Jumat, 22 Februari 2013

Sekilas Catatan Akhir Tahun Dunia Pendidikan Indonesia

Segera bergabung di www.goesmart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.


Tahun 2012 segera berakhir. Telah banyak catatan yang ditorehkan, termasuk di bidang pendidikan. Ada yang menilai dunia pendidikan Indonesia di tahun ini sedang penuh dengan ‘cobaan’. Berbagai lembar hitam satu persatu bermunculan ketika kita mencoba mengingat apa yang sudah terjadi.
Tetapi, tidak semua lembar cerita tentang dunia pendidikan Indonesia hanya berwarna hitam bak jelaga. Ada juga kisah-kisah membanggakan yang patut kita jadikan dorongan untuk bisa melesat lebih jauh lagi.
Inilah beberapa catatan kecil tentang dunia pendidikan di Indonesia selama setahun ini. Ada suka yang mengharukan, ada pula kisah duka yang memilukan dan menyayat hati. Walaupun hanya berupa catatan, tapi peristiwa-peristiwa yang telah terjadi tersebut akan membuat kita menjadi bijak, jika kita benar-benar mampu mengambil hikmah darinya.

Fenomena tawuran yang tak kunjung berhenti
Seperti tahun-tahun sebelumnya, dunia pendidikan di Indonesia pada tahun 2012 ini juga dipaksa untuk kembali meneteskan air mata karena ulah para pelajar dan mahasiswanya yang melakukan perkelahian massal atau tawuran. Seakan-akan, fenomena tawuran ini sudah menjadi tradisi turun-temurun. Walau fakta di lapangan jelas menunjukkan banyaknya korban yang cedera maupun tewas, tampaknya tradisi tawuran belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti.
KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) merilis ada sekitar 150 kasus tawuran dengan jumlah korban tewas mencapai 37 orang yang terjadi di sepanjang tahun 2012 ini. Tentu data ini belum termasuk tawuran yang terjadi di daerah yang jauh dari pantauan media massa.
Tawuran sendiri adalah merupakan bentuk kekerasan yang dilakukan secara berkelompok. Akar tawuran sendiri adalah sistem pelestarian kekerasan yang ada di kalangan para pelajar. Pertanyaannya, bagaimana bisa sistem pelestarian kekerasan macam ini terus berlangsung?
Menurut Arist Merdeka Sirait dari KPAI ,salah satu penyebab mendasar dari maraknya kasus tawuran pelajar ini adalah karena buah dari kegagalan sistem pendidikan di sekolah. Pria dengan julukan ‘pak brewok yang ramah’ ini mengungkapkan bahwa pelajar terlalu ditekan dengan berbagai hal yang mengatasnamakan kedisiplin, sehingga mereka memunculkan sebuah bentuk perlawanan yang salah satu diantaranya adalah membentuk komunitas-komunitas (baca: geng).
Komunitas inilah yang nantinya paling sering menjadi awal mula dari peristiwa tawuran. Loyalitas buta yang tertanam di benak semua anggota komunitas serta perasaan ingin eksis khas remaja membuat sering komunitas-komunitas ini menyerang kelompok lainnya dengan alasan yang mungkin bisa dikatakan sepele.
Parahnya, walau para senior di kelompok tersebut sudah lulus, semangat untuk membenci kelompok lainnya tetap tertanam kuat. Akibatnya tawuran pun menjadi seakan sebuah tradisi. Tentu jika ini dibiarkan, maka generasi penerus bangsa sebenarnya sedang berada dalam bahaya.
Selain membahayakan generasi muda penerus bangsa secara fisik, tawuran yang makin marak terjadi ini juga akan mengganggu perkembangan psikis dan karakter para pelajar Indonesia. Mereka berpotensi untuk tumbuh menjadi generasi yang menyukai kekerasan dan memilih mendahulukan otot daripada otak.
Tawuran yang paling menghebohkan tahun ini, terjadi pada pertengahan bulan September. Saat itu para pelajar dari dua SMA di Jakarta, SMAN 6 dan SMAN 70 saling menyerang. Seperti sebuah pertandingan gladiator, para pelajar yang ironisnya masih memakai seragam sekolah itu seperti manusia-manusia yang sudah kesetanan. Batu-batu bertebaran, ikat pinggang mengayun ke sana ke mari dan jeritan serta makian yang keluar dari mulut mereka membuat seakan mereka adalah sekumpulan manusia barbar yang lupa bahwa ini adalah negara beradab.
Dalam tawuran tragis itu, Alawy Yusiantro, seorang pelajar yang baru duduk di kelas sepuluh, harus meregang nyawa karena dadanya ditusuk oleh belati. Tangis keluarga pun pecah. Indonesia pun kembali berduka. Alawy, remaja yang mungkin nanti dapat menjadi dokter, insinyur atau pengusaha, harus terpupus impiannya karena hidupnya terenggut secara paksa.
Tentu masih banyak pelajar naas lainnya yang bernasib sama seperti Alawy. Jumlah mereka akan makin bertambah jika mata rantai tawuran ini tidak segera diputus. Jangan biarkan calon-calon penerus negeri dengan asa dan masa depan yang masih panjang harus tewas sia-sia.
Tidak hanya di kalangan pelajar, tawuran juga dilakukan oleh mereka yang menyandang predikat mahasiswa. Kota Makassar masih menjadi pusat pemberitaan akibat ulah beberapa mahasiswanya yang saling mempertontonkan amarah dan kebencian mereka tanpa rasa malu. Tidak jarang fasilitas kampus menjadi korban, baik dibakar maupun dirusak.
Sebegitu parahkah  pelajar dan mahasiswa di negeri ini, sehingga karena masalah yang sebenarnya dapat diatasi dengan kepala dingin harus diselesaikan dengan jalan kekerasan. Akankah jumlah pelajar kita yang tewas makin bertambah di tahun-tahun mendatang. Semoga saja tidak.

