Senin, 20 Juni 2011

Inspirasi Pendidikan: Guru Bahasa Inggris yang Merangkap Guru Sastra Indonesia

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.



 Oleh: Ria Fariana

 Latar belakang pendidikan saya adalah pendidikan bahasa Inggris. Saat ini pun saya mengajar pelajaran bahasa Inggris untuk kelas 7 dan 8 di sebuah SMP Islam yang khusus untuk anak yatim dan fakir miskin. Meskipun mengajar bahasa Inggris, tak jarang saya juga mengajarkan bahasa Indonesia atau bahkan sastranya kepada anak-anak didik. Bukan menafikkan guru bidang studi bahasa Indonesia di sekolah tersebut, tapi sejauh yang saya amati guru yang ada kurang peduli terhadap sastra apalagi minat baca anak-anak didik. Bagaimana mungkin membangkitkan minat baca mereka bila guru yang bersangkutan sendiri tidak mempunyai minat baca yang tinggi?

 Mengajar di tahun pertama, saya sangat prihatin dengan kondisi buku bacaan yang ada di perpustakaan sekolah. Anak-anak membaca buku cerita yang kadang sampulnya sudah hilang, atau bahkan halaman belakang tidak ada beberapa lembar. Tapi memang hanya sedikit saja yang suka membaca buku cerita. Yang banyak malah anak-anak yang jangankan suka membaca, sekadar tahu majalah anak-anak seperti BOBO dan Mentari Putra Harapan saja mereka tidak tahu. Lalu bagaimana mengajarkan mereka cinta membaca apalagi mencintai sastra Indonesia?

 Bercerita. Ini adalah salah satu cara yang saya terapkan pada anak-anak. Sebelum pelajaran bahasa Inggris dimulai, biasanya saya menceritakan tentang buku menarik yang pernah saya baca. Saya ceritakan isinya terutama yang bisa merangsang keingintahuan anak-anak untuk membaca sendiri buku tersebut. Dan buku yang sukses besar dalam hal ini adalah Laskar Pelangi. Anak-anak yang awalnya alergi membaca buku, akhirnya mau menyentuh, membaca dan bahkan menceritakan ulang dengan gaya mereka sendiri. Meskipun resikonya buku yang dipinjam mereka kembali dengan bentuk yang sudah sangat mengenaskan. Tapi, bukankan segala sesuatu memang butuh pengorbanan?

 Cara yang lain adalah bertanya pada anak-anak, sudah berapa banyak buku cerita yang mereka baca selama ini. Mereka menuliskan judul buku-buku tersebut dan membuat cerita singkat tentang salah satu buku yang paling berkesan bagi mereka. Dua terbaik akan mendapat hadiah dari saya, kadang berupa bintang (bintang-bintang ini dikumpulkan untuk mendapat hadiah di akhir semester), kadang juga berbentuk novel yang saya beli dengan harga obral ketika ada penerbit atau toko buku cuci gudang. Honor sebagai guru swasta tidak memungkinkan saya membelikan anak-anak novel yang baru terbit. Anak-anak pun tidak mempermasalahkah hal itu karena bagi mereka mendapat hadiah buku saja merupakan hal menyenangkan karena tidak pernah mereka dapatkan sebelumnya.

 Dalam pelajaran bahasa Inggris, banyak paragraf atau narasi untuk memperkaya kosakata mereka. Saya tidak bisa langsung mengajar bila informasi mereka tentang sebuah hal sangat minim. Dan buku berbentuk novel atau cerpen berbaahasa Indonesia adalah salah satu sarana bagi mereka untuk mencintai sebuah tulisan atau karya.

 Ada kalanya, saya memancing kreatifitas anak-anak itu dengan mengajak mereka bebas berkreasi menuangkan semua imajinasi yang ada. Saya harus telaten menjelaskan beda fiksi dan non fiksi meskipun pada prakteknya mereka masih agak kesulitan untuk membedakan. Sebenarnya ini bukan tugas saya sebagai guru bahasa Inggris, tapi saya sangat prihatin bila ada anak didik saya yang belum bisa membedakan kedua tulisan ini. Hal ini fatal karena khawatirnya mereka akan mendefinisikan berita sebagai fiksi dan novel sebagai sesuatu yang benar-benar terjadi sebagaimana sebuah pemberitaan.

