepala
Divisi Monitoring Pelayanan Publik dari ICW (Indonesian Corruption Watch),
tingkat kebocoran BOS tahun 2012 ini mencapai hingga 20%. Ini terjadi karena
kurang matangnya sistem penyaluran dari pusat ke sekolah.
Padahal dana BOS sangat dibutuhkan untuk menunjang terlaksananya
proses belajar mengajar di sekolah. Melihat fakta ini, sudah sepantasnya jika
pemerintah mulai membenahi sistem, agar dana BOS yang mulanya berasal dari niat
yang baik untuk kemajuan pendidikan, tidak menjadi sasaran tembak para
koruptor.
Dari
video porno hingga arisan seks ala pelajar
Satu lagi headline news yang pernah membuat semua merinding.
Pada awal Oktober negeri ini dihebohkan dengan beredarnya isu arisan seks yang
dilakukan oleh para pelajar di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Berita yang
sempat membuat seluruh jajaran dinas pendidikan hingga aparat kepolisian
Situbondo kalang kabut ini, hingga kini terus ditelusuri lebih lanjut.
Memang kasus penyelewengan seks yang terjadi di kalangan para
remaja dan pelajar di Indonesia bukanlah hal yang baru lagi. Ratusan bahkan
mungkin ribuan video porno yang diperankan oleh para pelajar kita sudah
menyemarakkan dunia maya sejak beberapa tahun lalu.
Alhasil, kasus aborsi dan
pernikahan dini pun semakin meningkat. Itu tidak lepas dari pengaruh pornografi
yang menjangkiti para pelajar Indonesia. Padahal seorang pelajar yang sudah
tersandung kasus seperti itu, prestasi akademik pun pasti terganggu.
Ada yang menyalahkan mudahnya teknologi informasi didapat. Ada
pula yang menuduh sistem pendidikan di sekolah kurang berhasil. Menyalahkan
memang mudah, tetapi akan lebih baik lagi untuk turut bersama mengurangi dan
bahkan menghapus pornografi dari bumi pertiwi.
Kurikulum
baru bikin sakit jantung
Kalau yang ini diperkirakan akan menjadi berita heboh hingga
tahun depan. apalagi jika bukan rencana pemerintah menerbitkan kurikulum baru.
Kurikulum 2013 nanti, menurut versi pemerintah, akan menjadi solusi bagi
peningkatan moral dan karakter untuk pelajar. Apa pasal? karena dalam kurikulum
ini, bobot pendidikan karakter dan budi pekerti, lagi-lagi menurut versi
pemerintah, akan jauh lebih banyak.
Tapi lain pihak pasti lain pendapat. Justru banyak pengamat
pendidikan, praktisi hingga guru, merasa perubahan kurikulum dapat menjadi
bumerang. Selain karena minimnya guru dilibatkan, penyusunan kurikulum ini
sendiri terkesan terlalu dipaksakan.
Apakah kurikulum yang saat ini masih dalam tahap uji publik ini
akan berhasil dengan gilang gemilang? Atau pemerintah harus menundanya karena
perlawanan yang begitu besar terhadapnya? Biarlah waktu yang menjawab.
Kabar baik dari SMK
Memang banyak sekali hal yang membuat kita mengelus dada ketika
membicarakan apa yang sudah terjadi selama setahun ini terhadap pendidikan di
Indonesia. Tapi sebenarnya masih ada hal baik yang patut membuat kita
berbangga.
Kabar baik nan membanggakan itu datang dari adik-adik SMK.
Dengan berbagai inovasi yang keren, mereka membuat warga bangsa sedikit bisa
tersenyum. Ketekunan serta keberanian laskar pelajar SMK ini, berpotensi
mengangkat nama bangsa menjadi lebih berkibar.
Setelah membuat produk
kebanggaan nasional, Mobil ESEMKA, anak-anak SMK di negeri ini ternyata menolak
untuk berhenti berinovasi. Produk-produk susulan pun bermunculan. Mulai dari
sepeda motor, hingga pesawat terbang.
Sungguh sesuatu yang sangat membanggakan. Tapi anehnya masih ada
beberapa pihak yang memandang sinis pencapaian awal ini. Patut dicurigai mereka
adalah orang-orang yang tidak ingin bangsa ini maju sejajar dengan
bangsa-bangsa lain.
Seiring dengan berjalannya waktu, anak-anak SMK harus terus
mendapat berbagai support, baik dari pemerintah, pengusaha hingga seluruh
lapisan masyarakat. Inilah kesempatan yang baik untuk kembali menunjukkan taji
kita sebagai bangsa yang besar.Maju terus SMK!
Pejuang-pejuang muda di pedalaman
Hal lain yang patut diacungi jempol adalah keberanian dan
ketulusan ratusan sarjana yang memillih untuk mengikuti program SM3T. Program
SM3T sendiri adalah sebuah program yang digagas pemerintah untuk meningkatkan kualitas
pendidikan di seluruh pelosok negeri. Melalui program ini, sarjana-sarjana kita
akan diberi kesempatan untuk mengabdi kepada Ibu Pertiwi, dengan cara mendidik
anak-anak sekolah di daerah terdepan, terluar dan tertinggal.
Prabowo Mujiarto, seorang sarjana
SM3T dari Kota Magelang, mengaku ini adalah sebuah tantangan tersendiri
baginya. Pemuda yang juga anggota Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI)
ini memang adalah salah satu dari sedikit sarjana yang berani untuk mengambil
langkah berbeda.
Berbekal ilmu yang didapat semasa kuliah, ia ingin turut serta
mencerdaskan anak bangsa. Walau sadar keadaan di tempat kerjanya nanti jauh
berbeda dari tempat asalnya, lelaki tampan berbadan tegap ini tidak gentar.
Bersama dengan korps sarjana SM3T lainnya, ia berangkat meninggalkan pulau Jawa
pada pertengahan Desember kemarin untuk turut membangun negeri.
Itulah sekilas catatan singkat
mengenai dunia pendidikan Indonesia selama setahun ini. Ada hal yang perlu kita
jaga dan tingkatkan, tetapi ada pula yang harus kita cegah agar tidak terjadi
lagi di tahun mendatang. Mari dengan langkah tegap kita buka tirai yang baru
dengan semangat yang membara untuk semakin meningkatkan kualitas pendidikan di
negeri ini. Karena pendidikan adalah tanggung jawab semua pihak. Goodbye 2012,
welcome 2013 .
kompasiana.com,
korantempo.com, wikipedia.com, antaranews.com, tribunjambi.com
Best Regarts,
Yudi Riswandy,
www.goesmart.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar