Senin, 23 November 2009

Tips Menghadapi Anak Gagal & Tidak Berprestasi

Segera bergabung di www.indi-smart.com


Menghadapi Anak Gagal & Tidak Berprestasi

By: Julianto & Roswitha

Betapa banyak orangtua kecewa pada hasil studi anaknya! Orangtua merasa sudah berusaha semaksimal mungkin. Mereka bekerja keras agar anak mendapat sekolah yang baik, tempat les, dan fasilitas terbaik. Ayah dan ibu berpendapat sebenarnya sang anak mampu berprestasi lebih. Maka tidaklah heran jika akhirnya harapannya tidak tercapai, orangtua akan sangat kecewa dan marah pada anak-anaknya.

Menularkan Kekecewaan
Seorang bapak, sebutlah namanya Pak Iman, punya trauma terhadap raport. Semua berawal ketika Iman duduk di Sekolah Dasar kelas 2. Di hari penerimaan raport, Iman mampir ke rumah teman sekelasnya, Hadi. Iman menyaksikan bagaimana orangtua Hadi menyambut dia dengan hangat. Hadi dipeluk oleh ayah-ibu dan kakak-kakaknya. Semua antusias melihat hasil pelajarannya selama satu kwartal yang sudah lewat. Ayahnya memujinya, sedangkan ibunya mengucapkan selamat untuk beberapa nilai yang meningkat dibandingkan term sebelumnya.

Iman tertegun. Dia berharap kalau sampai di rumah dia juga akan mendapat perlakuan yang sama, karena nilai raportnya juga bagus seperti temannya. Tapi apa yang terjadi? Di rumah, ayah Iman hanya memelototi nilai yang kurang baik. Ibunya hanya melirik sebentar tanpa ekspresi pujian. Kakak-kakaknya tidak tertarik melihat raportnya. Hatinya sangat kecewa. Sejak saat itu dia trauma setiap kali menerima raport, termasuk ketika menerima raport anak-anaknya.

Apa sikap Anda saat menerima raport anak-anak Anda? Waspadalah, karena orangtua yang mudah kecewa dapat menghasilkan anak mudah kecewa juga.

Mengapa Anak Gagal
Anak yang bermasalah kita namakan identified patient (IP). Jika anak kita gagal, lakukanlah introspeksi diri dalam beberapa hal. Pertama, relasi suami dan istri. Bagaimana komunikasi Anda dan pasangan selama ini? Berikut ini beberapa contoh relasi suami istri yang dapat menimbulkan masalah dalam diri anak.

Misalnya Anda seorang istri penuh waktu yang bekerja di rumah. Suami Anda menyerahkan urusan sekolah anak pada Anda. Kalau anak gagal, suami cenderung menyalahkan istri. Ibu dianggap yang paling bertanggung jawab pada pendidikan anak. Tetapi tekanan dari suami bisa menyebabkan istri melampiaskan kekesalannya pada anak. Komunikasi dalam keluarga dapat menjadi seperti “lingkaran setan”, penuh kekecewaan dan saling menyalahkan.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kehadiran ayah dalam seluruh aspek hidup anak akan membuat anak berprestasi, percaya diri, dan mampu menghidupi nilai moral dan spiritual yang benar. Kalau si ayah menyerahkan urusan anak kepada istri, ini tentu tidak benar. Secara psikologis, ayah yang absen membuat ibu cenderung dominan. Akibatnya, anak kehilangan figur ayah, yang akhirnya berdampak besar pada pendidikan dan perkembangan kepribadiannya. Jadi, sebenarnya andil orangtua dalam kegagalan anak sangat besar. Maka tidaklah fair jika orangtua mempersalahkan anak semata-mata. Atmosfer relasi orangtua yang tidak harmonis akan menghambat kemajuan anak. Kalau ini dibiarkan, anak kita bisa menjadi korban.

Kedua, jika secara tidak sadar orangtua menjadikan uang sebagai orientasinya. Contohnya adalah orangtua yang mendorong anak untuk sekolah agar bisa dapat pekerjaan yang menghasilkan banyak uang. Orangtua demikian terus menuntut agar anaknya menunjukkan hasil belajar yang tinggi. Jika tidak, sekolah disalahkan, anak menjadi “kambing hitam”, dan sebagainya.

