Jumat, 12 Agustus 2011

Cegah Korupsi Pendidikan, KPK Gandeng IGI

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.




Oleh : Hidayatullah

(Wartajakarta) ---- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melirik dunia pendidikan sebagai salah satu strategi menciptakan generasi berintegritas. Itu sebabnya KPK menggandeng Ikatan Guru Indonesia (IGI). Kerjasama ini juga dimaksudkan untuk mencegah dan memberantas korupsi di dunia pendidikan.
Pertemuan dilakukan antara Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah dan anggota Dewan Pembina IGI Ahmad Rizali, di Gedung KPK Jalan HR Rasuna Said, Jakarta,hari ini, Kamis (7/07).

"KPK dan IGI mengikatkan diri bekerjasama dalam sosialisasi dan pendidikan antikorupsi guna membentuk zona integritas sekolah dan menerapkan good school governance (GSG)," tegas Chandra M Hamzah.
Pendidikan antikorupsi berisi pendidikan sembilan nilai luhur manusia yang diharapkan dapat mencegah terjadinya korupsi. Nilai-nilai luhur itu antara lain kejujuran, disiplin, dan sederhana.

Nilai-nilai ini akan membentuk karakter mulia anak didik di sekolah. Pengajaran dilakukan oleh guru melalui rencana pelaksanaan pembelajaran. Dalam waktu dekat, di bulan Juli ini, KPK bersama IGI menggelar workshop pendidikan antikorupsi di Makasar dan Kendari.

Selain itu, KPK juga mendorong pelaksanaan GSG. KPK sedang meneliti penggunaan software khusus yang diterapkan dalam pembukuan keuangan sekolah. Diharapkan sosfware ini mampu mencegah terjadinya korupsi dana BOS dan dana sekolah lainnya karena penerimaan dan pengeluaran sekolah akan terpantau secara transparan. "Kami akan mengecek kesiapan software-nya minggu depan dan jika sudah siap segera akan kita terapkan di sejumlah sekolah," tegas Chandra M. Hamzah.



Sementara itu, Ahmad Rizali menilai kerjasama dengan KPK sangat strategis. "Kerjasama IGI dengan KPK ini sangat penting guna mencegah terjadinya korupsi di dunia pendidikan. Selama ini sekolah-sekolah bukanlah objek audit sehingga keuangan sekolah tidak akuntabel," tegas Ahmad Rizali.

Pria berkacamata yang dikenal sebagai "jenderal" pendidikan ini mengaku gembira karena KPK bisa diharapkan memelopori upaya pencegahan korupsi di dunia pendidikan secara langsung melalui pengecekan pembukuan keuangan sekolah.

 "Cara ini sangat efekif mengontrol keuangan sekolah sehingga sekolah tidak bisa melakukan korupsi. Trilyunan anggaran pendidikan bisa dimanfaatkan secara maksimal untuk peningkatan mutu pendidikan, mutu anak-anak, perbaikan sarana prasarana dan lainnya. Ini gebrakan yang kami tunggu-tunggu, " tandas Ahmad Rizali.

Sumber: http://wartajakarta.com/kategori/berita-1065-cegah-korupsi-pendidikan-kpk-gandeng-igi.html


Menimbang Kepintaran

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.




Oleh: Sofia Dewayani

Bagi John Mayer, kepintaran itu momok yang tak menarik. Ia tak memikat seperti gitar yang indah dipetik. John tak hanya menjuluki dirinya tak pintar, tetapi juga nerd, kuper, kurang gaul. Dia bukan tipe anak SMA yang dikerling oleh teman-teman perempuan, apalagi disapa dengan senyuman.

Sementara teman-temannya sibuk kencan dan bergoyang di panggung pesta prom, John memetik gitar di kamarnya sambil membayangkan menyanyi di atas panggung  yang terang. John lebih tertarik garasi yang sepi ketimbang dunia akademis  yang menggiurkan. Ruang mencipta itu ditemukannya di pom bensin tempatnya bekerja selepas SMA, bukan di perguruan tinggi yang diburu teman-temannya.

Garasi sepi itu sudah menjelma panggung yang dirubung ribuan fans. Tahun 2003, setelah ulang tahunnya yang ke-25, debut pertamanya, Room for Squares memenangi Grammy. Sejak saat itu, dia berhenti menjadi rendah diri. Dalam No Such Thing, John bercerita tentang keinginannya untuk menghadiri reuni SMA dan memamerkan kepada siapa saja tentang kesuksesan yang berhasil diraihnya.

Diajaknya jurnalis Cynthia Mcfadden mengunjungi SMA-nya di Connecticut. Di seberang jalan sekolah itu, dia menolak untuk turun dari mobil bahkan mendekat. Seperti dia sedang mengamati kerumunan teman-temannya dari kejauhan dengan sepi yang pekat. Kini, kepada ribuan gadis yang rela mengantri untuk membeli tiket pertunjukannya, John tak malu mengakui bahwa dia adalah nerd, shallow man. Tapi tak ada yang peduli ketika julukan itu disematkan kepada seorang peraih Grammy. Diteriakkan dari atas panggung yang riuh oleh teriakan penggemar, nerd terekonstruksi sebagai identitas positif.  John menciptakan counter-narrative dengan meminggirkan kepintaran jauh dari panggung dan sorot lampu kesuksesan.

Di area suburban di Connecticut, prestasi akademis mungkin menjadi tiket untuk meraih akses pertemanan. Namun di tempat lain, makna kepintaran bisa jadi berbeda. Media populer seperti tayangan sitkom remaja di televisi Amerika mengkonstruksi kepintaran sebagai tingkat “kecerdasan” rata-rata yang dimiliki remaja kebanyakan. Pertemanan mensyaratkan keluwesan untuk menjadi “pintar, namun tak terlalu pintar.” Serial remaja seperti Hannah Montana atau I-Carly misalnya, mencitrakan remaja yang “sangat pintar” -- terutama dalam bidang-bidang eksakta -- sebagai geek, lame, kuper, kikuk, dan tak punya pacar. Dalam konteks yang berbeda, kepintaran bisa bermakna kepiawaian dan wawasan dalam olahraga. Kemajemukan makna “standar kepintaran” ini menunjukkan bahwa kepintaran dikonstruksi secara lokal dan terjalin erat dengan interaksi sosial.



Mengkaji konstruksi kepintaran dalam konteks lintas budaya dengan demikian menjadi menarik. Di suatu musim semi 2006, sebuah distrik sekolah di pusat kota Philadelphia mengundang mahasiswa internasional penerima beasiswa Fulbright untuk mengunjungi SMA-SMA yang tergolong “at risk.” Saya, dan teman-teman dari beberapa negara diminta untuk membagi pengalaman “intelektual” dan suka-duka dalam meraih (apa yang disebut oleh pengelola sekolah sebagai) “kesuksesan.” Hanya 45 % lulusan dari sekolah yang kami kunjungi itu melanjutkan ke perguruan tinggi. Itu prestasi tertinggi di distrik ini, tapi kami ingin lebih baik lagi, kata Kepala Sekolah dengan matanya yang berseri.

Di atas panggung siang itu, seorang teman dari sebuah negara di Afrika bercerita tentang perjuangannya menuju sekolah. Di sana, katanya, jalan ke sekolah tak dipoles aspal dan sarana transportasi publik. Jalan-jalan itu harus berbagi dengan sarang binatang melata yang harus ditapaki dengan kaki telanjang sarat kudis. Setelah berkisah tentang dua jam perjalanan menempuh sekolah yang menyedihkan, mahasiswa dari Afrika ini menampar anak-anak SMA itu dengan ironi. Sungguh, kalian tak punya alasan untuk gagal dan berhenti, katanya, membelah sunyi. Kalian tak harus menempuh jalan-jalan menyeramkan tak berpenghuni karena negara kalian sungguh peduli. Bahkan guru-guru kalian pun tak menyiapkan rotan atau cambuk untuk menghukum atau menyakiti, tambahnya lagi. Anak-anak itu hanya memandang jauh ke depan dengan mulut bungkam. Beberapa mata berlabuh ke luar jendela, atau ke jam dinding yang berdetak setia. “Who cares?” bisik-bisik itu lamat-lamat menyapa telinga saya.