Jurang kesenjangan yang makin menganga lebar
Tahun 2012 ini juga menjadi tahun yang tak terlupakan bagi sebagian orang, termasuk bagi mereka yang lulus ujian sertifikasi guru. Bagaimana tidak, dengan menggenggam predikat sebagai guru sertifikasi, praktis mereka pun mendapat tunjangan yang bisa dikatakan cukup besar.
Besarnya tunjangan yang biasa dinamakan tunjangan profesi guru ini sendiri bervariasi. Walau begitu, pada umumnya besarnya Rp 1,5 juta hingga Rp 2,5 juta per bulan. Jelas ini merupakan sebuah “hadiah” yang cukup membuat si penerima tersenyum.
Tetapi ada sebuah fakta yang cukup menyesakkan dada di balik itu semua. Harian Suara Merdeka memberitakan bahwa tingkat perceraian di kalangan guru yang sudah naik tingkat kesejahteraannya karena mendapat tunjangan profesi ini meningkat secara drastis.
Bahkan di beberapa daerah, hal ini sudah sampai pada taraf yang cukup spektakuler. Kebanyakan rumah tangga keluarga guru sertifikasi itu harus berakhir karena alasan hadirnya orang ketiga. Sungguh sangat ironis.
Pemberian tunjangan profesi ini sendiri juga makin membuat jurang sosial semakin besar, antara guru sertifikasi dan guru non-sertifikasi. Apalagi jika pemerintah mau membuka matanya sedikit saja, ada banyak sekali mereka yang mengajar dengan sangat luar biasa, tapi dengan gaji yang besarnya hanya cukup untuk ongkos naik angkot.
Partiyah misalnya. Guru kelas 1 di SD Kristen 2 Kota Magelang ini hanya menerima gaji yang besarnya tidak pernah lebih dari Rp 600.000,00 per bulannya. Secara logika, sangat sulit untuk bertahan dengan gaji seperti itu. Tapi bagi beliau, mengajar bukan hanya masalah uang. Membuat anak dapat membaca, mengenalkan budi pekerti serta melatih siswanya menjadi lebih disiplin adalah sebuah panggilan hati.
Memang ada semacam fenomena di mana tiba-tiba saja banyak orang terkena demam guru. Fakultas keguruan pun sontak kebanjiran pelamar. Tapi sayangnya banyak orang ingin jadi guru agar bisa mendapat banyak uang. Jelas ini adalah sebuah tragedi. Mau ditaruh di mana masa depan negeri ini jika motivasi para gurunya sangat picik seperti itu?
Memang tidak mungkin untuk mengangkat semua guru yang jumlahnya jutaan orang itu menjadi PNS atau guru tersertifikasi. Tapi jika kesenjangan ini makin menganga maka lama kelamaan akan timbul kecemburuan sosial antara mereka yang bergelimangan tunjangan dengan mereka yang gajinya hanya cukup dibuat beli sabun mandi. JIka itu terus terjadi,   jangan harap negeri ini mampu memiliki kualitas pendidikan yang baik.