Uang memang penting dalam pendidikan anak. Kita juga perlu mendorong anak, terutama jika mereka sudah bisa berpikir abstrak (di atas usia 12), untuk menyadari bahwa orangtua sudah mengeluarkan biaya yang tidak sedikit guna menyekolahkan mereka di sekolah yang baik. Yang perlu dibangun di sini adalah sikap menghargai orangtua dan guru lewat semua upaya ini, bukannya menjadikan uang sebagai tanda kasih orangtua kepada anak. Sejalan dengan penjelasan itu, orangtua perlu memahami bagian kecerdasan anaknya. Jika sang anak suka matematika misalnya, perkuatlah keterampilannya di sana. Demikian juga kalau dia suka melukis, musik atau bahasa. Tidak ada orang yang mampu menguasai semua hal. Orang dewasa tidak, apalagi anak-anak.

Terakhir, ada kemungkinan anak kita gagal karena dia tidak punya teladan, khususnya dalam hal belajar dan membaca. Nampaknya karena sudah sibuk bekerja, orangtua tidak perlu belajar lagi. Sebenarnya yang dimaksud bukan hanya belajar formal. Siapa tahu kita menghadapi beberapa kesulitan. Anak melihat bahwa papa-mamanya belajar mengatasi persoalan lewat membaca atau belajar yang lain. Kalau anak cukup besar, kita bisa mengajak mereka diskusi. Tidak mustahil, anak-anak dipakai Tuhan untuk memberi jalan keluar atas pergumulan kita. Yang jelas, mereka akan belajar dari iman orangtuanya.

Anak Suka, Anak Belajar
Kalau kita sudah menemukan akar kegagalan anak-anak, kita perlu mencari jalan keluar. Di antaranya Anda dapat melakukan hal-hal berikut. Pertama, carilah pertolongan untuk memperkuat relasi Anda dengan pasangan, agar anak tidak menjadi “sasaran antara”. Orangtua juga perlu membangun harga dirinya secara pribadi. Dengan demikian dia tidak menggantungkan kebanggaannya pada prestasi anak-anaknya.

Berikutnya, Anda perlu mengubah cara-pandang terhadap anak. Janganlah kita menyekolahkan mereka supaya nantinya anak-anak membalas kepada kita. Berikan kepada mereka pendidikan sebaik mungkin karena itu adalah tugas Anda sebagai orangtua. Anak-anak tidak berhutang pada orangtuanya. Andalah yang harus membayar jasa orangtua dengan mendidik cucu mereka dengan baik.

Cobalah memahami kecerdasan anak Anda. Dewasa ini ada banyak tes psikologi untuk itu. Lewat tes demikian anak-anak mengerti kapasitas diri mereka. Anak-anak akan berkembang menjadi diri mereka sendiri.

Moze dan Kami
Moze adalah anak bungsu kami. Usianya sekarang 12 tahun. Dia duduk di kelas 7. Moze bukanlah anak terpandai di kelas. Tetapi dia suka belajar mandiri. Maksud saya, ada saja idenya untuk mempelajari sesuatu di sekitarnya. Misalnya waktu kelas 5, Moze tertarik mempelajari lagu-lagu kebangsaan negara-negara lain. Maka dia membuka Encyclopedia Encarta. Berhari-hari dia mempelajari lagu-lagu itu, termasuk karakteristik penduduk, pemerintahannya, letak geografi, dan sebagainya. Sebenarnya pada saat yang sama Moze sedang mempelajari Ilmu Bumi.

Di kelas 7 ini sekolah Moze mengadakan tes psikologi untuk mengenal kecerdasan majemuk anak. Selain mengerti bahwa Moze punya berbagai keistimewaan, kami juga memahami kelemahannya. Kami jelaskan kepada Moze hal-hal yang sekiranya akan menghambat kemajuannya kalau tidak diperbaiki. Kami menolong Moze untuk sabar terhadap dirinya sendiri, serta memperkuat area lain dalam dirinya.

Belakangan ini Moze makin suka bahasa. Dia menciptakan sajak yang indah dan mempelajari berbagai konsep kata berdasarkan bahasa aslinya. Prestasi Moze tidak dalam bentuk ranking kelas. Tetapi kami puas karena dia sangat suka belajar apa saja.

Sumber: Majalah Bahana, November 2009

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Permainan untuk Balita Anda (klik play, pilih lagu di kiri, lalu tekan sembarang tuts)