Di banyak negara berkembang seperti Indonesia, kepintaran dikenang sebagai perjuangan untuk menapaki mobilitas sosial. Kepintaran itu mahal. Kepintaran itu jalan berliku yang panjang. Kepintaran itu romantisme dalam sebentuk daya juang yang terdokumentasi dalam kisah-kisah seperti Laskar Pelangi. Di negara multikultural seperti Amerika, mobilitas sosial seperti itu tentu juga diakui. Dalam penelitiannya di tahun 1978, John Ogbu menegaskan bahwa gelombang imigrasi atas “kemauan sendiri,” dalam motif-motif ekonomi, politik, dan intelektual cenderung menghasilkan generasi yang lebih berprestasi ketimbang generasi keturunan budak-budak yang “didatangkan” dari negara lain. Meski dianggap melecehkan kalangan minoritas Afrika-Amerika, penelitian ini cukup menggambarkan pengakuan bahwa prestasi akademis pun menjadi sarana aktualisasi diri. Penulis buku anak Rukhsana Khan, seorang Muslimah yang menghabiskan masa kecilnya di Kanada pun mengakui bahwa buku adalah tempat curhat manakala tak ada seorang pun mau bersahabat.

Dalam lensa konstruksi sosial, anak-anak dan remaja berkelindan dengan konsepsi kepintaran yang ditawarkan oleh dunia sosial mereka. Ada kepintaran yang dipatok orang tua, ada kepintaran yang dikuantifikasi institusi sekolah dalam bentuk prestasi akademik dan tingkat intelegensia. Ada selebriti dan media populer yang turut membingkai relasi kepintaran dan kesuksesan. Ada kepintaran sebagai buah alienasi. Ada juga kepintaran karena tuntutan pertemanan. Orang dewasa bisa saja menerjemahkan kepintaran, namun anak-anak akan mengkonstruksi kepintaran dengan cara mereka sendiri. Di tangan mereka, kepintaran bisa menjadi alat negosiasi untuk menjalin relasi sosial atau mengukuhkan identitas diri. Seorang sosiolog, William Corsaro, mengatakan bahwa anak memiliki fleksibilitas untuk menganyam beragam konstruksi sosial ini. Orang dewasa bisa memanfaatkan pemahaman akan kompleksitas itu untuk berdialog dengan mereka tentang prioritas dalam kehidupan mereka.

Memahami kepintaran sebagai sebuah konstruksi menuntut orang dewasa untuk mengenali kompleksitas yang dihadapi oleh anak-anak. Generasi sekarang memahami kepintaran dalam diskursus yang terikat ruang dan waktu. Kepintaran termaknai dalam konteks tradisi, budaya, sejarah, dan relasi sosial yang spesifik. Setiap konteks memiliki tantangan yang unik. Romantisme perjuangan orang dewasa di masa lalu bisa menginspirasi, atau tidak sama sekali. Kita memerlukan kreativitas untuk berdialog dengan generasi muda, tanpa jadi menghakimi. Lantun John Mayer, orang dewasa bisa bertambah tua, namun tak harus dengan menuai tragedi.

Sumber: http://jakartabeat.net/humaniora/kanal-humaniora/esai/164-menimbang-kepintaran.html

BPK: Anggaran Kemendiknas Carut Marut, Rp 763 M Disclaimer

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.





Oleh: Indra Subagja - detikNews

Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)mendapat temuan mengejutkan di Kemendiknas. Ternyata, dari anggaran belanja pada 2010 ada ratusan miliar yang tak wajar.

"Total temuan Rp 763 miliar, Diknas disclaimer. Realisasi belanja Diknas tahun 2010 adalah Rp 59,3 triliun. Anggaran Diknas carut marut," kata Anggota BPK Rizal Djalil dalam konfirmasinya kepada, Minggu (3/7/2011) malam.

Rizal merinci berbagai temuan disclaimer itu antara lain terkait dana tidak disalurkan, dan tidak disetor ke kas negara, yakni dana Bansos Rp 69,3 miliar, tunjangan profesi dan tagihan beasiswa tahun 2010 kurang dibayar Rp 61,9 miliar.

Juga PNPB tidak disetor ke kas negara Rp 25,8 miliar, aset tetap tidak masuk invetarisasi dan reevaluasi Rp 287 miliar, pengendalian atas penatausahaan aset tidak memadai Rp 28,9 miliar, pengadaan barang tidak selesai dilaksanakan Rp 55,9 miliar.

Realisasi belanja Rp 130 juta fiktif, hibah uang Rp 750 juta tidak dicatat, dan barang dari hibah Provinsi Lampung senilai Rp 4,7 miliar belum diproses, benda keterlambatan belum dikenakan Rp 5,2 miliar, perjalanan dinas tidak diyakini kewajarannya dan honor ganda Rp 18,5 miliar. Serta US$ 61,748, kekurangan volume pekerjaan pengadaan barang dan jasa Rp 1,6 miliar.