 Dan benarlah. Ada beberapa anak yang ketika saya ajak untuk menulis fiksi malah menulis narasi opini. Saya tidak menyalahkan mereka, hanya menunjukkan bahwa tulisan yang dibuatnya adalah cenderung ke bentuk artikel opini. Saya tidak menghukum atau mendiskualifikasi, tapi anak seperti ini malah saya beri hadiah buku non fiksi. Ada juga yang menulis tentang kisah seekor kucing yang seolah-olah bisa bicara. Meskipun tulisannya butuh pembenahan disana-sini tapi kreatifitasnya sangat saya hargai dengan memberinya hadiah buku dari seri KKPK (kecil-kecil punya karya) dengan genre science fiction. Ingin hati memberinya buku tentang cerita-cerita yang berisi personifikasi hewan yang bisa bicara selayaknya manusia. Tapi apa daya, saya tak mempunyai satu koleksi pun jenis buku genre ini.

 Dua karya terbaik, masing-masing saya beri hadiah satu novel. Ada kalanya siswa yang keluar sebagai penulis dua karya terbaik ternyata tidak suka membaca baik buku pelajaran ataupun novel atau karya lainnya. Mungkin menonton sinetron mempunyai sedikit andil dalam hal ini karena mayoritas anak-anak ini suka sekali menonton TV. Disitulah saya memotivasi siswa tersebut dengan mengajaknya ngobrol empat mata tapi dengan santai. Saya tanamkan sebuah pemahaman bahwa tulisannya bagus dan akan jauh lebih bagus bila diasah dengan banyak membaca dan rajin-rajin menulis. Salah satunya adalah dengan menulis buku diary.

 Bagi siswa yang memang saya tahu sudah rajin membaca dan menulis diary, saya motivasi lagi untuk mengasah konflik, karakter dan ending ceritanya. Saya beritahukan bahwa banyak lomba menulis untuk remaja yang bisa diikutinya dengan hadiah yang cukup lumayan. Tapi sekali lagi, ini bukan tujuan namun hanya sebagai `iming-iming' (istilah Jawa) untuk memotivasi siswa. Sedangkan tujuan utama, betapa inginnya saya semua anak-anak ini merubah kultur yang ada menjadi sosok anak-anak yang bercita-cita dan semangat tinggi melalui penanaman kultur baru yaitu dengan cinta membaca terutama karya sastra dan menuliskannya juga. Ataupun bila tidak bisa semua, semoga ada beberapa siswa yang nantinya selepas SMP dan melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi, akan muncul bibit-bibit indah yang berprestasi melalui banyak profesi yang semuanya itu bermula dari cinta membaca dan menulis.

 Saya membuka diri terhadap siswa yang ingin menilaikan tulisannya pada saya meskipun itu di luar pelajaran. Ada yang berupa puisi, cerpen, curhat melalui diary atau bahkan setengah novelet karena panjangnya melebihi panjang cerpen. Banyak kelemahan disana-sini tapi sangat bisa dimaklumi. Dengan bahan bacaan yang sangat terbatas, tak bisa disalahkan bila kualitas tulisan mereka juga masih sangat jauh dari enak dibaca. Tapi semangat mereka untuk mau menulis itu saja sudah cukup membuat saya terharu dan kagum. Latar belakang kemiskinan dan kebodohan yang sudah hampir seperti sebuah kultur dan tradisi membuat saya berharap banyak pada murid-murid saya ini.

 Sering juga saya meminjami mereka buku-buku koleksi saya baik serupa kumpulan cerpen, novel remaja atau non fiksi untuk remaja serta majalah-majalah remaja Islami. Meskipun sekembalinya koleksi saya tersebut saya harus berusaha bersabar dan maklum. Buku-buku itu kembali dalam keadaan jauh dari kondisi semula. Dari yang `sekadar' kotor hingga yang parah yaitu halaman banyak yang lepas dari lem bukunya. Bahkan tak jarang ada buku saya yang hilang dan tidak diketahui rimbanya.



 Di awal saya sudah mewanti-wanti untuk menjaga dan mencintai buku karena bukulah sumber ilmu pengetahuan. Bagaimana cara memperlakukan buku mulai dari tidak boleh ngemil gorengan atau minum es sirup saat membacanya, tidak boleh ditekuk halamannya untuk menandai batas baca (saya siapkan masing-masing buku satu pembatas buku) hingga ada penanggung jawa dari salah satu mereka untuk memantau buku apa dipinjam siapa. Tapi tetap saja yang namanya halaman kotor dan buku hilang tidak bisa dihindarkan.

 Cara yang lain adalah dengan menunjukkan pada murid-murid buku-buku yang sudah pernah saya tulis. Syukurlah buku-buku saya memang focus untuk pembaca remaja. Jadi sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampaui. Menanamkan pada anak untuk cinta membaca khususnya sastra plus juga menanamkan nilai-nilai Islam tanpa harus menggurui mereka. Anak-anak bisa melihat sendiri bukti nyata bahwa apa yang ditanamkan oleh gurunya selama ini bukan hanya omong kosong atau sekadar motivasi tanpa ada tindakan nyata. Disini mereka tahu sendiri bahwa gurunya ternyata berkarya juga.