Menyabung Nyawa Untuk Ke Sekolah 
Ada sebuah fenomena lain yang juga akan menyayat hati. Di dusun Pintu Gabang, Desa Batu Busuk, Kelurahan Lambung Bukit, Kecamatan Pauh, Padang, anak-anak setiap paginya harus menyeberangi sungai yang arusnya cukup deras menggunakan sebuah jembatan. Tapi tunggu dulu, jangan bayangkan sebuah jembatan beton kokoh dengan tiang pancang baja yang kuat di setiap sisinya. Jembatan yang di maksud adalah seutas kawat yang membentang di kedua tepi sungai.
Sungguh ironis. Setiap paginya anak-anak itu, mulai dari pelajar SD hingga SMA, harus menyabung nyawa demi mendapat ilmu melalui jembatan itu. Memang jembatan itu bukan satu-satunya akses. Akses lain yang bisa ditempuh adalah menyeberangi sungai tersebut dengan berjalan kaki. Biasanya ini dilakukan oleh pelajar perempuan. Merekapun harus melepas sepatu dan seragam kemudian membungkusnya dan menaruhnya di atas kepala agar tidak basah. Sungguh mengenaskan.
Tidak hanya di Sumatera Barat, di Banten para pelajar juga meniti jembatan kayu yang sudah bobrok dan benar-benar tak pantas disebut jembatan. Dengan mengandalkan seutas tali yang masih membentang, anak-anak dengan semangat luar biasa itu berangkat mencari ilmu ke sekolah.
Kabar ini pun sampai di telinga para wartawan asing. Adalah Daily Mail, sebuah kantor media yang berbasis di Inggris yang akhirnya mengekspos hal itu ke seluruh dunia. Saking kagumnya akan keterampilan para siswa menyeberangi jembatan tersebut, mereka pun menyamakan para pelajar peniti jembatan maut itu dengan aksi berbahaya dalam film Indiana Jones.
Sebegitu miskinkah negeri ini? Sebegitu melaratkah bangsa ini, hingga tak mampu membangun sebuah jembatan yang benar-benar layak disebut jembatan? Kita pun mulai bertanya, apakah para pejabat yang bermobil mewah dan hobi plesir ke luar negeri itu adalah manusia, atau iblis yang sudah buta mata batinnya? Lalu ke mana larinya uang negara yang ada di APBN? Ataukah memang rasa belas kasihan dan akal sehat sudah hilang di benak mereka yang kini duduk di pemerintahan? Semoga Tuhan yang Maha Pengasih mengampuni pemerintah kita.

Buku ajar bikin galau
Tahun ini dunia pendidikan Indonesia juga diwarnai peristiwa yang cukup konyol, buku ajar tak layak pakai. Di beberapa daerah, di temukan bahan ajar, baik berupa buku paket maupun lks (lembar kerja siswa) yang ternyata memuat beberapa materi yang tidak pantas dan tidak nyambung.
Salah satu kasus yang pernah mencuat di media adalah kasus istri simpanan. Dalam sebuah LKS mata pelajaran muatan lokal pendidikan lingkungan dan budaya Jakarta, disajikan sebuah cerita dengan judul “Bang Maman dari Kali Pasir”. Dalam cerita tersebut, banyak ditemukan hal yang belum layak untuk disajikan bagi anak usia SD. Yang paling menuai kontroversi adalah masalah “istri simpanan”.
Kontan saja dinas pendidikan kebakaran jenggot. LKS yang sudah beredar di tangan siswa seharusnya sudah mengalami proses seleksi yang ketat. Maka publik pun bertanya, apa sebenarnya kerja dari dinas, hingga keteledoran fatal ini bisa terjadi.
Belum mereda isu LKS ”istri simpanan”, di Kebumen muncul kasus yang hampir mirip. Buku berjudul “Ada Duka di Wibeng” malah lebih mengerikan lagi. Buku yang dicetak sebagai bahan pengayaan mata pelajaran bahasa Indonesia itu secara gamblang menjelaskan cara melakukan hubungan seks yang baik agar terhindar dari risiko penyakit kelamin dan kehamilan. Luar biasa bukan.

