Rabu, 20 Juli 2011

Museum dan Pentingnya Rekaman Sejarah Kehidupan Bangsa yang Memikat Hati

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.






Oleh: Hernowo

Selama seminggu, sejak Selasa, 12 Juli lalu, anak perempuan saya mendapat kesempatan berkunjung ke Korea Selatan. Haula Luthfia, demikian nama anak saya, tergabung dalam ALSA (Asian Law Students Association). Bersama-sama rekan-rekannya yang lain di ALSA, dia menghadiri sidang WIPO (World Intellectual Property Organization) di Seoul.

Sejak tiba di Seoul, anak saya rajin mengirim e-mail kepada saya untuk mengisahkan pengalaman-barunya di Seoul. Pada hari ketiga, saya diberitahu bahwa dia terpilih menjadi salah satu speaker  terbaik di WIPO Assembly. Saya tidak tahu persis tentang kabar menggembirakan yang disampaikannya tersebut. Semoga bermanfaat baginya kelak. Saya lebih tertarik ceritanya tentang museum yang dia kunjungi di Seoul:

“Hari ini aku acaranya mengunjungi Korean Museum War,” tulis anak saya. Itu museum tentang sejarah Korea Selatan ketika terjadi perang antara Korut dan Korsel. Bagaimana perebutan wilayahnya, situasi saat perang, hingga keadaannya saat ini. “Museumnya benar-benar menarik, Pa. Sepertinya orang-orang Korea senang sekali membuat replika kejadian-kejadian bersejarah di negara mereka.”

Membaca cerita anak saya, tiba-tiba kenangan ketika saya mengunjungi Imperial War Museum, pada akhir 1997, di London pun muncul secara sangat jelas. Kebetulan, saya juga menuliskan pengalaman saya sewaktu berada di museum perang di London tersebut. Saya bahkan merasakan benar bagaimana Blitzkrieg  terjadi. Suara dentuman bom yang berjatuhan dan bergoyangnya replika rumah yang saya tempati saat itu. Juga bagaimana film yang menayangkan kekejaman perang yang terus diputar setiap hari, sepanjang waktu, membuat saya merenung. Museum itu juga telah menjadi tempat belajar bagi anak-anak sekolah.

“Di museum ini juga,” lanjut anak saya, “dibuat berbagai macam replika situasi perang antara Korut dengan Korsel. Mereka membuatnya sangat apik. Tidak hanya replika, mereka juga memutar berbagai video tentang perang tersebut. Aku langsung mengingat keadaan Indonesia, Pa. Sayang sekali, Indonesia tidak mengabadikan sejarah-sejarah yang ada. Kalaupun ada, museum-museum yang ada saat  ini kurang terawat sehingga membuat orang-orang Indonesia malas mengunjunginya.”



 Saya tentu merasakan apa yang dirasakan oleh anak saya. Kita, bangsa Indonesia, tidak diberi kesempatan untuk mengenang (baca: menghargai masa lalu). Mengenang  di sini bukan untuk kembali ke masa lalu atau memujanya, melainkan bagaimana kita yang hidup saat ini mampu mengaitkan kehidupan masa kini (dan juga masa depan) dengan sejarah kita. Bagaimana Indonesia terbentuk dan betapa negara yang kita cintai ini, Indonesia, tidak hadir begitu saja.

“Setelah dari Korean War Museum, kami mengunjungi General Assembly Museum. Ini semacam museum gedung DPR di Korea Selatan. Ada satu hal yang sangat menarik perhatianku di sini. Mereka sengaja membuat museum ini dengan tujuan agar orang-orang Korsel bisa dikenalkan kepada hal-hal yang berbau politik sejak dini. Memang agak membosankan sih tempatnya, karena hanya terdiri dari  gambar-gambar ketua parlemen dari periode ke periode, sistem parlemen di sana, replika ruangan sidang, dll. Tetapi, mereka membangun ruangan-ruangan khusus yang dibuat untuk anak-anak SD. Di ruangan-ruangan itu mereka bisa belajar sambil bermain. Sungguh ide yang menarik.”

 Ya, kapan bangsa kita punya ide semenarik itu ya?[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Permainan untuk Balita Anda (klik play, pilih lagu di kiri, lalu tekan sembarang tuts)