 Mengingat minimnya buku bacaan mereka, ada beberapa anak yang menulis imajinasi fiksinya hampir sama persis dengan novel-novel karya saya yang pernah dibaca mereka. Saya pun tetap mengapresiasinya dan menawarkan beberapa novel lain untuk dibaca. Tidak ada paksaan disini apalagi saya memang bukan guru bahasa Indonesia resmi mereka. Saya hanya berusaha menyentuh sisi keingintahuan mereka akan banyak sisi kehidupan lain dan juga sisi belahan dunia lain yang itu semua bisa kita dapatkan melalui membaca termasuk karya sastra. Karya Kang Abik Ayat-Ayat Cinta, meskipun sebetulnya bukan untuk konsumsi mereka (tapi mungkin hampir semua sudah pernah nonton filmnya di TV) saya tekankan pada settingnya. Betapa kita bisa membayangkan seolah-olah berada di Mesir hanya dari membaca sebuah karya sastra.

 Semua ini saya lakukan dengan tidak mengabaikan mata pelajaran yang saya ampu sendiri yaitu bahasa Inggris. Bahkan anak-anak makin cinta bahasa Inggris dengan pengajaran yang terpadu antara dua bahasa ini yang biasanya bahasa Inggris terkenal sebagai perlajaran yang dibenci karena sulit dan gurunya killer. Alhamdulillah hal itu tidak terjadi pada saya dan anak-anak didik saya.

 Sayangnya, ada satu hal yang membuat upaya saya agak kurang maksimal. Karena tidak mengajar di kelas tiga, semangat dan motivasi anak-anak yang sudah saya pupuk sejak kelas 7 dan 8 perlahan tapi pasti semakin luntur. Hal ini karena mereka tidak ada lagi motivator yang selalu mendongkrak semangat dan motivasi mereka tiap minggu. Selain itu, PR dari mata pelajaran lain juga cukup membuat anak-anak teralihkan perhatiannya dari kegiatan membaca buku di luar pelajaran sekolah apalagi sampai tahap menuliskannya seperti ketika masih saya ajar dulu.

 Tapi semua hal tersebut tidak mengurangi semangat saya dalam tetap memompa motivasi anak-anak agar cinta membaca terutama sastra dan bila perlu hingga taraf menghasilkan karya. Tidak bisa saat ini, saya yakin kata-kata positif yang saya tanamkan satu ketika nanti akan menuai hasilnya meskipun entah kapan. Semoga akan ada pemicu lagi, mungkin guru-guru kreatif dan peduli sastra di tingkat menengah atas atau bahkan mungkin anak-anak itu sendiri satu ketika punya inisiatif untuk bergabung dengan komunitas yang cinta pada dunia sastra seiring dewasanya perkembangan pola pikir dan jiwa mereka. Semoga, Insya Allah.

 (teruntuk anak-anakku di SMP Islam Al-Amal, anak-anak yatim dan fakir miskin yang membuat saya termotivasi untuk berbuat lebih untuk mereka)

1 komentar:

  1. Mulia sekali kerja mu, kak.... :) semoga Allah membalasnya dengan rumah di syurga.. amin.

    permisi kak... bagi-bagi kabar baik ya..


    Urgently Required
    Easy Speak, A fast-growing National English Language Consultant, is hunting for
    English Tutors
    Qualifications:
    1) Competent, Experienced, or Fresh Graduates
    2) Proficient in English both spoken & written
    3) Friendly, Communicative, & Creative
    4) Available for being placed in one of the following cities:
    a. Batam 0778-460785
    b. Pekanbaru 0761-7641321
    c. Balikpapan 0542-737537
    d. Palembang 0711-350788
    e. Samarinda 0541-273163
    f. Denpasar 0361-422335
    g. Makassar 0411-451510
    h. Semarang 024-3562949
    i. Bandung 022-76660044
    j. Banjarmasin 0511-7069699

    If you meet the qualifications above, please send your resume to: easyspeak.recruiting@gmail.com.
    Or contact our branch offices mentioned above to confirm prior to sending your resume.
    Deadline: July 30, 2011.
    Visit http://www.easyspeak.co.id for further information.
    Make sure that you won’t miss this golden opportunity as the day after tomorrow might be too late for you to compete for this position

    BalasHapus

Permainan untuk Balita Anda (klik play, pilih lagu di kiri, lalu tekan sembarang tuts)