Selasa, 12 Juli 2011

Sentralisasi Guru Jangan Asal-asalan

Segera bergabung di www.indi-smart.com, dan dapatkan ratusan konten pendidikan online interaktif untuk pelajar.




JAKARTA - Rencana Kementerian Pendidikan Nasional (Kemendiknas) untuk menarik wewenang guru dan kepala sekolah dari dareah ke pusat, mendapatkan respon positif dari Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Mereka mengingatkan, supaya Kemendiknas tidak asal-asalan menjalankan kebijakan sentraliasi tenaga pendidik tersebut.

Ketua Pengurus Besar (PB) PGRI Sulistyo menuturkan, kebijakan sentraliasi tenaga pendidik ini beresiko jika tidak dilakukan dengan kajian yang mendalam. "Jangan sampai nanti nasib guru ibarat keluar dari lubang ular,
masuk lubang buaya," kata dia saat dihubungi berada di Tuban, Sabtu (25/6).

Sulistyo menuturkan, isu sentraliasi tenaga pendidikan sudah dibahas di internal PGRI sejak tahun lalu. Bahkan, juga sudah disampaikan di depan presiden SBY. Menurut kajian PGRI, muncul tiga alasan untuk segera dijalankan sentralisasi guru.

Ketiga alasan tadi adalah, jika distribusi guru lintas kabupaten, kota, serta provinsi tidak berjalan baik. Selanjutnya, jika guru masih terus menjadi korban kebijakan politik lokal. Dan terakhir jika guru masih belum
mendapatkan pembinaan pengembangan profesi yang mumpuni.

Terkait kasus distribusi guru, PGRI menanggapi dingin pernyataan dari Kemendiknas jika di negeri ini kelebihan guru hingga 500 ribu orang. Menurut laporan PGRI dari beberapa daerah, rata-rata kota dan kabupaten mengalami kekurangan guru kelas di jenjang SD.

Menurut Sulistyo, persoalan distribusi guru di negeri ini cukup pelik sejak Indonesia merdeka. "Setelah penerapan otonomi pendidikan, persoalan distribusi guru tambah kacai," tandas anggota Komite III DPD itu.

Sementara itu terkait kondisi guru yang sering menjadi korban kebijakan politik daerah, Sulistyo berharap bisa benar-benar dipecahkan setelah muncul kebijakan sentralisasi guru.

Senator dari Provinsi Jawa Tengah itu mengaku miris karena masih sering mendengar ada mutasi guru asal-asal karena dilandasi muatan politik. Sebaliknya, politik daerah kerap memunculkan pengangakatan pejabat-pejabat pendidikan, seperti kepala dinas pendidikan dan kepala sekolah yang tidak prosedural. "Kasus seperti ini muncul di seluruh provinsi," katanya.

Selanjutnya, Sulistyo juga menuturkan pembinaan pengembangan profinsi pascaotonomi daerah masih lambah. Dia mengakui, ada guru negeri yang hingga menjelang pensiun sama sekali tidak pernah mengikuti penataran. Baik itu penataran yang digelar oleh pemerintah daerah maupun pusat. Dengan kondisi
ini, Sulistyo mengatakan para guru berada dalam posisi sulit untuk mengambangkan profesinya.

Dia berharap, upaya Kemendiknas untuk mensentralisasikan tenaga pendidik benar-benar matang. "Harus ada kajian empirisnya," ucap Sulistyo. Sehingga, setelah kebijakan ini dijalankan nasib guru bisa semakin bagus. Baik itu terkait karirnya sebagai guru, maupun pada tataran kesejahteraannya.

Sulistyo khawatir kesejahteraan guru di beberapa daerah yang memiliki pendapatan daerah kaya, seperti di Jakarta dan Batam bakal menurun setelah muncul kebijakan sentralisasi. "Karena guru menjadi wewenang pusat, pemerintah daerah bisa jadi tidak merasa bertanggung jawab," tandasnya.

Sedangkan untuk distribusi guru, pasca sentralisasi nanti pemerintah pusat tidak bisa seenaknya memindah guru. Guru harus diberi kompensasi secara adil jika akan dipindah ke daerah-daerah terpencil atau perbatasan. Sulistyo berharap, kebijakan sentralisasi tenaga pendidik harus diikuti dengan perangkat hukum yang melindungi guru. (wan)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Permainan untuk Balita Anda (klik play, pilih lagu di kiri, lalu tekan sembarang tuts)