Pencatatan dan pelaporan PNPB tidak memadai Rp 7,4 miliar, Undip belum mencatat realisasi belanja hibah dari Islamic Development Bank sebesar Rp 26,2 milyar, pengelolaan piutang sebesar Rp 82,8 miliar tidak memadai, sistem pencatatan dan pelaporan persediaan lemah Rp 60,8 miliar.

"Bahkan banyak sekali temuan yang berulang dari tahun-tahun sebelumnya, perjalanan dinas berindikasi fiktif dan tidak diyakini kebenarannya salah satu temuan yang signifikan. Demikian juga masalah pengadaan barang jasa diduga tidak terencana dan termonitor dengan baik," terang Rizal.

Dia juga mengkritik kerja Kemendiknas, padahal kementerian itu diisi tenaga-tenaga yang kredibel.

"Sebagai satu-satunya Kementerian yang nyata-nyata secara eksplisit mendapat alokasi anggaran 20 persen sesuai konstitusi, seharusnya menata kelola uang negara dengan lebih baik. Sangat disayangkan Diknas mendapat opini disclaimer," tuturnya. *(ndr/irw)*

Sumber: http://www.detiknews.com/read/2011/07/04/070648/1673579/10/bpk-anggaran-kemendiknas-carut-marut-rp-763-m-disclaimer?9911012

Jalal Mengontel Demi Menggapai Mimpi

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.




Bersepeda merupakan salah satu aktivitas yang dapat menyehatkan tubuh. Selain tubuh, juga akan menyehatkan lingkungan. Mengapa? Karena, sepeda adalah kendaraan tanpa emisi gas buang. Sehingga, tidak akan menyebabkan polusi udara dan polusi suara dengan mengeluarkan suara layaknya motor atau mobil. Bisa kita menyebutnya sebagai kendaraan yang turut berpartisipasi dalam GO GREEN. Betul, kendaraan ramah lingkungan.

Yang akan saya bahas di sini bukanlah mengenai Go Green, tetapi mengenai sepeda itu sendiri dan seorang anak dari bumi tanah Jawa. Di Jawa Tengah, sepeda disebut dengan 'onthel'. Mungkin  sebagian dari teman-teman familiar dengan sebutan tersebut. Percayakah kalian onthel dijadikan kendaraan yang digunakan untuk melakukan perjalanan Pati-Depok yang waktu tempuhnya kurang lebih 12 jam apabila menggunakan kendaraan beroda 4 atau lebih? Hal inilah yang dilakukan oleh seorang siswa dari SMA Negeri 1 Pati, Jawa Tengah.

Dialah Jalal, seorang anak yang memiliki tekad yang kuat untuk menggapai cita-citanya. Keinginannya  untuk mencapai Depok , dilakukannya dengan cara yang unik. Siswa yang bernama lengkap Muhammad Jalaludin Sofan Fitri ini menggowes onthel kesayangannya dari Pati hingga Depok. Hal ini ia lakukan untuk membayar nazarnya kepada Allah Swt. Ia diterima di Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia melalui jalur SNMPTN.

Waktu yang ditempuh Jalal untuk sampai di Depok ialah 5 hari, kurang dari perkiraannya yaitu 7 hari. Banyak pengalaman yang ia dapatkan selama menempuh jalur pantura. Kota-kota yang ia lewati memberikan kenangan tersendiri baginya. Usia 19 tahun memberikan pembelajaran hidup tidak hanya bagi Jalal tetapi masyarakat yang mengetahui mengenai perjuangannya. Siswa yang asli dari Blora ini mengungkapkan bahwa ia bernazar apabila diterima di universitas manapun ia akan mengonthel dari rumah hingga universitas tujuan dan akhirnya ia diterima di Universitas Indonesia, kampus idamannya sesuai dengan tokoh favoritnya, Soe Hok Gie dan Andrea Hirata.

Siswa yang sangat menyukai pecinta alam ini akan berusahaa semaksimal mungkin memberikan  yang terbaik bagi keluarga, guru-guru, teman-teman, dan pihak-pihak lain yang telah memberikan dukungan penuh kepada dirinya. Ia sangat bersyukur apa yang dicita-citakannya tercapai dan sebagai wujud rasa syukurnya kepada Sang Pencipta, ia bernazar untuk mengonthel Pati-Depok dengan semangat perjuangan muda yang ia miliki. Berbagai bentuk dukungan diberikan oleh teman-teman dan tentunya guru-guru dari SMA Negeri 1 Pati.

Nazarnya telah terbayar. Tidak pernah terbayangkan olehnya bahwa ia mampu menempuh jarak kurang lebih 500 kilometer. Bukan ukuran jarak tempuh perjalanan yang menjadi pusat perenungan, akan tetapi pengalaman hidup yang akan terus ia kenang sepanjang hidup Jalal. Sesuai dengan motto hidupnya "Nikmatilah apa yang kau miliki, jangan bangga karena memakai milik orang lain." Jalal akan menjadi sosok pemberani dan bangga akan hasil jerih payahnya sendiri. Sukses selalu Jalal. Tetaplah menjadi putra tanah Jawa yang menjunjung tinggi nilai-nilai keluruhan.

Prestasi Anak atau Ambisi Orangtua?

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.




Oleh: Ardhi Nurrahman


Bila kita amati, sejak dini anak-anak telah dikenalkan dengan persaingan. Bentuknya pun beragam, mulai dari lomba, sayembara, kompetisi hingga olimpiade. Ini bertujuan agar anak memiliki mental kompetitif dan tidak gampang menyerah. Selain itu, sekolah pun tidak mau ketinggalan. Berbagai
program disiapkan agar anak menjadi seorang pemenang.

Program teranyar yang dibuat oleh sekolah adalah RSBI atau Rintisan Sekolah Berstandar Internasional. Tidak sedikit orangtua yang berusaha untuk memasukkan anaknya ke dalam sekolah-sekolah dengan standar internasional. Mahalnya biaya tidak menjadi halangan.

Tanpa orangtua sadari, sikap ambisius orangtua seringkali membuat anak terkungkung dalam situasi yang menekan. Ambisi ini dapat berupa sikap menuntut anak untuk berprestasi pada suatu bidang. Tak jarang, bila anak gagal mencapai target, anak akan dianggap bodoh dan gagal. Kompensasinya,
orangtua akan memarahi, “menghina”, atau menyindir. Selain itu anak akan diikutkan bimbingan belajar dan tambahan pelajaran agar tidak tertinggal. 



Jam belajar yang sudah lama semakin bertambah panjang, 8 jam di sekolah masih harus ditambah beberapa jam lagi di luar sekolah. Situasi seperti ini, bisa jadi menekan bagi anak karena ia tidak punya kesempatan untuk bermain dan bersosialisasi. Anak tumbuh dalam ketakutan untuk gagal dan melakukan kesalahan.

Perasaan tersebut menjadi sebuah tekanan batin bagi anak. Bila anak terus merasa tertekan, berbagai kegiatan positif yang diikutkan orangtua akan menjadi momok. Bisa saja, anak akan membolos dan menggunakan berbagai alasan untuk menghindari kegiatan tersebut.

Jika sudah begini, impian untuk mendapat prestasi akademis yang baik tinggal menjadi kenangan. Motivasi berprestasi anak akan turun dan digantikan perasaan cemas serta takut gagal. Kondisi ini, membuat anak enggan mencoba meraih nilai cemerlang. Bukan tak mungkin, anak akan gagal meraih prestasi dan tak naik kelas.

Tentu ini bukan akhir yang kita harapkan. Kita semua berharap bahwa anak akan memiliki prestasi cemerlang dan dapat menjadi kebanggaan orangtua. Bila perlu, anak dapat membawa nama bangsa ke ranah internasional. Untuk itu, orangtua perlu mendukung anak. Perhatian, keadaan lingkungan, menjaga kesehatan, serta asupan gizi menjadi salah satu penting untuk meraih kesuksesan.


 
Namun, yang perlu ditekankan adalah, orangtua perlu ingat, bahwa apa yang mereka lakukan adalah untuk kemajuan anak. Bukan untuk ambisi atau obsesi pribadi. Jangan sampai anak merasa tertekan dan tidak nyaman dalam menjalani hidup. Biarkan mereka memilih apa yang terbaik bagi mereka.

Bila anak adalah anak panah, maka orangtua adalah busurnya. Tugas orangtua adalah memberikan dorongan serta mengarahkan, bukan memaksa! [ ] Prestasi Anak atau Ambisi Orangtua?

Pengertian Belajar dan Pembelajaran

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.




Oleh: Maswins

Dalam dunia pendidikan istilah belajar dan pembelajaran bukan hal yang asing lagi. Namun, pada kenyataannya banyak sekali yang tidak tahu apakah pengertian belajar dan pembelajaran. Bagi anda para pendidik, tentu istilah ini harus anda kuasai. Berikut adalah pengertian istilah-istilah tersebut menurut para ahli, yang diambil dari beberapa sumber.

a. Pengertian Belajar
Menurut Slavin dalam Catharina Tri Anni (2004), belajar merupakan proses perolehan kemampuan yang berasal dari pengalaman. Menurut Gagne dalam Catharina Tri Anni (2004), belajar merupakan sebuah sistem yang didalamnya terdapat berbagai unsur yang saling terkait sehingga menghasilkan perubahan perilaku.

Sedangkan menurut Bell-Gredler dalam Udin S. Winataputra (2008) pengertian belajar adalah proses yang dilakukan oleh manusia untuk mendapatkan aneka ragam competencies, skills, and attitude. Kemampuan (competencies), keterampilan (skills), dan sikap (attitude) tersebut diperoleh secara bertahap dan berkelanjutan mulai dari masa bayi sampai masa tua melalui rangkaian proses belajar sepanjang hayat.

Ciri-ciri belajar adalah : (1) Belajar harus memungkinkan terjadinya perubahan perilaku pada diri individu. Perubahan tersebut tidak hanya pada aspek pengethauan atau kognitif saja tetapi juga meliputi aspek sikap dan nilai (afektif) serta keterampilan (psikomotor); (2) perubahan itu merupakan buah dari pengalaman. Perubahan perilaku yang terjadi pada individu karena adanya interaksi antara dirinya dengan lingkungan . interaksi ini dapat berupa interaksi fisik dan psikis; (3) perubahan  perilaku akibat belajar akan bersifat cukup permanen.

b. Pengertian Pembelajaran
Menurut Gagne, Briggs, dan wagner dalam Udin S. Winataputra (2008) pengertian pembelajaran adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk memungkinkan terjadinya proses belajar pada siswa. Menurut UU Nomor 20 tahun 2003 tentang Sisdiknas, pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkingan belajar.

Ciri utama dari pembelajaran adalah inisiasi, fasilitasi, dan peningkatan proses belajar siswa. Sedangkan komponen-komponen dalam pembelajaran adalah tujuan, materi, kegiatan, dan evaluasi pembelajaran.
Semoga bermanfaat!

Film seMESTA menduKUNG ; Dari Padang Garam ke Rimba Beton

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.




Kreatifitas seperti tak pernah berhenti mengalir di Mizan Production. Rumah produksi yang berusia relatif muda ini terus bergerak dengan komitmen menyajikan film yang digarap dengan baik dengan sisipan peran moral yang baik pula. Setelah Rindu Purnama yang meraih 7 nominasi di Festival Film Bandung 2011, kini bekerjasama dengan Falcon Pictures dihadirkan film berjudul unik, seMESTA menduKUNG. Sebuah film yang terinspirasi dari kisah nyata tim olimpiade sains Indonesia sebagai juara umum olimpiade fisika di Singapura.

SeMESTA MenduKUNG merupakan film ketujuh yang diproduksi oleh Mizan Productions setelah Laskar Pelangi, Sang Pemimpi, Garuda di Dadaku, Emak Ingin Naik Haji, dan 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta. Semua film Mizan Productions disambut baik oleh penonton dan mendapat penghargaan di beberapa ajang festival film. Film 3 Hati 2 Dunia 1 Cinta mendapat tujuh Piala Citra di Festival Film Indonesia (FFI) 2010 dan 2 Piala di Indonesian Movie Award 2011 yang baru saja digelar beberapa waktu lalu.

Dibesut oleh John De Rantau, film ini menceritakan tentang Arif, seorang anak yang sangat mencintai Fisika. Meskipun mengalami kesulitan ekonomi tidak memadamkan kecintaannya pada dunia sains. Walau tinggal di sebuah dusun di Pamekasan, Madura yang jauh dari gemerlap kota dan fasilitas belajar yang memadai, Arief tetap menekuni Fisika. Beruntung ia mempunyai guru seperti Ibu Tari, seorang perempuan Minang yang karena dedikasinya terhadap dunia pendidikan rela terdampar di Madura untuk menemukan intan-intan pecinta ilmu sains. Diluar kecerdasannya, Arif tetaplah seorang anak yang merindukan sang ibu yang lama pergi. Sang ibu yang akhirnya harus dicarinya hingga ke Singapura.

Dibalik pesan kuatnya sebagai penyemangat bagi anak kurang mampu untuk giat menempuh pendidikan demi cita-cita, seMESTA menduKUNG juga hadir laiknya sebagai film dengan kritik sosial. Padang garam di Madura menjadi titik tolak dari kritik tersebut. Sebagian besar penduduk Indonesia tahu betapa terkenalnya Madura sebagai pemasok garam terbesar di negeri ini. Namun banyak yang berubah saat ini disana. Situasi yang tak menentu membuat sebagian besar diantara penggarap ladang garam memutuskan banting setir sebagai petani. Yang membuat miris dan sekaligus menjadi cara kita untuk memotret kondisi sosial terkini di Madura adalah bahwa tak mudah mengubah mata pencaharian seperti para penggarap ladang garam disana. Ini kita perlihatkan kepada penonton yang dirajut dalam sebuah cerita yang mudah-mudahan bisa menggugah simpati sekaligus memberi inspirasi, tutur Gangsar Sukrisno selaku co-producer.

Dan seMESTA menduKUNG juga bergerak dari padang garam ke rimba beton di belantara Jakarta dan Singapura. Betapa kontrasnya kehidupan dan betapa kuasa semesta bisa mengubah semuanya dalam waktu yang tak lama. Maka Arif yang terbiasa dengan bau harum garam harus berhadapan dengan rimba beton. Semuanya dipotret dengan baik oleh H. German G Mintapradja yang berada di belakang kamera selaku Director of Photography.



Kehidupan modern berpadu dengan nuansa tradisional juga ditampilkan dalam film ini. Pertunjukan karapan sapi yang riuh dengan detil demi detil yang menarik juga dieksplorasi dan akan menjadi pemandangan menakjubkan sekaligus tambahan informasi bagi penonton yang sebelumnya bisa jadi asing. Nuansa drama dan komedi juga berbaur dengan baik. Pencarian Arif akan sang ibu berpotensi memancing haru berpadu dengan seekor sapi bernama Justin Bibir yang akan membuat penonton terbahak.

Dibintangi oleh ensemble cast meyakinkan seperti Lukman Sardi, Revalina S Temat, Helmalia Putri, Indro (Warkop), Feby Febiola, Ferry Salim, Zawawi Imron, Sudjiwo Tejo hingga aktor cilik pendatang baru Sayev M.B (sebagai Arif), seMESTA menduKUNG direncanakan untuk tayang pada Oktober 2011 mendatang.

Sumber: DIAN COMMUNICATIONS

Guru Madrasah Bakal Dapat Tunjangan Profesi

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.





JAKARTA- Kementerian Agama (Kemenag) memastikan tunjangan profesi pendidik (TPP) untuk guru madrasah cair sebelum Idul Fitri. Hal ini menyusul akan dikeluarkannya nomor registrasi guru (NRG) sebagai salah satu persyaratan menerima tunjangan oleh Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) .

Direktur Jenderal Pendidikan Islam Kemenag M Ali mengatakan, nomor registrasi dipastikan akan keluar dalam waktu 1-2 hari ini. Saat ini, prosesnya sedang dilakukan Kemendiknas. Menurut dia,mereka yang mendapat tunjangan ini adalah guru yang telah mendapatkan sertifikasi pada 2010.

"Mereka yang dapat akan dirapel,kami usahakan sebelum Ramadan," tegas Ali di Jakarta kemarin. Menurut dia, saat ini uang tunjangan sudah ada di tiap kantor wilayah (kanwil) dan tinggal menunggu pencairan saja. "Nanti saya akan panggil kasubdit,apakah sudah selesai atau belum. Jika sudah, maka  segera dicairkan," tandasnya.

Pemberian tunjangan tersebut, jelas Ali, sangat bervariasi. Untuk guru yang sudah berstatus pegawai negeri sipil (PNS), tunjangan yang diberikan sesuai dengan golongannya sebesar gaji yang diterima setiap bulan.Adapun bagi yang non-PNS, tunjangan yang diberikan sebesar Rp1,5 juta.

Bagi guru-guru terpencil yang sudah diangkat menjadi PNS akan menerima tiga kali lipat,yakni gaji bulanan,TPP sebesar gaji bulanan,dan tunjangan khusus guru di daerah terpencil.

Kemudian, bagi guru di daerah terpencil yang belum diangkat menjadi PNS hanya menerima gaji bulanan dan tunjangan khusus serta TPP meski tidak sebesar gaji bulanan. Direktur Pendidikan Madrasah Kemenag Ace Syaifuddin mengatakan, pihaknya sudah berkoordinasi dengan Kemendiknas mengenai tunjangan profesi guru ini.

"Sertifikasi sudah dapat, tapi nomor registrasi itu tidak ada.Rencananya, pekan ini sudah muncul nomor registrasi guru,"paparnya. Ace berharap,sebelum puasa NRG sudah keluar dan TPP bisa langsung dicairkan.

Menurut dia,yang berwenang mengeluarkan nomor registrasi adalah Kemendiknas. "Selama ini,ganjalan TPP bagi guru madrasah yang tidak kunjung turun karena para guru belum mengantongi NRG,"paparnya.

Ace menjelaskan, besaran TPP bagi para guru rata-rata mencapai Rp1,5 juta bagi guru non-PNS, sedangkan untuk guru yang sudah berstatus PNS, TPP yang diterima satu kali gaji pokok.

Bagi guru-guru yang mengajar di daerah-daerah yang memberlakukan otonomi khusus atau di kawasan perbatasan, mereka mendapatkan tambahan TPP sebesar Rp1,5 juta. Setelah NRG terbit pada pekan ini, kemungkinan para guru akan menerima rapelan sejak Januari 2011.
 ------------ --------- ---------
 Sumber: http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/ 415926/

KTSP merupakan Suatu Tuntutan

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.





JAYAPURA-Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Jayapura, Drs. H. Syamsuddin, MM mengatakan, penyelenggaran Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan suatu tuntutan dan juga suatu keputusan peraturan yang dimana peraturannya adalah isu desentralisasi yakni ada serangkaian kewenangan yang diberikan kepada suatu wilayah atau daerah terhadap satuan tingkat
pendidikan dibawah Kementrian Agama yakni seperti pendidikan Madrasah.

“Kalau dulu kurikulumnya dari pusat tapi sekarang ini ada beberapa kebutuhan-kebutuhan atau kegiatan-kegiatan yang akan kita adopsi untuk masuk dalam kurikulum pendidikan kita. Sehingga lulusan kita ini dapat menjadi lulusan yang relevan dengan kebutuhan masyarakat,” ungkap  H. Syamsuddin kepada Cenderawasih Pos di sela-sela Seminar KTSP Tingkat MI/MTs Se-Kota Jayapura, di Madrasah Tsanawiyah Baiturrahim Kompleks Masjid Raya-Kloofkamp, Sabtu (30/7).

Dikatakan, sesuai dengan delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yakni standar isi, proses, SKL, pendidikan dan tenaga pendidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan serta standar penilaian merupakan hal yang berkaitan dan tidak dapat dipisahkan. “Apabila ada satu yang tidak
terlaksana dengan baik maka tujuan dari kurikulum pendidikan yang direncanakan atau out put dari lulusan yang kita harapkan tidak bisa menjadi lulusan yang terbaik,” terangnya.

Sementara itu, Kepala Sekolah Madrasah Tsanawiyah Baiturrahim yang juga Ketua Panitia Seminar KTSP, Mudji Taba Yusuf, S.Pd, mengatakan, kedepan seluruh MI/MTs yang sudah mempunyai kurikulum atau dokumen satu, pada tahun ajaran 2011/2012 sekolah tersebut dapat melaksanakan masing-masing kurikulum pendidikannya.

“Memang benar ada delapan standar kompetisi yang dimana salah satu dokumen kurikulum ini termasuk standar isi dan proses baik semua sekolah-sekolah telah melaksanakan semua standar-standar daari pemerintah didalamnya ada dokumen kurikulum atau dokumen satu sehingga kedepannya dokumen silabus dan RTP ini juga bisa dilaksanakan disekolah,” ujarnya. (fan/nat)

Permainan untuk Balita Anda (klik play, pilih lagu di kiri, lalu tekan sembarang tuts)