BOS bocor? Tanya kenapa?
Salah satu kebijakan pemerintah yang cukup mendapat acungan jempol adalah menaikkan pos pendidikan dalam APBN. Setelah itu, kucuran dana untuk sekolah pun mengalir lumayan deras. Kucuran bantuan dana dari pemerintah untuk penyelenggaraan pelayanan pendidikan gratis inilah yang di sebut BOS atau Bantuan Operasional Sekolah.
Tapi sayangnya, sering BOS tidak tepat sasaran. Hanya sekolah-sekolah itu saja yang mendapat BOS. Sedang sekolah lain, terutama yang berada di pedalaman merasa masih kurang diperhatikan oleh pemerintah pusat.
BOS pun ternyata menciptakan potensi untuk dikorupsi. Dalam sepanjang tahun ini, beberapa kali muncul isu penyelewengan dana BOS. Tersangkanya bisa dari berbagai pihak, mulai dari Kepala Sekolah, Kepala UPT Dinas Pendidikan, hingga Bupati/walikota.
Menurut Ade Irawan, Kepala Divisi Monitoring Pelayanan Publik dari ICW (Indonesian Corruption Watch), tingkat kebocoran BOS tahun 2012 ini mencapai hingga 20%. Ini terjadi karena kurang matangnya sistem penyaluran dari pusat ke sekolah.
Padahal dana BOS sangat dibutuhkan untuk menunjang terlaksananya proses belajar mengajar di sekolah. Melihat fakta ini, sudah sepantasnya jika pemerintah mulai membenahi sistem, agar dana BOS yang mulanya berasal dari niat yang baik untuk kemajuan pendidikan, tidak menjadi sasaran tembak para koruptor.

Dari video porno hingga arisan seks ala pelajar  
Satu lagi headline news yang pernah membuat semua merinding. Pada awal Oktober negeri ini dihebohkan dengan beredarnya isu arisan seks yang dilakukan oleh para pelajar di Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Berita yang sempat membuat seluruh jajaran dinas pendidikan hingga aparat kepolisian Situbondo kalang kabut ini, hingga kini terus ditelusuri lebih lanjut.
Memang kasus penyelewengan seks yang terjadi di kalangan para remaja dan pelajar di Indonesia bukanlah hal yang baru lagi. Ratusan bahkan mungkin ribuan video porno yang diperankan oleh para pelajar kita sudah menyemarakkan dunia maya sejak beberapa tahun lalu.
Alhasil, kasus aborsi dan pernikahan dini pun semakin meningkat. Itu tidak lepas dari pengaruh pornografi yang menjangkiti para pelajar Indonesia. Padahal seorang pelajar yang sudah tersandung kasus seperti itu, prestasi akademik pun pasti terganggu.
Ada yang menyalahkan mudahnya teknologi informasi didapat. Ada pula yang menuduh sistem pendidikan di sekolah kurang berhasil. Menyalahkan memang mudah, tetapi akan lebih baik lagi untuk turut bersama mengurangi dan bahkan menghapus pornografi dari bumi pertiwi.

Kurikulum baru bikin sakit jantung
Kalau yang ini diperkirakan akan menjadi berita heboh hingga tahun depan. apalagi jika bukan rencana pemerintah menerbitkan kurikulum baru. Kurikulum 2013 nanti, menurut versi pemerintah, akan menjadi solusi bagi peningkatan moral dan karakter untuk pelajar. Apa pasal? karena dalam kurikulum ini, bobot pendidikan karakter dan budi pekerti, lagi-lagi menurut versi pemerintah, akan jauh lebih banyak.
Tapi lain pihak pasti lain pendapat. Justru banyak pengamat pendidikan, praktisi hingga guru, merasa perubahan kurikulum dapat menjadi bumerang. Selain karena minimnya guru dilibatkan, penyusunan kurikulum ini sendiri terkesan terlalu dipaksakan.
Apakah kurikulum yang saat ini masih dalam tahap uji publik ini akan berhasil dengan gilang gemilang? Atau pemerintah harus menundanya karena perlawanan yang begitu besar terhadapnya? Biarlah waktu yang menjawab.

Kabar baik dari SMK
Memang banyak sekali hal yang membuat kita mengelus dada ketika membicarakan apa yang sudah terjadi selama setahun ini terhadap pendidikan di Indonesia. Tapi sebenarnya masih ada hal baik yang patut membuat kita berbangga.
Kabar baik nan membanggakan itu datang dari adik-adik SMK. Dengan berbagai inovasi yang keren, mereka membuat warga bangsa sedikit bisa tersenyum. Ketekunan serta keberanian laskar pelajar SMK ini, berpotensi mengangkat nama bangsa menjadi lebih berkibar.
Setelah membuat produk kebanggaan nasional, Mobil ESEMKA, anak-anak SMK di negeri ini ternyata menolak untuk berhenti berinovasi. Produk-produk susulan pun bermunculan. Mulai dari sepeda motor, hingga pesawat terbang.
Sungguh sesuatu yang sangat membanggakan. Tapi anehnya masih ada beberapa pihak yang memandang sinis pencapaian awal ini. Patut dicurigai mereka adalah orang-orang yang tidak ingin bangsa ini maju sejajar dengan bangsa-bangsa lain.
Seiring dengan berjalannya waktu, anak-anak SMK harus terus mendapat berbagai support, baik dari pemerintah, pengusaha hingga seluruh lapisan masyarakat. Inilah kesempatan yang baik untuk kembali menunjukkan taji kita sebagai bangsa yang besar.Maju terus SMK!

Pejuang-pejuang muda di pedalaman
Hal lain yang patut diacungi jempol adalah keberanian dan ketulusan ratusan sarjana yang memillih untuk mengikuti program SM3T. Program SM3T sendiri adalah sebuah program yang digagas pemerintah untuk meningkatkan kualitas pendidikan di seluruh pelosok negeri. Melalui program ini, sarjana-sarjana kita akan diberi kesempatan untuk mengabdi kepada Ibu Pertiwi, dengan cara mendidik anak-anak sekolah di daerah terdepan, terluar dan tertinggal.
Prabowo Mujiarto, seorang sarjana SM3T dari Kota Magelang,  mengaku ini adalah sebuah tantangan tersendiri baginya. Pemuda yang juga anggota Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) ini memang adalah salah satu dari sedikit sarjana yang berani untuk mengambil langkah berbeda.
Berbekal ilmu yang didapat semasa kuliah, ia ingin turut serta mencerdaskan anak bangsa. Walau sadar keadaan di tempat kerjanya nanti jauh berbeda dari tempat asalnya, lelaki tampan berbadan tegap ini tidak gentar. Bersama dengan korps sarjana SM3T lainnya, ia berangkat meninggalkan pulau Jawa pada pertengahan Desember kemarin untuk turut membangun negeri.
Itulah sekilas catatan singkat mengenai dunia pendidikan Indonesia selama setahun ini. Ada hal yang perlu kita jaga dan tingkatkan, tetapi ada pula yang harus kita cegah agar tidak terjadi lagi di tahun mendatang. Mari dengan langkah tegap kita buka tirai yang baru dengan semangat yang membara untuk semakin meningkatkan kualitas pendidikan di negeri ini. Karena pendidikan adalah tanggung jawab semua pihak. Goodbye 2012, welcome 2013 .

kompasiana.com, korantempo.com, wikipedia.com, antaranews.com, tribunjambi.com

Best Regarts,
Yudi Riswandy,
www.goesmart.com

Permainan untuk Balita Anda (klik play, pilih lagu di kiri, lalu tekan sembarang tuts)