Oleh: G. Lini Hanafiah
Setelah mengadakan workshop di World Book Day 2011 lalu, akhirnya aku memberanikan diri untuk menerima kelas reguler. Kali ini pesertanya remaja berusia 14-16 tahun. Kelas mini berisi 4 remaja luar biasa.
Kakekku seorang guru, nenekku juga seorang guru. Tak heran kalau naluri mengajar selalu menggoda. Guruku banyak, ada di mana-mana. Anehnya, aku bahkan nyaris tidak pernah merasa aku adalah seorang guru!
Salah seorang guruku yang juga sahabatku, akhirnya "memaksaku" dengan berkata, "Sudah waktunya kamu berbagi." Ah, betapa tidak adilnya aku! Selalu minta diajari tapi belum pernah sungguh-sungguh menjadi guru.
Akhirnya, aku mengajar 4 remaja itu dengan karakternya masing-masing. Ada yang masih malu-malu, ada yang sangat terlihat jelas jiwa pemberontaknya, wah seru deh!
Dari awal, sudah kukatakan pada Ibu yang memintaku, "Saya mengajar gaya unschooling, tanpa silabus, tanpa sistem kaku." Dari berbagai minat mereka—yang umumnya blogger—itulah bahan ajar yang paling menarik.
Berdasarkan pengalaman dan pengamatan pribadi, anak dan remaja lebih tertarik dengan suatu subyek ketika si guru berhasil mencuri perhatiannya. Sayangnya, tidak banyak guru yang mau menyisihkan sedikit upaya untuk lebih mengenal para muridnya untuk mengambil hati mereka. Diskusi seru di sela perut keroncongan menjelang makan siang tidak menyurutkan semangat mereka yang keburu membara. Yes! Usahaku berhasil! Mencuri hati murid pada materi ajar sama sekali bukan hal mudah. Coba buktikan sendiri.
Menutup pertemuan hari ini, murid-muridku mengatakan, "Asyik!" Bahkan ada seorang yang bilang, "Jadi pingin nulis lagi, blogku udah lama gak diurus." Horee…!!
Mari, para bapak-ibu guru, semangati anak murid kalian! Jangan patahkan semangat mereka dengan kata-kata sepele macam "salah" atau "buruk". Tiru semangat Pak Tino Sidin yang selalu mengatakan "bagus" pada karya terburuk sekalipun! Anak-anak butuh dikoreksi, diajari, didampingi, dan disemangati. Bagaimana mereka bisa mencapai hasil yang Anda harapkan jika Anda tidak membantunya untuk menuju sasaran itu? Belajar adalah proses bukan trik sulap dengan mantera "sim salabim".
Jika Anda berhasil mencuri hati mereka, tidak lama lagi Anda akan menjadi tempat curhat yang nyaman bagi mereka. Artinya, Anda berhasil menjadi orangtua mereka di luar rumah. Berikutnya, Anda bisa turut berperan serta mendidiknya bukan sekadar mengajarnya.
Tidak perlu institusi bernama sekolah untuk menjadikan murid yang berkarakter dan berbudaya, itulah tantangan buat Anda, para guru. Agar tergenapi lagu Hymne Guru.
Terpujilah wahai engkau ibu-bapak guru
Namamu akan selalu hidup dalam sanubariku
Semua baktimu akan kuukir di dalam hatiku
Sebagai prasasti terima kasihku `tuk pengabdianmu
Engkau bagai pelita dalam kegelapan
Engkau laksana embun penyejuk dalam kehausan
Engkau patriot pahlawan bangsa
Tanpa tanda jasa
Saya dedikasikan kepada semua sahabat saya--semua orang yang telah mengajari saya, para guru dan para orangtua--yang mendidik anaknya di rumah. Anda adalah pahlawan tanpa tanda jasa!
Sumber: http://lini.via-lattea.org/mengajar-menyemangati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar